Satu sosok tubuh satwa laut raksasa menyerupai cumi-cumi mengapung di laut, kemudian terdampar mati di Pantai Dusun Hulung, Desa Iha, Kecamatan Humual , Kabupaten Seram Bagian Barat, Maluku Selasa (10/4/17). Dari analisis foto dan video dipastikan satwa yang mati itu ternyata paus baleen yang sudah membusuk.
Satwa laut ini oleh warga, awalnya dikira cumi- cumi raksasa. Informasi berantai dari media sosial baik Facebook maupun WhatsApp diinformasikan ada temuan cumi- cumi raksasa mati dan terdampar di situ.
Belakangan setelah identifikasi, yang terdampar itu paus baleen dengan lambung membusuk. Paus ini memiliki panjang mencapai 20 meter dan lebar sekitar empat meter. Ia terdampar tepat pantai di Kaki Gunung Tembaga Tambang Batu Sinabar.
Informasi dari lapangan mengatakan, paus pertama kali ditemukan Asrul Tuanakota (37) warga setempat, Senin (9/5/17) malam. Asrul malam itu awalnya mengira benda raksasa ini perahu.
Penasaran, keesokan hari dia mengecek lagi memastikan benda apa semalam. Ternyata hewan raksasa terdampar. Dia kasih kabar ke kampung dan warga heboh.
“Awalnya warga menyangka hewan itu cumi-cumi raksasa,” kata Sofyan, warga setempat yang dihubungi Selasa malam.
Berdasarkan cerita nelayan, dua hari sebelumnya, mereka sudah melihat bangkai ini mengapung di laut sekitar Desa Iha. Hanya, mereka mengira bangkai kapal rusak hingga tak ambil pusing.
Alberto Maulani, Camat Kecamatan Haumual yang dihubungi dari Ternate Rabu (11/5/17) siang menceritakan, paus ini terdampar dan ditemukan warga Selasa (10/5/17). “ Beberapa hari sebelumnya bangkai satwa raksasa ini sudah dilihat nelayan mengapung di laut,” katanya.
Alberto datang ke lokasi. Dia melihat sebagian tubuh paus mulai rusak terutama perut. Akibatnya, bau busuk menyerbak sekitar. Meski begitu, warga seakan tak peduli tetap melihat bangka paus yang terdampar jauh dari perkampungan ini.
“Jauh dari pemukiman warga. Bau tak sampai mengganggu.”
Sejauh ini, Dinas Perikanan Maluku sudah turun mengidentifikasi paus itu. Alberto ikut mendampingi tim Dinas Perikanan dan Kelautan Maluku.
Dia mengatakan, tim belum mengidentifikasi jenis dan apa penyebab pasti kematian satwa raksasa ini. Tim Dinas Perikanan sudah mengambil sampel paus ini, misal, tulang dan beberapa bagian tubuh lain.
Tim Dinas Perikanan, katanya, menyampaikan dari pengamatan mereka tak ada tanda- tanda paus diburu atau dibunuh. “Kalau yang disampaikan tim Dinas Perikanan paus mati karena usia sudah tua.”
Dari hasil pengamatan, kasat mata paus ini berbeda dari biasa. Ia punya tulang di mulut yang menyerupai belalai gajah dengan panjang sekitar lima meter dan diameter sekitar 30 cm.
Paus rencana ditarik ke Ambon karena akan jadi bahan riset. “Saya dengar dari tim bangkai akan ditarik ke Ambon. Mereka menunggu air pasang untuk bisa ditarik sebagai bahan riset.”
Santoso Budi Widiarto Kepala Loka Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (LPSPL) Sorong yang membawahi Maluku termasuk Seram dihubungi Kamis (11/5/17) siang menjelaskan, ada staf yang turun memantau dan identifikasi paus terdampar ini.
“Staf kami, Robiandi di lapangan. Dia akan menghimpun informasi lebih lengkap terkait simpang siur berita menyangkut paus ini. Nanti dilakukan prosedur tepat setelah ditentukan jenis biota itu,”katanya.
LPSPL Sorong, katanya menyelidiki lebih pada penentuan jenis kode kejadian dan penanganan. Menyangkut penyebab kematian paus, mereka akan mengandalkan tes DNA dari sampel diambil pihak berkompeten seperti LIPI.
Untuk kondisi biota yang mati beberapa hari lalu itu, karena sudah masuk kategori kode empat– sudah mengalami pembusukan– jika dibiarkan terlalu lama akan menimbulkan pencemaran lingkungan dan berbahaya bagi penduduk sekitar.
“Saat ini masih didiskusikan apakah dikuburkan, ditenggelamkan atau dibakar hingga tak menimbulkan penyakit.”
Robiandi kala dihubungi mengatakan, sejauh ini bersama tim Dinas Perikanan Maluku belum mengidentifikasi mendalam. Namun mereka memastikan itu paus. Hanya jenis spesifik belum pasti.
“Belum identifikasi detil jenis raksasa ini. Ada tarik menarik antara ditenggelamkan atau dibakar agar tak mencemari baik laut maupun darat.”
Paus Baleen
Terdamparnya paus di Desa Iha menimbulkan banyak spekluasi terutama kepastian paus atau bukan. Menurut Dwi Suprapti, Marine Species Conservatian WWF Indonesia mengatakan, sesuai analisa foto dan video beredar di media sosial satwa terdampar itu merupakan mamalia Llaut dengan klasifikasi paus baleen atau paus sikat (baleen whale). “Satwa ini bukan cumi raksasa sebagaimana viral disebutkan sebelumnya,” katanya.
Berdasarkan foto- foto yang tersedia menunjukkan, ada tulang belakang (vertebrae) terlihat jelas. Di mana vertebrae tak dimiliki cumi- cumi karena cumi merupakan hewan invertebrate atau tidak bertulang belakang.
Terlihat juga ada otot rahang bawah disebut ventral grooves. Ventral grooves hanya dimiliki paus baleen, di mana berfungsi sebagai otot yang fleksibel dan dapat mengembung seperti balon saat paus sedang makan.
Grooves inilah yang memperkaut identifikasi mengarah kepada paus baleen dan menjadi bagian penting dalam mengidentifikasi. “Meskipun telah membusuk bagian ini cenderung terlihat jelas.”
Selain itu terlihat ada dua tulang panjang pada bagian depan yang menjulur menyerupai gading gajah. “Ini bukan gajah laut sebagaimana disebutkan beberapa pihak.”
Tulang itu, katanya, adalah tulang rahang bawah (Os) mandibula yang telah terbuka dari otot rahang karena proses pembusukan. Terakhir terlihat ada baleen atau sikat sebagai pengganti gigi yang berguna sebagai filter feeder (penyaring makanan) saat paus baleen sedang makan. Bagian ini, katanya, jadi salah satu ciri dalam mengidentifikasi paus baleen.
“Berdasarkan hal-hal di atas makin memperkuat satwa yang terdampar itu paus baleen bukan cumi raksasa.”
Namun Dwi tak dapat menyebutkan jenis paus ballen secara spesifik mengingat kondisi telah terdampar dan telah membusuk (kode 4) hingga bentuk fisik telah berubah.
Untuk dapat menentukan secara spesifik , katanya, melalui analisis DNA. “Saya anjurkan ambil sampel bagian tubuh satwa ini untuk dikirim ke laboratorium genetika guna diidentifikasi lebih lanjut tentang spesies sekaligus mengumpulkan bank genetic jenis mamalia laut di Indonesia.”
Sampel paling mudah diambil, katanya, adalah potongan sikat pada bagian mulut. “Masukkan dalam alkohol dan kirim ke laboratorium genetika yang telah memiliki kemampuan analisis mamalia laut seperti ke Universitas Udayana Bali, IPB atau LIPI,” katanya seraya memperkirakan paus mati sekitar semingguan.
Penyebab paus terdampar pencemaran laut?
Fenomena paut terdampar dan mati di laut Maluku dan Maluku Utara dalam tiga tahun terakhir ini terbilang tinggi. Di laut Maluku Utara ada lima paus terdampar dan mati di kampung- kampung Pulau Halmahera, Tidore dan Kepulauan Sula dari 2013 hingga akhir 2016.
Soal ini, kata Nurkhalis Wahidin, peneliti di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Khairun Ternate, mengatakan, terdampar dan mati paus karena beberapa faktor misal usia, maupun dugaan laut daerah ini tercemar.
Penyebab pencemaran ini, katanya, bisa macam- macam, seperti sampah dan polutan cair dan terlarut. Pencemaran di laut ini berdampak pada perambatan gelombang suara di laut.
Paus, katanya, pakai gelombang suara atau sonar untuk bernavigasi di dalam air baik menentukan arah maupun berkomunikasi antar sesama. Gelombang suara yang merambat dalam air sendiri tergantung sifat kimia air laut.
Ketika laut tercemar sangat mengganggu sistem navigasi mamalia laut yang mengandalkan gelombang suara untuk navigasi itu. Akhirnya mamalia ini mengalami disorientasi. Mamalia ini tak bisa lagi menentukan arah tepat dan akhirnya terjebak di daerah dangkal.