Rumah Baru Kucing Hutan Ini di Hutan Sicike-cike

 

 

Dua kucing hutan kembali ke habitat, hutan Sicike-cike, Dairi, Sumatera Utara, Sabtu (29/4/17). Sebelum lepas liar, tim medis Indonesian Spesies Conservation Program (ISCP) bersama Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Sidikalang, memeriksa kondisi kesehatan satwa. Mereka sehat.

Saat kandang terbuka, satwa ini tampak canggung keluar. Mereka masih beradaptasi terlebih dahulu. Beberapa menit berselang, satu kucing hutan dewasa mengaung langsung lari kencang ke kiri hutan Sicike-cike. Kucing remaja masih tinggal dekat kandang, mengaung beberapa saat, kemudian berari ke kanan hutan.

Tuahmanraya Tarigan, Kepala Seksi Wilayah-I BKSDA Sidikalang, kepada Mongabay mengatakan, konsep BKSDA Sumut menjaga satwa tetap ada di alam. Jadi langkah utama meningkatkan penyitaan satwa dilindungi.

Dia mengatakan, bagi masyarakat yang memelihara satwa liar agar menyerahkan ke BKSDA Sumut untuk dilepasliarkan ke alam.

Kucing hutan, katanya, tinggal di alam liar, bukan kandang sempit buatan manusia. Kini,  status satwa hampir punah, hingga harus dijaga ketat dan tak diburu, perdagangkan atau dipelihara.

Dua kucing hutan ini, lepas liar di hutan Sicike Cike, karena kerapatan hutan masih bagus. Kegiatan ilegal berdampak kerusakan habitat terbilang minim.

Saat ini, katanya, masih banyak para pemburu menangkap satwa dilindungi seperti kucing hutan, untuk diperjualbelikan. Faktor ekonomi, jadi salah satu alasan mereka.

“Melalui Mongabay kami sampaikan, kucing hutan dilindungi UU Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem. Jangan sekali-kali mau membeli satwa dilindungi ini.”

 

Tim BKSDA dan ISCP kala pelepasliaran dua kucing hutan. Foto: Ayat S Karokaro

 

Rudianto Sembiring, Direktur ISCP mengatakan, dua macan akar sudah empat bulan di kandang karantina di Sibolangit, Deli Serdang. Satwa ini, katanya, hasil penyitaan dan serah terima dari warga di Kota Medan dan di Desa Sikeben, Deli Serdang.

Selama di karantina, dua satwa ini jalani rehabilitasi seraya mengamati sifat liar, dan makanan dari binatang baik hidup dan mati.

“Ini sangat perlu, untuk terus melatih dan menjaga sifat liarnya, sehingga jika nanti dilepas kembalikan ke alam, satwa-satwa ini tetap bisa bersaing mencari makannya, dan mampu berburu guna mendapatkan makanan mereka, ” ucap Rudianto.

Dia bilang, banyak orang memburu ini di alam dengan cara memberikan makanan dipasang jerat. Lebih miris, terkadang membunuh induk untuk mendapatkan anakan.

Ada lebih menyedihkan lagi, satwa dipelihara sejak bayi, lalu jadi koleksi mereka yang tergabung dengan komunitas binatang. Ada juga menjual bayi, lalu dipelihara bebas.

“Bagi ISCP, biarkan satwa ini hidup dan mati di alam sesuai kondratnya.”

 

Kucing hutan, kala pelepasliaran di Hutan Sicike-cike. Foto: Ayat S Karokaro

 

 

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,