Kala Pemerintah Fokus Lagi Proyek Tanggul Laut Raksasa, Penelitian Ungkap Cara Itu Bukan Solusi

 

 

Belum selesai dengan proyek kontroversi, reklamasi di Pantai Utara Jakarta, kini pemerintah tampaknya kembali fokus melanjutkan proyek National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) atau dikenal dengan tanggul laut raksasa, yang hampir dua tahun mandek. Meski begitu, peneliti dari Indonesia maupun Belanda menilai proyek tanggul laut raksasa (giant sea wall) maupun reklamasi Teluk Jakarta bukanlah solusi atasi masalah Jakarta.

Kamis pekan lalu lintas kementerian meninjau proyek NCICD, antara lain Kementerian Kelautan dan Perikanan, Badan Perencana Pembangunan Nasional (Bappenas) dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), serta konsultan proyek dari Belanda dan Korea.

”Kami utamakan dahulu darurat bencana di Jakarta, dari hulu ke hilir, bahas reklamasi itu nanti, belum saatnya,” kata Ridwan Djamaluddin, Deputi III Bidang Infrastruktur Kemenko Bidang Maritim. Menurut dia, jdi fokus bangun tanggul 20,1 kilometer yang sedang dikerjakan KPUPR di Teluk Jakarta.

Proyek NCICD, katanya, merupakan strategi proyek jangka pendek yang bisa dimanfaatkan jangka panjang dalam menanggulangi bencana Jakarta, seperti banjir rob dan penurunan tanah. Peningkatan sanitasi lingkungan, khusus pengelolaan air besih juga jadi sasaran selanjutnya.

Untuk kelanjutan proyek reklamasi Teluk Jakarta, katanya keluar Juli nanti melalui laporan pendahuluan. Kementerian terkait sepakat, pengembangan Teluk Jakarta akan dipertimbangkan jangka panjang setelah strategi jangka pendek terlaksana.

”Kita tak perlu menutup mata ada pulau C dan G sudah setengah jadi. Jadi tentu harus ada kepastian hukum terkait pengembangan proyek itu,” katanya.

Kepastian hukum, katanya, akan dipertimbangkan matang. Pasalnya, banyak persoalan reklamasi menimbulkan kontra yang perlu dilihat dari berbagai kajian.

“Saya kira semua harus dilihat dengan profesional, lihat kajian ilmiahnya. Tak bisa disangkutkan dengan politik, mau gubernurnya siapa juga kalau kajian ilmiah setuju ya bisa lanjut, begitupun sebaliknya,” ucap Ridwan.

Senada diungkapkan Alan Koropitan, Ahli Oseanografi dari Institut Pertanian Bogor (IPB). ”Tetap pada kajian ilmiah, kita harus mengkaji keberadaan pulau ini mengganggu atau tidak. Kalau mengganggu secara signifikan, ya bongkar,” katanya. Kajian itu, perlu dilakukan lebih detail dengan simulasi oleh KLHK.

Proyek NCICD, kata Ridwan, terbagi dalam tiga tahap. Pertama, penguatan sistem tanggul laut dan sungai yang ada, target selesai akhir 2018. Kedua, pemerintah akan melanjutkan pembangunan proyek tanggul laut lepas pantai di bagian barat Teluk Jakarta. Ketiga, pembangunan tanggul laut lepas pantai bagian timur Teluk Jakarta.

Dengan tanggul itu bisa jadi penentu desain dan jarak antarpulau reklamasi. Meski fakta lapangan, reklamasi sudah jalan terlebih dahulu, padahal tanggul menahan rob belum selesai.

Pembangunan proyek senilai US$40 miliar ini dipimpin Witteveen Bos dan Royal Haskoning DHV. Dengan tahap A hingga C sepanjang 120,3 km,  20 km merupakan tanggung jawab pemerintah.

Kini, berlangsung pengerjaan 4,5 km oleh KPUPR di Kelurahan Muara Baru (Pluit), Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara (2,3 km), Kelurahan Kali Baru, Kecamatan Cilincing, Jakut (2,2 km). Sedangkan, lanjutan NCICD berupa pembangunan tanggul laut masih dalam kajian, merupakan tahap B dan C, paling cepat selesai 2030.

 

Gambar desain pulau buatan reklamasi dan tanggul raksasa di Teluk Jakarta. Foto : dutchwatersector com

 

Penelitian: bukan solusi

Sebuah penelitian berjudul “Social Justice at Bay: The Dutch role in Jakarta’s Coastal Defeance and Land Reclamation Project, Jumat (28/4/17) dipaparkan dalam diskusi publik di Jakarta. Penelitian itu mengungkap kalau tanggul laut raksasa bukan jawaban penyelesaian banjir Jakarta. Malah sebaliknya, bisa ciptakan banyak masalah baru, baik dari sisi lingkungan, sampai sosial.

