Apakah Pasokan Ikan di Kedonganan Bebas Formalin?

Para pedagang ikan di pelabuhan pendaratan ikan dan pasar Kedonganan nampak santai ketika sejumlah petugas membeli dagangannya untuk sampel uji formalin. Mereka malah curhat kurangnya pasokan tangkapan laut untuk dijual. Masa paceklik.

“Silakan dibeli pak, aduh sepi ikannya sekarang,” cerocos Bu Is, pedagang tuna. Ada juga Sumarni yang menjual cumi dan sedang gundah empat kotak cuminya masih tersisa sementara matahari sudah hampir di atas kepala. Keduanya mengaku tak takut dengan uji sampel ini karena yakin tak pernah menggunakan formalin untuk mengawetkan dagangannya.

“Saya tidak ngerti apa itu formalin. Taunya pake es saja,” seru Is. Sementara Sumarni tahu formalin dan bisa membedakan dari bau dan tekstur ikan atau cumi. Ia mengaku membeli es sebagai pengawet ikan sekitar 25 blok per hari, harganya Rp13 ribu per blok.

Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Kelas I Denpasar melakukan uji formalin pada 20 sampel hasil tangkapan laut yang diperdagangkan di kawasan pasar dan pelabuhan Kedonganan, Kabupaten Badung, Bali pada 26 April 2017.

 

 

Sampel-sampel ini dibeli dari pedagang dan diuji apakah ada kandungan formalin tiap sampelnya sekitar 10 menit oleh beberapa petugas laboratorium BKIPM. Ada udang, cumi, tongkol, baronang, layang, kembung, teri, kakak tua, kerapu, baby tuna, kerang, dan lainnya. Tiap jenis bisa lebih dari satu sampel.

Para pedagang dominan dari Sepeken, Madura dan Banyuwangi. Para nelayan pun demikian, pesisir Kedonganan memang dekat dengan pulau Madura.

Sampel-sampel ini hanya digunakan sedikit saja untuk diuji. Digunting sekitar seujung jari, ukuran tiap sampel sama dengan ditimbang terlebih dahulu. Kemudian dimasukkan wadah plastik, diisi air murni dan dimasukkan mesin penghancur agar cairannya bisa dijadikan materi uji.

Mesin penghancur daging ini bekerja sekitar 1-2 menit untuk menyatukan sampel dan air murni. Bisa juga diulek. Kemudian dimasukkan tabung uji dan diberi nomor, diberi larutan penjernih agar saat uji tak bias warna daging atau darah. Mengandung formalin atau tidak akan diuji dengan warna sampelnya di color card.

Dua jenis zat formalin kit ditambahkan ke dalam tabung uji. Dikocok-kocok lalu didiamkan selama 5 menit. Babak akhir adalah mencocokkan color card dengan dua tabung, satu berisi sampel dan lainnya pembanding air murni. Hasil ideal adalah warna yang sama, artinya tak mengandung formalin. Jika warna sampel makin ungu, berarti kandungan formalinnya tinggi.

 

Sebelum diuji, sampel diambil sedikit lalu ditimbang. Tim BKIPM melakukan uji kandungan formalin pada ikan di pelabuhan pendaratan dan pasar Kedonganan, Badung, Bali. Foto: Anton Muhajir

 

Dari 20 sampel yang diuji, semuanya negatif formalin. “Kalau ditemukan formalin tindak lanjutnya koordinasi dinas perikanan untuk pendampingan. Tes formalin di beberapa swalayan hasilnya juga negatif,” ujar Habrin Yake, Kepala BKIPM Kelas I Denpasar rangkaian Gerakan Masyarakat Sadar Ikan dan Karantina (Gemasatukata) ini .

Pemilihan uji formalin di Kedongaan menurutnya sesuai karena termasuk pasar ikan terbesar di Bali, padat kegiatan, ada pendaratan ikan, jual beli, dan dikunjungi wisatawan. “Perlu memastikan ikan sehat dan aman dikonsumsi,” lanjutnya. Salah satu syarat, formalin harus nol atau sama sekali tak boleh ada kandungannya.

Made Ery Bahari Hantana, Kepala Seksi Layanan Konsumen Balai Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Bali menyebut pihaknya fokus di makanan olahan. Misalnya olahan laut. Pihaknya mengaku beberapa kali melakukan uji sampel dan ada yang positif formalin. Misalnya yang ditemukan pada sate ikan laut.

“Ditelusuri pedagangnya siapa. Pembeli harus tahu, jangan cuek pas beli ikan biar bisa ditelusuri,” katanya.  Penggunaan formalin dipilih menurutnya karena harga lebih murah dibanding menggunakan es. “Apalagi mengawetkan dalam volume besar. Kalau lama di laut cepat busuk, yang nakal gunakan formalin. Tinggal larutkan sedikit. Tapi risikonya besar bagi kesehatan,” tambahnya.

