Harapan Baru Tumbuhan Pakan Badak Jawa di Ujung Kulon, Seperti Apa?

 

 

Harapan baru ketersediaan tumbuhan pakan badak jawa (Rhinoceros sondaicus) di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK), itu ada. Melalui program NEWTRees, Balai TN Ujung Kulon bekerja sama dengan WWF Indonesia-Ujung Kulon yang melibatkan masyarakat sekitar taman nasional melakukan penanaman beberapa jenis tumbuhan pakan tersebut.

Tujuannya, meningkatkan keragaman jenis pakan sekaligus memberikan ruang gerak terbuka bagi satwa bercula itu dalam memilih sumber pakannya.

“Program ini untuk mencukupi ketersediaan dan variasi tumbuhan pakan badak jawa. Saat ini, habitatnya relatif kecil dibanding populasinya yang menujukkan tren pertumbuhan,” ujar Yuyun Kurniawan, National Rhino Conservation Coordinator WWF-Indonesia.

Selain untuk mencukupi ketersediaan dan variasi pakan, kegiatan ini juga bermaksud merestorasi ekosistem habitat badak jawa. “Restorasi ekosistem sekaligus menyediakan tambahan pakan badak,” ujar Kepala Balai Taman Nasional Ujung Kulon, Ujang Rahmat, Sabtu (22/04/2017).

 

Baca: Kisah Badak Jawa yang Kini Hanya Ada di Ujung Kulon

 

Program ini, kata Ujang, sudah dilakukan di beberapa tempat untuk tujuan restorasi, lokasinya jauh dari daerah jelajah badak. Penanaman di daerah Cimokla dan Cimayang, sebut saja, merupakan upaya restorasi dan penyediaan pakan. “Cimokla merupakan wilayah bekas perambahan, sedangkan Cimayang lokasi pengendali langkap,” ujarnya.

Sebagaimana diketahui, jumlah badak jawa di habitat terakhirnya, Taman Nasional Ujung Kulo, diperkirakan sekitar 63 individu. Habitat ini menghadapi masalah serius dengan pertumbuhan langkap, tanaman invasif yang mendominasi sebagian besar wilayah hidup badak. Untuk itu, kata Yuyun, perlu dilakukan pengelolaan, salah satunya melalui penanaman jenis tanaman pakan.

 

Penanaman tumbuhan pakan badak yang dilakukan guna meningkatkan jenis keragaman pakan yang ada. Foto: KLHK/KSDAE

 

Penanaman tumbuhan pakan badak ini berlangsung di blok Cikarang, Februari 2017, yang masuk wilayah kerja Resort Citeulang Seksi II PTN Wilayah Semenanjung Ujung Kulon. Pada tahap pertama penanaman telah dilakukan pada area seluas tujuh hektare. Ada 1.164 batang aneka tumbuhan seperti putat (Planchonia valida), kijahe (Cronton auypelas), kitanjung (Buchanania arborescens), kililin (Podocarpus amara), burung dahu, kitaneuh (Zanthoxylum (roxb) DC), kadongdong (Spondias dulcis), salam (Syzygium polyanthum), dan sigeung (Pentace polyantha).

Pemilihan jenis tanaman pakan tersebut, menurut Yuyun, didasarkan pada beberapa kriteria. Misal, jenis tanaman asli (lokal) di kawasan TN Ujung Kulon dan memiliki tingkat palatabilitas (disukai badak) yang tinggi. Serta, jenis tanaman yang kurang tersedia di calon lokasi yang akan ditanam.

”Pada setiap lokasi yang akan ditanam dilakukan kajian keragaman dan kelimpahan jenis tanaman yang tersedia di lokasi tersebut,” ujarnya. Sedangkan pemilihan lokasi, diprioritaskan pada wilayah-wilayah yang minim ketersediaan tumbuhan pakan, seperti area yang didominasi tanaman langkap.

Pohon yang ditanam, secara individual diberi label geotags (garis lintang dan bujur/koordinat lokasi yang tepat) yang diunggah pada Google Earth. Setelah itu, tim taman nasional dan WWF melakukan monitoring pertumbuhan dan pengaruhnya terhadap badak di wilayah tersebut.

Monitoring tidak hanya memantau pertumbuhan tanaman tetapi juga melihat tingkat penggunaan area tersebut oleh badak jawa. Pemasangan sejumlah kamera tersembunyi untuk mengetahui kehadiran badak sebagai indikator respon pun dilakukan.

Jadwal pematauan pertumbuhan pohon dilakukan setiap dua bulan sekali sementara pemotretan pertumbuhan tanaman setengah tahun sekali. Hal yang diperhatikan adalah ketinggian pohon, diameter, dan koordinatnya.

 

Peta persebaran badak jawa yang kini hanya ada di Taman Nasional Ujung Kulon. Sumber: Rhino Resource Center/Nico van Strien

 

Langkap

Langkap (Arenga obtusifolia) merupakan tanaman sejenis palem-paleman yang menyebar dengan sangat cepat. Di Semenanjung Ujung Kulon, tumbuhan ini mengakibatkan terfragmentasinya habitat dan menurunkan keanekaragaman jenis tanaman pakan badak Jawa.

Hasil pengamatan Hommel (1987) menunjukkan langkap menyebar di beberapa lokasi meski tidak dominan seperti di Citadahan, Cinogar, Cikendeng, dan sebagian Telanca). Sementara hasil penelitian Haryanto (1997) yang dilakukannya pada 1991-1995 menjelaskan dominasi langkap ada di wilayah Cidaon, Cikuya, dan Cibuniaga, selain daerah yang telah disebutkan sebelumnya. Berdasarkan peta yang dibuat Aaranyak (2008), dominasi langkap ada di Cikeusik Barat, Hulu Cigenter, dan Cikarang.

Berdasarkan penelitian Yayasan Mitra Rhino – WWF (2002) mengenai persaingan ekologi badak dan banteng, hasil analisis tumbuhan pakan di Semenanjung Ujung Kulon menunjukkan ada 109 jenis. Sekitar 97 jenis tumbuhan merupakan pakan badak jawa, 74 jenis tumbuhan pakan banteng, dan 62 jenis merupakan pakan bersama.

Jenis tumbuhan yang disenangi badak jawa sebagaimana dituliskan Hoogerwerf (1970) adalah salam (Eugenia polyantha), rukem (Glachidon macrocarpus), dan segel (Dillenia excelsa). Sedangkan langkap yang daun mudanya dimakan, diduga juga sebagai tumbuhan yang dapat mengancam ketersediaan tumbuhan sumber pakan. Ini disebabkan, tajuknya yang rapat membuat sinar matahari sulit menembus lantai hutan.

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,