Maarten Bakker, peneliti dari lembaga riset independen Stichting Multinationale Ondernemingen atau The Center for Research on Multinational Corporations (SOMO) mengatakan, tanggul raksasa tak menjawab persoalan tenggelamnya Jakarta. “Jakarta akan (tetap) diancam banjir laut,” katanya.

Penelitian dilakukan berawal dari kiriman surat dari Koalisi Masyarakat di Jakarta kepada pemerintah Belanda. Isinya, meminta permintaan Belanda menghentikan keterlibatan dalam proyek reklamasi Jakarta.

Surat ini memberikan sinyal bagi SOMO dan dua organisasi lain, yakni Both Ends dan Transnational Institute untuk mulai menyelidiki peran Belanda.

”SOMO mendukung pemerintah Belanda membantu Indonesia menanggulangi ancaman bencana besar di pesisir Jakarta, namun jawaban ancaman bukan NCICD,” katanya.

Bakker menyebutkan, proyek tanggul raksasa  ini menjadi real estate project dengan perumahan dan kantor-kantor yang dibarengi Great Garuda, sebagai proyek ‘ikonik.’ ”Kami prihatin risiko finansial tekait pembangunan ini, pemerintah Indonesia perlu investasi tahap awal,” katanya, diikuti investor swasta.

”Pemerintah Indonesia akan kerugian besar, swasta untung, publik buntung atas proyek NCICD, orang-orang industri perikanan akan buntung.”

Bantuan dari Belanda pada dasarnya untuk mengurangi ketimpangan dan membantu kelompok miskin kota. Rencana NCICD dan ‘kota baru’ di Teluk Jakarta akan menghancurkan industri perikanan dan orang yang bergantung pada sektor perikanan.

Begitu pula dengan dampak negatif dari lingkungan hidup. ”NCICD akan menganggu keseimbangan alam.”

Belum lagi, sebut penelitian ini, dalam seluruh proses proyek tanggul raksasa ini tak melibatkan masyarakat sekitar.

Menurut dia, solusi mencegah Jakarta tenggelam harus mulai dari hulu, yakni menghentikan eksploitasi air bawah tanah Jakarta. ”Beberapa pihak sudah mengungkapkan, Jakarta membutuhkan sumber pasokan air minum lebih baik. Jika itu dilakukan, esktraksi air tanah akan berkurang, proses amblasnya tanah akan berhenti.”

Dia meminta pemerintah Belanda menolong Indonesia mencari solusi masalah Jakarta ini—bukan dengan tanggul laut raksasa maupun pulau-pulau reklamasi.”

Carel de Groot, perwakilan Kedutaan Besar Belanda, juga First Secretary for Water Management mengatakan, terbuka menerima masukan dari semua kepentingan terkait proyek ini.

”Kami sudah membaca hasil penelitian (SOMO). Ini jadi kontribusi yang baik dari permasalahan kompleks. Kami sepakat dengan penulis perlu proses partisipasi terbuka.”

Dia mengatakan, NCICD ini permintaan pemerintah Indonesia kepada Belanda guna mengatasi permasalahan Jakarta, dan pendanaan studi kelayakan oleh Pemerintah Belanda.

Wismana Adi Suryabrata, Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Bappenas mengatakan, kajian NCICD terbaru sudah mempertimbangkan beberapa aspek penting yang sebelumnya diabaikan seperti pernurunan muka tanah, pemberhentian penggunaan air tanah dan pencemaran sungai.

”Jadi dari tanggul yang sudah dibangun dilihat, apakah akan mengatasi penurunan muka tanah di Jakarta tidak? Akan kami kaji dan evaluasi bersama,” katanya.

Bappenas sedang mengkaji dokumen NCICD. Dia menargetkan Oktober 2017, kajian selesai.

Bappenas, katanya,  bertugas mengintegrasikan NCICD dengan proyek 17 pulai reklamasi, dari sisi keseimbangan alam, sosial dan ekonomi yang langsung maupun tidak akan berdampak. Pemerintah akan menyiapkan air minum dan sanitasi untuk antisipasi penurunan muka tanah. ”Program darurat ini masalah air minum dan sanitasi, pengendalian banjir dari sisi laut dan darat.”

