Orangutan Berwarna Putih Ini Ditemukan di Kalteng

Keberadaan orangutan berwarna putih, suatu kejadian teramat langka terjadi di alam. Namun, kenyataanya hal tersebut dijumpai di Kalimantan Tengah. Pada tanggal 27 April 2017 yang lalu, warga Desa Tenggirang, Kecamatan Kapuas Hulu, Kabupaten Kapuas melaporkan kepada BOSF (Borneo Orangutan Survival Foundation) tentang adanya orangutan berwarna putih. Saat diserahkan untuk direhabilitasi, kondisi fisiknya lemah. Orangutan betina itu diperkirakan berumur lima tahun.

“Awalnya warga sempat melihat orangutan itu beberapa hari sebelumnya. Namun heran orangutannya berwarna putih. Baru beberapa hari setelahnya, warga menangkap orangutan dan diserahkan ke pusat rehabilitasi Nyaru Menteng,” kata Koordinator Komunikasi dan Edukasi BOSF Monterado Fridman saat dijumpai Mongabay-Indonesia di Pulau Salat, Kabupaten Pulang Pisau (1/5).

Jelasnya, saat mendapat informasi keberadaan orangutan putih lewat foto seluler, staf BOSF langsung mendatangi lokasi. Awalnya, warga bermaksud memelihara orangutan itu, namun urung setelah mendapat penjelasan dan menyerahkan secara sukarela kepada pihak BOSF.

“Melihat kondisinya, kami bisa paham mengapa dia bisa dengan mudah ditangkap orang. Kondisi fisiknya lemah. Dan mungkin penglihatannya agak kurang awas,” katanya.

 

Orangutan albino. Foto: BOSF

 

Bukan Spesies Baru, Tapi Albino

Jamartin Sihite, CEO BOSF mengatakan, orangutan tersebut bukan merupakan spesies baru. Melainkan albino. Bulu, mata dan kulitnya berwarna putih.

“Menurut informasi, dia baru dua hari ditangkap oleh masyarakat. Sebelumnya liar di alam.  Setelah di-rescue, kami bawa ke tempat rehabilitasi dan lakukan tes.  Kami bisa pastikan orangutan ini bukan spesies baru, melainkan albino yang diakibatkan kelainan genetik. Itu bukan hal aneh, albino bukan penyakit,” ungkap Jamartin.

Orangutan tersebut dinyatakan albino setelah pihak BOSF memeriksa kondisi matanya, pigmen kulit dan bulunya. Ketika terkena cahaya senter misalnya, gerak matanya tidak cepat. Karenanya, dalam penanganannya di pusat rehabilitasi orangutan Nyaru Menteng, ia mendapatkan perlakuan khusus. Dalam waktu dekat BOSF akan mengirimkan sampel DNA kepada lembaga Eijkman, untuk mendapat hasil kajian yang lebih mendalam.

Jamartin, selanjutnya tidak bisa memastikan ada berapa banyak orangutan albino di alam liar. Data scientific mengenai keberadaan orangutan albino pun belum ada.

“Selama 25 tahun saya bekerja di Kalimantan, baru kali ini kami jumpai orangutan albino. Tapi jika melihat perbandingan yang terjadi pada manusia, kemungkinan albino itu satu berbanding 40 atau 50 ribu. Artinya ini sangat langka,” katanya.

Meski kondisinya cukup sehat, orangutan itu amat rentan terhadap cahaya matahari. Saat dibawa ke Nyaru Menteng kondisi fisiknya tampak lemah.

“Di pusat rehabilitasi kami kondisikan dia tidak mendapat cahaya terlalu banyak, agar dia terlihat nyaman. Dia rentan terhadap cahaya matahari. Kalau di tempat sangat terbuka, matanya akan semakin rabun dan penglihatannya akan semakin berkurang. Ini akan jadi titik perhatian kita untuk memutuskan dimana akan dilepasliarkan. Kita akan lihat bersama-sama”

Secara pribadi Jamartin menyebutkan khawatir jika orangutan tersebut dilepaskan di habitat alam liar tanpa kajian yang mendalam. Karena lewat perkawinan, dia akan melahirkan generasi orangutan albino lainnya dalam sebuah populasi.

Menurut Jamartin, tempat yang paling memungkinkan untuk lokasi pelepasliaran orangutan albino itu adalah Pulau Salat atau TN Bukit Baka Bukit Raya. Dengan begitu, dia dapat terus dipantau secara seksama. “Disana ada tim kami dan juga pemerintah yang stand by 24 jam.”

Saat ini, serangkaian observasi untuk memastikan kesehatan orangutan tersebut sedang dilakukan. Hasil pemeriksaan veses dan darahnya menunjukan orangutan tersebut mengalami infeksi cacing parasit (helminthiasis) dan dehidrasi.

“Kami sedang lakukan perawatan secara intensif. Cek pemeriksaan tuberkulosis, hepatitis, rontgen, dan kultur skultum. Kondisi nutrisinya kurang, sehingga dia lemah dan banyak infeksi penyakit,” Arga Sawung Kusuma, dokter hewan BOSF Nyaru Menteng menjelaskan.

Orangutan ini pun mengalami dehidrasi berat. Diindikasikan karena sebelum ditangkap, orangutan ini telah seminggu keluar dari hutan dan berada di lingkungan yang kurang sehat, yaitu wilayah permukiman dan perkebunan warga.

Secara umum katanya, orangutan tersebut masih menunjukkan perilaku liar. Karenanya ia punya peluang untuk segera dilepasliarkan kembali ke alam. “Namun harus dipastikan dulu kondisi kesehatannya.”

Jikapun dilepasliarkan, pihak BOSF akan memilih lokasi yang tutupan hutannya masih lebat, sehingga akan mengurangi orangutan itu terkena intensi paparan cahaya matahari secara langsung yang kuat.

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, ,