Longsor dan Banjir Bandang Magelang, Layakkah Wilayah Rawan Bencana bagi Pemukiman?

 

 

Moh Rodin, warga Dusun Sambungrejo, Desa Sambungrejo, Grabag, Magelang, Sabtu sore (29/4/17), berdiam di rumah. yang turun sejak tengah hari memaksa dia tak turun bertani. Tak berapa lama dia dikejutkan suara dari luar.

“Suaranya mbengung, seperti pesawat hendak mendarat. Tapi kok lama tidak berhenti,” katanya, Selasa (2/5/17), di Sambungrejo.

Diapun bergegas ke luar rumah. Betapa kaget saat menyaksikan hanya beberapa meter dari beranda rumah–dari jalur luncuran–, air bercampur lumpur bergejolak seinggi sekitar dua meter.

“Ada rumah terseret air, pohon. Batu-batu besar menggelinding menerjang apa saja.”

Warga lainpun beramai-ramai keluar, dan kentongan dibunyikan dari masjid dan rumah.

Usai kejadian diketahui lima rumah di Dusun Sambungrejo hancur terkena terjangan lumpur. Rumah-rumah itu di lereng, dan bawah cekungan, dengan kemiringan sekitar 30 derajat menuju bukit. Warga berupaya menolong dan mencari korban.

“Bidan Aryati ditemukan selamat jam sembilan malam, padahal kejadian sekitar pukul tiga sore,” kata Rodin. Aryati, kehilangan suami dan dua anaknya.

 

Bukit longsor

Edy Susanto, Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Magelang menjelaskan, banjir bandang terjadi karena luapan air membawa material lumpur, batu, dan kayu.

“Intensitas hujan tinggi menyebabkan tanah longsor di perbukitan di atas perkampungan,” katanya, kepada awak media.

Longsoran ini menutup aliran Sungai Ndaru, di Desa Citrosono, berbatasan dengan Desa Sambungrejo. Akibatnya, danau kecil terbentuk di atas perkampungan. Karena tal kuat menahan volume air, longsoran terjun ke bawah melewati cekungan di antara bukit-bukit dan menyeret semua yang dilewati.

 

Anak-anak mendapat layanan pemulihan dari trauma usai bencana. Foto: Nuswantoro

 

Warga lain, Al Fauzi, juga tokoh pemuda Sambungrejo mengatakan, penyebab banjir bandang karena hujan deras membuat longsor di pucuk Gunung Sokorini. Jaraknya sekitar lima kilometer dari desa.

“Isunya akan ada longsoran susulan, kita survei, kemarin dan tadi pagi. Memang ada beberapa titik longsor. Kami temukan sekitar 20 titik longsor.”

Longsoran, katanya, melewati tiga kawasan berturut-turut yaitu Nipis, Deles, lalu Sambungrejo. “Kejadian cepat sekali, selisih sekitar 10 menit. Air dan lumpur memenuhi cekungan kali. Padahal hari biasa debit air kecil.”

Berdasarkan penuturan warga, pada 1962 kejadian serupa pernah terjadi tetapi tak menimbulkan korban jiwa karena belum ada rumah-rumah berdiri di bantaran kali.

Letak Desa Sambungrejo di kaki Gunung Sokorini, dengan kondisi geografis berbukit-bukit. Di antara bukit-bukit itu terdapat anakan sungai yang oleh penduduk setempat disebut larik. Di larik inilah banjir bandang memporak porandakan Dusun Sambungrejo.

 

Evaluasi

Usai bencana, tim gabungan melakukan penyelidikan dan pemantauan di sekitar lokasi bencana. Deputi II Bidang Penanganan Darurat BNPB Tri Budiarto mengatakan, tim menemukan sekitar sembilan rekahan bukit di sekitar lokasi. Rekahan-rekahan ini berpotensi runtuh jika terjadi guyuran hujan cukup deras dan berlangsung lama.

“Tugas kami memastikan jika terjadi runtuhan baru tak akan membawa korban baru,” katanya di Kantor Kecamatan Grabag Magelang, Rabu (3/5/17).

Pemerintah Magelang juga melibatkan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) untuk penelitian kondisi tanah di sekitar lokasi banjir bandang. Hasil penelitian, akan jadi pertimbangan rencana relokasi permukiman warga ke lokasi lebih aman.

Sarwa Permana, Kepala BPBD Jawa Tengah, mengatakan, penelitian PVMB penting agar diketahui apakah kondisi tanah yang selama ini ditinggali warga labil atau tidak.

“Hasilnya akan jadi rekomendasi apakah warga segera relokasi atau diungsikan sementara,” katanya. Jika rekomendasi relokasi,  maka berdasar kajian ilmiah.

 

Zaenal Arifin, Wakil Bupati Magelang, kala datang lokasi bencana. Foto: Nuswantoro

 

Bersahabat dengan alam

Dalam kunjunganke Grabag, Magelang, Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa, berharap, peristiwa bencana alam bisa dikurangi. Mensos juga menyerahkan bantuan sosial kepada keluarga korban.

“Semoga bencana bisa direduksi. Kita semua bisa menjaga daya dukung alam lebih baik lagi,” katanya kepada Taruna Tanggap Bencana (Tagana), saat meresmikan mereka selesai tugasnya dalam membantu pencarian korban.

Pemerintah Magelang memprioritaskan untuk memulihkan keadaan di lokasi seperti sedia kala seperti renovasi rumah, dan penanganan warga trauma.

“Dari 13 korban, semua sudah ditemukan. Kita punya kewajiban yang sudah terjadwal.”

Pemerintah bertanggung jawab memulihkan kembali sekaligus memberikan pemahaman kepada masyarakat agar berhati-hati.

“Ini memang daerah rawan. Warga harus waspada. Kita harapkan warga akrab dengan alam jangan sampai berbuat sebaliknya. Kita harus selalu bisa berdampingan dengan alam,” kata Zaenal Arifin, Wakil Bupati Magelang.

Dia bilang, masalah relokasi tak mudah karena menunggu masukan berbagai pihak.

“Kalau memang nanti dinilai kawasan ini sangat berbahaya, ya harus relokasi. Kalau rumah rusak, kita bantu. Kita sudah punya data. Ada rusak berat, rusak ringan, semua kita bantu.”

Yogyo Susaptoyono, Wakil Ketua DPRD Magelang, menyatakan, bencana di Grabag di luar kendali manusia.

“Yang bisa kita lakukan siap menghadapi bencana. Magelang itu geografis berupa perbukitan, jadi rawan bencana. Sangat perlu informasi geospasial lengkap sebagai bahan menyusun peta kebencanaan,” katanya.

Menurut dia, relokasi langkah paling ideal tetapi berkaitan dengan kemauan masyarakat sendiri.

“Kadang mereka enggan relokasi karena berkaitan dengan kelangsungan hidup. Mungkin mereka tak mau meninggalkan lahan tempat bekerja.”

 

Relawan membersihkan sisa lumpur di SDN Sambungrejo. Foto: NUswantoro

 

Kerugian

Data BPBD Magelang menyebut, korban banjir bandang, 13 orang meninggal. Korban terakhir ditemukan Selasa  2 Mei, berjarak dua kilometer dari lokasi di Dusun Karanglo dan menandai penghentian pencarian korban di sekitar lokasi. Tiga korban selamat masih menjalani perawatan di RSU Tidar Magelang.

Selain menimbulkan korban jiwa dan luka-luka, banjir juga menyebabkan sejumlah hewan ternak, sepeda motor, mobil hilang, dan merusak sawah.

Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, dalam keterangan kepada media mengatakan, ada 71 rumah mengalami kerusakan, terdiri dari 25 rusak berat, 12 rusak ringan, dan 34 rumah terdampak.

Operasi tanggap darurat melibatkan personil dari BNPB, BPBD Jawa Tengah, BPBD Magelang, BPBD Klaten, BPBD Boyolali, BPBD Temanggung, BPBD Wonosobo. Juga, BPBD Kudus, TNI, Polri, Basarnas, Dinkes, Dishub Magelang, DPU (Binamarga Jawa Tengah dan Kab. Magelang), SAR Kab. Magelang, PMI, komunitas relawan seperti MDMC, Tagana, NU, dan dibantu masyarakat.

 

Lokasi banjir bandang di Magelang, yang menerjang rumah dan fasilitas umum serta menewaskan belasan orang. Foto: Nuswantoro

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,