Pemerintah, katanya, sedang pikirkan soal penurunan permukaan tanah. Saat ini, pasokan air baku hanya 18 meter kubik per detik,  nanti jadi 28 meter kubik per detik sesuai kebutuhan minimal Jakarta. Sumber air itu, katanya, diperoleh dari pemipaan yang sedang dibangun di Waduk Jatiluhur dan Waduk Kariyan.

Brahmantya Satyamurti Poerwadi, Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut KKP menyebutkan, KKP bekerjasama integrasi proyek,  antara pembangunan pelabuhan perikanan kelas Internasional dengan pengembangan NCICD.

Pelabuhan yang diklaim lebih besar dari Tsukji di Jepang ini akan dibangun di Muara Baru.  Adapun peninjauan Kamis lalu itu membicarakan detail teknis integrasi ini. ”Kami minta PUPR mencoba lihat akses ke Muara Baru, terkait IPAL komunal, semua harus dipikirkan.”

 

Nelayan Teluk Jakarta, salah satu yang bakal terdampak kala reklamasi terlaksana. Apakah pemerintah sudah menjamin kehidupan mereka tak akan terganggu kala reklamasi ada? Foto: Sapariah Saturi

 

Ancaman Jakarta sesungguhnya…

Alan Koropitan, mengatakan, , reklamasi dan NCICD justru akan memperburuk Teluk Jakarta Senada ungkapan Muslim Moein, Ahli Teknik Kelautan ITB. Dia bilang, NCICD bukan solusi penurunan muka tanah dan banjir rob Jakarta. Ancaman banjir besar, dari 13 sungai di Jakarta.

Keduanya merekomendasikan agar prioritas rehabilitasi lingkungan dari hulu ke hilir. ”Tanggul lait hanya mendesak di beberapa titik yang terjadi penurunan muka tanah paling parah, seperti Penjaringan,” kata Alan.

Pemerintah, lebih baik investasi dana untuk memperbaiki hulu ke hilir daripada membangun NCICD. ”Merehabilitasi dan merestorasi kualitas laut mampu memunculkan ekonomi baru bagi warga Jakarta.”

Dia menjamin, kala restorasi sungai-laut, aktivitas jasa kelautan akan muncul, seperti perikanan tangkap, budidaya dan wisata. “Tak akan kalah dari reklamasi. Itu sangat mungkin,” katanya.

Alan memaparkan tiga strategi, yakni revitalisasi sungai, menetapkan bahan pencemar maksimum yang masuk ke sungai dan mengatur sistem daerah aliran sungai. Selanjutnya, masuk tatanan pengelolaan, dimana tata ruang mengambil peranan penting. ”Sejak 1970, konversi lahan sudah 80%.”

Kalau proyek tanggul raksasa atau reklamasi jalan, pola arus akan terlambat dan menyebabkan sedimen naik hingga 50 kali lipat. ”Pencemaran makin parah dan logam berat makin banyak terakumulasi. Pola arus stagnan, terjadi penyumbatan air di hulu.”  

Muslim pun mengatakan, jika reklamasi berlanjut, khawatir banjir terus mengintai Jakarta. Solusi memompa air ke penampung raksasa yang disiapkan di depan proyek reklamasi, akan sia-sia. Pasalnya, perlu kapasitas pompa hingga 3.000 meter per detik. Kalaupun ada, tak ekonomis dan membutuhkan biaya operasional besar.

Giant sea wall operasional besar, tanggul diperkuat saja sudah cukup di daerah pantai dan sungai yang mengalami subsiden. (Proyek ini) dari konsep sudah salah, membutuhkan operasional besar, yang makmur ya Belanda.”

 

Apa kata tim sukses Gubernur terpilih?

Reiza Patters, Tim Sukses Anies-Sandi mengklaim, Anies-Sandi sudah terlibat aktif dalam proses penelitian reklamasi, baik melalui proses hukum maupun pro dan kontra di masyarakat.

”Hingga detik ini posisi (Anies-Sandi) menolak melanjutkan reklamasi Teluk Jakarta,” katanya diikuti sorak sorai nelayan Teluk Jakarta yang hadir.

Dia mengatakan, penelitian telah mereka lakukan memiliki garis merah penting, bahwa reklamasi tak jadi solusi apapun bagi masyarakat. Terpenting, perlu diselesaikan adalah penurunan muka tanah dampak ekstraksi air tanah dalam oleh industri.

Reiza bercerita, pasangan Anies-Sandi mendapatkan tekanan dari Kemenko Maritim. ”Sampai saat ini Anies Sandi tidak mau bertemu dengan beliau, mau bertemu jika sudah dilantik.”

 

Penelitian soal National Capital Integrated Coastal Development (NCICD)

 

 

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , ,