Banjir di Palembang Belum Berlalu, Mengapa Begitu?

 

 

Banjir terus menghantui Palembang, Sumatera Selatan. Jika daerah resapan air dan anak-anak Sungai Musi tidak direvitalisasi, dipastikan banjir bakal terjadi.

“Intinya, bukan siapa yang memimpin, tapi pemimpin yang mau dan mampu mengembalikan daerah resapan air. Sekaligus, merevitalisasi anak-anak Sungai Musi yang rusak atau hilang,” kata Dr. Yenrizal Tarmizi, pakar komunikasi lingkungan dari UIN Raden Fatah Palembang, Rabu (26/04/2017).

Pernyataan ini terkait Palembang masih mengalami banjir pada musim penghujan tahun ini, meskipun Walikota Palembang melakukan gerakan bersih sampah, baik di anak-anak Sungai Musi maupun parit-parit.

Dijelaskan Yenrizal, Palembang merupakan salah satu kota di Indonesia yang penataan lingkungannya cukup buruk. Terutama dalam penataan sanitasi. Hal penting yang perlu dilakukan adalah memperbaiki tata kelola yang salah tersebut. “Khusus Palembang, hanya langkah mengembalikan daerah resapan dan merevitalisasi anak-anak Sungai Musi.”

Selain itu, kondisi ini juga dipengaruhi kelestarian wilayah hulu, baik dari pegunungan maupun pesisir. “Jika hutan di pegunungan habis, dan daerah resapan rawa gambut di pesisir lenyap,  jelas keberadaan air di Palembang tidak dapat diatasi,” katanya.

 

Harnoyo, Wali Kota Palembang, gencar gotong royong membersihkan anak sungai dan sanitasi di Palembang dari sampah dan lumpur selama hampir setahun ini. Namun, Palembang tetap mengalami banjir saat musim penghujan datang. Foto: Humas Pemkot Palembang

 

Masyarakat harus mendukung

Salah satu hambatan upaya pengembalian wilayah resapan dan revitalisasi anak-anak Sungai Musi, justru datang dari masyarakat dan pelaku usaha. Kenapa? Sebab, sebagian besar wilayah resapan tersebut saat ini sudah ditimbun untuk dijadikan perumahan, perkantoran, maupun infrastruktur lain.

“Harus ada kerelaan dari masyarakat, membebaskan lahan yang didiaminya untuk dikembalikan seperti semula,” ujar Yenrizal.

Pilihan lainnya, membangun wilayah resapan air yang baru, seperti kolam retensi atau embung. “Menurut saya, Palembang butuh ratusan kolam retensi agar tidak banjir setiap musim penghujan. Pembangunan ini selain membutuhkan dana yang besar juga kerelaan pihak yang saat ini sebagai pemilik lahan.”

Seperti yang telah diberitakan Mongabay Indonesia beberapa waktu lalu, Palembang telah kehilangan sekitar 221 anak Sungai Musi. Dari 316 anak Sungai Musi di tahun 1930-an, kini yang tersisa 95. Sebagian besar kondisinya berubah, karena sampah maupun penimbunan.

Sementara Palembang yang memiliki luas sekitar 358,55 kilometer persegi, menurut Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumsel pada 2014, dari 200 hektare wilayah rawanya kini menyisakan 50 hektare rawa yang belum ditimbun.

 

Warga Kelurahan Pipareja, Palembang telah berkomitmen untuk menjaga kebersihan sungai dan lingkungannya. Foto: Muhammad Ikhsan

 

Rumah panggung, pohon dan biopori

Dr. Syafrul Yunardy, Ketua Forum Masyarakat DAS (Daerah Aliran Sungai) Sumatera Selatan, sangat setuju dengan apa yang disampaikan Yenrizal.

Dia menambahkan, agar banjir di Palembang tidak bertambah parah saat penghujan, selain membersihkan sampah di anak sungai maupun parit-aprit, sebaiknya rawa yang tersisa dipertahankan. “Jangan berikan izin untuk dijadikan bangunan dengan cara menimbun. Aturan ini harus tegas.”

Bangunan-bangunan yang telanjur berdiri di lokasi eks rawa yang tidak panggung, diberikan waktu beberapa tahun agar diubah menjadi bangunan bertiang.  “Ini gunanya agar pemilik rumah tidak mengalami dampak buruk banjir,” ujarnya.

Selanjutnya, dilakukan penghijauan di sejumlah wilayah, baik di halaman rumah warga, tepi jalan, dengan beragam jenis tanaman yang sangat baik dalam mengatur hidrologi. “Misalnya tanaman bambu. Jangan menanam pohon yang hanya enak dilihat tapi fungsinya tidak begitu baik dalam menata hidrologi maupun pengadaan oksigen.”

Terakhir, kata Syafrul, lakukan gerakan pembuatan biopori di rumah-rumah warga, perkantoran, yang selama ini selalu mengalami banjir. “Jika dilakukan secara masif, hasilnya pasti sangat signifikan dalam mengatasi ancaman banjir,” ujarnya.

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,