Di Nyaru Menteng, Siti Nurbaya Janji Tambah Lokasi Pelepasanliaran Orangutan di Kalteng

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Siti Nurbaya Bakar, Jumat (12/05) mengunjungi Pusat Rehabilitasi Orangutan Nyaru Menteng, Palangkaraya ditemani oleh Erik Solheim, Direktur Eksekutif UN Enviroment. Dalam kunjungan ke “sekolah hutan” yang dikelola BOSF (Borneo Orangutan Survival Foundation) itu, ia berjanji sekembalinya ke Jakarta akan mempelajari dokumen-dokumen yang ada yang memungkinkan bagi tambahan lokasi pelepasliaran orangutan.

“Tadi pihak BOSF melaporkan, mereka kekurangan space lokasi pelepasliaran. Yang sudah dijajaki kan di Kabupaten Pulang Pisau. Saya akan cek dan lihat lagi ruang-ruang mana yang memungkinkan,” papar Siti. Dia menyebut hal ini sejalan dengan komitmen pemerintah untuk menjaga sekaligus meningkatkan populasi orang utan di habitatnya.

Denny Kurniawan,  Manajer BOSF Nyaru Menteng menyambut gembira janji dari Siti Nurbaya. Menurutnya, saat ini meski sudah memiliki dua lokasi pelepasliaran yakni Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya dan Hutan Lindung Bukit Batikap, namun hal itu dirasa masih belum mencukupi.

“Itu memang tidak cukup meskipun untuk orangutan yang ada saat ini di BOSF Nyaru Menteng. Apalagi nanti kalau ada orangutan yang masuk dan tambah lagi. Kita masih perlu lagi tambahan tempat. Ibu Menteri tadi juga bilang, kalau itu memang di kawasannya pemerintah, ya mengapa tidak? Mudah-mudahan komitmen bu Menteri untuk mempermudah dapat izin kawasan untuk orangutan bisa direalisasikan,” paparnya.

Selama ini katanya, proses untuk mendapatkan perizinan untuk lokasi pelepasliaran orangutan cukup sulit. Sebab banyak faktor yang jadi pertimbangan.

“Karena untuk perizinan ini tidak hanya izin langsung dari pemerintah pusat, tapi juga ada dari pemerintah daerah. Nah ini yang kami masih kesulitan, bagaimana agar pemerintah daerah dapat mendukung upaya kami lewat rekomendasi, yang langsung dapat disetujui pemerintah pusat,” ujarnya.

Seperti diketahui, habitat orangutan di Kalimantan Tengah, terus mendapat ancaman akibat deforestasi dan konversi kawasan hutan untuk perkebunan. Banyak orangutan yang terpaksa keluar dari hutan ke area permukiman dan perladangan sekedar untuk mencari makan. Tak urung hal ini membuat konflik antara manusia dan satwa liar meningkat.

 

Menteri LHK Siti Nurbaya dan Direktur Eksekutif UN-Environment Erik Solheim saat mendapat cenderamata dari pengelola BOSF Nyaru Menteng. Foto: Indra Nugraha

 

Sambut Gembira Kedatangan Perwakilan PBB

Di sisi lain, terkait kedatangan perwakilan PBB untuk melihat Pusat Rehabilitasi Orangutan Nyaru Menteng secara langsung, Menteri Siti Nurbaya memandang hal tersebut sebagai hal yang positif. Dengan begitu, badan dunia tersebut dapat melihat upaya yang sudah dikerjakan oleh masyarakat dan Pemerintah Indonesia untuk menjaga populasi satwa tersebut sekaligus menjaga habitatnya, khususnya di hutan dan lahan gambut.

“Kita bersyukur pak Erik bisa langsung melihat dan melakukan penilaian terhadap apa yang dilakukan oleh Indonesia. Saya juga menjelaskan policy apa saja yang sudah dibangun dari Presiden. Bagaimana kita mengelola dan mengatasi segala konflik kepentingan terkait dengan gambut itu akan jadi  catatan bagi dunia,” katanya.

Direktur Eksekutif UN-Environment Erik Solheim menyampaikan kegembiraannya dapat berkunjung ke Pusat Rehabilitasi Orangutan BOSF Nyaru Menteng.

“Kita tahu orangutan memiliki kemiripan DNA sebesar 97 persen dengan manusia. Atas dasar itu spesies ini sangat membutuhkan perlindungan, juga untuk habitatnya dan melihat pekerjaan yang sudah dilakukan itu sangat fantastik,” katanya.

Lebih lanjut Solheim juga mengapresiasi apa yang sudah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia untuk menjaga populasi satwa endemik Kalimantan dan Sumatera tersebut.

“Saya juga mau berterima kasih kepada Ibu Siti dan Presiden Jokowi, karena Indonesia sekarang menjadi yang terdepan dalam menjaga dan mengembangkan lingkungan. Di tahun 2016 sudah banyak pekerjaan rumah yang dimulai dan diselesaikan dalam menjaga gambut dan deforestasi. Sangat berani, dan sangat penting untuk Indonesia dan juga dunia,” katanya.

 

Penanganan Orangutan Albino

Dalam kesempatan yang sama, Menteri LHK dan rombongan pun sempat melihat secara langsung kondisi orangutan albino yang ditemukan beberapa waktu lalu. Hingga saat ini pihak BOSF masih melakukan serangkaian evaluasi untuk memastikan kondisi kesehatan orangutan tersebut.

“Sampai saat ini kita masih mengevaluasi dulu. Karena ini kasus pertama kali terjadi. Kami ada komunikasi dengan ahli satwa albino di Jerman untuk tahu bagaimana proses treatment orangutan tersebut ke depannya,” jelas Denny.

Menurutnya, sejauh ini kondisi orangutan tersebut terus membaik. Dari awalnya terlihat mengalami trauma, agak kurus, sekarang mulai terlihat agak sehat.

“Tapi kami sekarang ini masih menunggu beberapa hasil laboratorium. Kami belum berani untuk terlalu banyak mengambil sampel darahnya. Karena setiap kali tubuhnya disuntik, dia timbul banyak ruam. Kondisinya sangat sensitif. Kami masih menunggu saran atau rekomendasi dari para ahli,” paparnya.

Denny juga mengatakan, pihaknya hingga saat ini juga masih belum bisa memastikan dimana lokasi yang tepat untuk melepasliarkan orangutan albino tersebut.

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, ,