Dua Spesies Tarsius Baru yang Menginspirasi Yoda, Ditemukan di Sulawesi

 

 

Tepat saat kita merayakan Hari Star Wars (4 Mei), para peneliti mengumumkan ditemukannya dua spesies tarsius baru. Primata kecil unik ini, kabarnya yang menjadi inspirasi tokoh mahaguru Jedi Yoda.

Satwa nokturnal yang berat maksimum 120 gram saat dewasa ini, mampu melompat hingga 3 meter berkat rentang kakinya yang panjang. Proporsi panjang kakinya dengan panjang tangannya adalah terpanjang diantara primata lain.

Tarsius yang bisa ditemukan di pulau-pulau di Asia Tenggara, menggunakan kemampuan melompatnya itu untuk menangkap mangsa dengan ketepatan luar biasa. Sebagai satu-satunya primata karnivora murni di Bumi, makanan tarsius sebagian besar adalah serangga dan kadal.

Di antara mamalia lain, mata tarsius adalah yang terbesar jika dibandingkan dengan ukuran tubuhnya. Mata ini dipergunakan untuk menemukan makanan di gelapnya malam. Sebuah adaptasi luar biasa yang memberikan mereka penglihatan malam yang baik, bahkan tanpa adanya jaringan bola mata reflektif yang banyak dipunyai satwa nokturnal lain.

Mata tarsius begitu besar, bahkan, tidak dapat digerakkan. Namun, keterbatasan ini tergantikan dengan kemampuan memutar kepalanya 180 derajat ke arah manapun. Seperti yang dilakukan burung hantu.

 

Tarsius spectrumgurskyae. Foto: Myron Shekelle

 

Dua spesies baru ini, yang dideskripsikan dalam sebuah artikel yang diterbitkan dalam Jurnal Primate Conservation, ditemukan di semenjang bagian utara Sulawesi. Dengan ditemukannya anggota baru keluarga tarsius ini, sekarang ada 11 spesies tarsius yang diketahui hidup di Sulawesi dan pulau-pulau sekitarnya.

Dua spesies ini dinamai Tarsius spectrumgurskyae dan Tarsius supriatnai sebagai penghormatan kepada dua ilmuwan yang berperan penting dalam upaya konservasi di Indonesia. Adalah Dr. Sharon Gursky, profesor antropologi di Texas A&M University, AS, yang mendedikasikan 25 tahun hidupnya untuk mempelajari tarsius di Taman Nasional Tangkoko di Sulawesi Utara, yang dikenal sebagai ahli perilaku tarsius. Juga, Dr. Jatna Supriatna, profesor biologi di Universitas Indonesia, yang telah mensponsori berbagai riset konservasi di Indonesia, dan menjabat sebagai Direktur Conservation International di Indonesia selama 15 tahun.

 

Tarsius supriatnai. Foto: Lynn Clayton

 

Dua spesies tarsius dari Sulawesi ini adalah primata baru ke-80 dan 81 yang dideskripsikan sejak awal abad 21, menurut Russ Mittermeier, pendiri dan Executive Vice-Chair Conservation International yang juga menjabat sebagai Ketua IUCN/SSC’s Primate Specialist Group. “Ini hanya sekitar 16% dari seluruh spesies primata yang diketahui, sebuah indikasi betapa terbatasnya pengetahuan kita akan biodiversitas dan keunikan planet kita,” katanya.

“Jika kerabat yang terdekat dengan manusia saja belum spenuhnya selesai kita pelajari, bayangkan betapa banyaknya yang harus kita ketahui terkait kehidupan satwa-satwa lain di Planet Bumi” tambahnya. (Diterjemahkan oleh: Akhyari Hananto)

 

CITATION

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,