Bagaimana mengontrol jual beli formalin? Ery menyebut tak mudah orang membeli atau menjual formalin di toko, harus ada surat keterangan untuk apa. Misalnya mengawetkan jenazah perlu keterangan dari desa. Di Bali, seringkali jenazah beberapa hari sampai seminggu di rumah menunggu hari baik pelaksanaan ritual kremasi, dan penyebab lainnya.

Penjualnya juga membuat laporan ke pada siapa dan untuk apa formalin tersebut. “Tidak tahu kalau pasar gelap, namanya perdagangan,” tambah Ery. Salah satu kandungan dalam ikan yang banyak ditemukan adalah Histamin karena penanganan ikan kurang baik sehingga busuk dan menyebabkan gatal-gatal di kulit.

 

Kertas berisi titik-titik warna ini parameter warna cairan sampel untuk melihat apakah ada kandungan formalin. Tim BKIPM melakukan uji kandungan formalin pada ikan di pelabuhan pendaratan dan pasar Kedonganan, Badung, Bali. Foto: Anton Muhajir

 

Ciri-ciri ikan segar diantaranya warna kulit terang dan cerah, daging ikan bila ditekan terasa keras.
Mata jernih menonjol dan cembung, sisik ikan segar masih kuat melekat kuat dan mengkilat, sisik masih utuh tidak banyak yang lepas, insang berwarna merah, sirip kuat, kulit dan daging ikan tidak mudah robek, terutama pada bagian perut. Tidak berbau busuk.

Selain uji kandungan formalin, untuk memastikan ikan sehat juga perlu ada uji logam berat tapi tidak dilakukan di BKIPM karena perlu tes beberapa hari. Kualitas perairan dan dampaknya pada hasil perikanan akan terlihat di uji timbal atau logam berat ini. Misalnya merkuri (Hg), cadmium (Cd), dan timbal (Pb).

Ketiganya banyak terkandung dalam limbah pertambangan yang dibuang sembarangan. Dalam abstrak Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 1 No. 1 March 2006 oleh Danny Zulkifli Herman menyebut bahaya pencemaran lingkungan oleh arsen (As), merkuri (Hg), timbal (Pb), dan kadmium (Cd) mungkin terbentuk jika tailing mengandung unsur-unsur tersebut dan tidak ditangani secara tepat. Terutama di wilayah tropis, tingginya tingkat pelapukan kimiawi dan aktivitas biokimia akan menunjang percepatan mobilisasi unsur-unsur berpotensi racun.

Salah satu akibat yang merugikan dari arsen bagi kehidupan manusia adalah apabila air minum mengandung unsur tersebut melebihi nilai ambang batas.Dengan gejala keracunan kronis yang ditimbulkannya pada tubuh manusia berupa iritasi usus, kerusakan syaraf, dan sel. Tailing yang berasal dari proses amalgamasi bijih emas memungkinkan limbah merkuri tersebar di sekitar wilayah penambangan dan dapat membentuk pencemaran lingkungan oleh merkuri organik atau anorganik.

Pencemaran akan semakin membahayakan kesehatan manusia apabila unsur merkuri dalam badan air berubah secara biokimia menjadi senyawa metil-merkuri. Terdapat beraneka jenis mekanisma oleh mikro-organisma yang dapat membentuk spesies metil-merkuri bersifat racun, terutama apabila dimakan oleh ikan.

Disebutkan pengaruh organik merkuri terhadap kesehatan manusia termasuk hambatan jalan darah ke otak dan gangguan metabolisma dari sistem syaraf. Sedangkan pengaruh racun merkuri nonorganik adalah kerusakan fungsi ginjal dan hati di dalam tubuh manusia.

Kebanyakan kegiatan pertambangan logam dasar melakukan pembuangan tailing dengan kandungan timbal yang signifikan. Timbal adalah unsur yang bersifat racun kumulatif. Penyerapan unsur yang melebihi nilai ambang batas oleh tubuh manusia akan mengikat secara kuat sejumlah molekul asam amino, haemoglobin, enzim, RNA, dan DNA. Hal ini akan mengarah kepada kerusakan saluran metabolik, hipertensi darah, hiperaktif, dan kerusakan otak.

 

Perahu nelayan membawa es balok ke kapal-kapal kecil penangkap ikan sekitar pesisir Kedonganan, Badung, Bali. Foto: Anton Muhajir

 

Masalah kadmium timbul dari suatu kegiatan pertambangan dan peleburan bijih timbal-seng, dimana pencemaran lingkungan disebabkan oleh tailing mengandung kadmium, dengan penambahan pencemaran oleh asap dan partikel mengandung kadmium. Pengaruh racun kadmium pada kesehatan manusia berupa penyakit lumbago, kerusakan tulang dengan keretakan karena melunaknya tulang dan kegagalan ginjal.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,