Mencari Lahan Tambahan buat Relokasi Pengungsi Sinabung

 

Erupsi Gunungapi Sinabung, di Kabupaten Karo, Sumatera Utara, terus terjadi. Data Pos Pengamatan Gunung Sinabung, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) sejak 2 hingga 7 Februari 2017 pagi, terjadi 47 kali erupsi.

Sejak 6-7 Februari 2017 pagi, terjadi erupsi delapan kali letusan tanpa disertai suara dentuman. Kolom abu putih tebal keabuan mencapai ketinggian 1.000-2.000 meter dari puncak Sinabung, condong mengarah ke Timur. Erupsi juga disertai guguran lava meluncur sejauh 500-2.000 meter ke Selatan, Tenggara, dan Timur, Kabupaten Karo.

Erupsi berlanjut. Pada 1 Mei 2017 oukul 20.42 erupsi Sinabung tinggi kolom abu 1.500 meter, dan lama gempa 319 detik, angin perlahan ke Barat Daya Kabupaten Karo. Lalu 2 Mei 2017,  erupsi kembali terjadi sekitar pukul 10.39, tinggi kolom abu sekitar 1.800 meter.

Baca juga: Buat Pertanian Pengungsi Sinabung, KLHK Izinkan Pemanfaatan 416 Hektar Hutan Siosar

Armen Putera, Ketua Pos Pengamatan Gunung Api Sinabung, mengatakan, jarak tujuh kilometer dari puncak Sinabung yaitu sektor Selatan-Tenggara, enam kilometer sektor Tenggara-Timur, dan empat kilometer Utara-Timur, harus berhati-hati mengingat erupsi terus terjadi.

Dia mengimbau, masyarakat tetap waspada. Masyarakat ataupun wisatawan dilarang berktivitas dalam radius 3 kilometer dari puncak Sinabung.

“Masyarakat di dekat bendungan Sungai Laborus yang berhulu dari Sinabung, juga harus lebih berhati-hati, dan meningkatkan kewaspadaan ancaman bahaya banjir lahar dingin.”

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat ada ribuan masyarakat Karo tinggal berjarak radius tiga kilometer dari Sinabung terpaksa mengungsi ke lokasi lebih aman.

Lantas bagaimana nasib para korban erupsi Sinabung yang hingga kini masih mengungsi di sejumlah lokasi pengungsian?

Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, menjelaskan, dengan makin meluas daerah berbahaya, jumlah yang harus relokasi bertambah.

Pemerintah Karo, katanya, kesulitan mencari lahan relokasi. Relokasi tahap I sebanyak 370 keluarga sudah selesai di Hutan Siosar. Jarak  sekitar 35 kilometer dari desa asal, yaitu Desa Bekerah dan Simacem. Masyarakat mendapat bantuan rumah, lahan pertanian seluas 0,5 hektar per keluarga dan bantuan lain.

Pemerintah sedang bekerja keras menyelesaikan relokasi tahap II untuk 1.903 keluarga. Sebanyak 1.655 rumah target selesai Agustus 2017. Selanjutnya,  masih ada 1.050 keluarga harus relokasi tahap III.

Sutopo bilang, penghambat utama ketersediaan lahan. Lahan relokasi pemukiman dan tani belum tersedia sepenuhnya. Lahan tapak rumah sudah siap di Hutan Siosar, untuk 2.053 keluarga seluas 250 hektar tetapi tak tersedia lahan usaha tani, hingga masyarakat tak bersedia relokasi.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, telah memberikan lahan seluas 6.300 hektar, cukup untuk permukiman dan usaha tani. Di lapangan, lahan ini sudah dikuasai pihak lain. Jadi perlu izin pinjam pakai kawasan hutan seluas 750 hektar, guna menampung relokasi 1.271 keluarga.

Tanpa lahan baru, relokasi terhambat. Masyarakat, katanya, akan lebih lama tinggal di pengungsian dan sulit membangun kehidupan lebih baik.

 

Gunung Sinabung terus erupsi. Foto: Ayat S Karokaro

 

Terkelin Brahmana, Bupati Karo kepada Mongabay mengatakan, sejak beberapa tahun erupsi Sinabung terjadi, warga mengungsi terus bertambah.

Pemerintah terus mengklasifikasi mana pengungsi, mana bukan guna mendapatkan data kongkrit. Belum lagi ada tambahan desa rawan jika ditempati, yaitu Desa Sigarang-garang, Sukanalu, Huta Gukgung, dengan warga sekitar 200 orang.

“Beberapa desa sudah mengusulkan Pemerintah Karo, nama-nama warga yang tinggal di beberapa desa rawan erupsi Sinabung. Kita masih terus mendata agar mengetahui berapa luas lahan yang dibutuhkan,” katanya.

Terkelin mengatakan, kini masih mengalami kendala kekurangan lahan baru untuk relokasi mandiri tahap III, hingga Pemkab Karo mengajukan ke Pemerintah Sumut.

Saat ini, surat menyurat kepada pemerintah pusat sudah disampaikan agar menyediakan lahan baru 900 hektar lebih buat relokasi tahap III.

“Ini kita ajukan 900 hektar lebih. Gak mungkin ratusan hektar langsung ditanami lahan pertanian dan pembangunan tahap III. Disana ada lembah dan perbukitan serta batu cadas yang memiliki kemiringan. Namun saya fokus di Siosar karena masih cukup aman, jauh dari Sinabung, ” ucap Terkelin.

Sampai kini, relokasi tahap III tetap fokus di sekitar Hutan Siosar tetapi karena masuk hutan lindung, katanya, dengan mengajukan permohonan kepada KLHK.

 

Pengungsi di Karo

Bagaimana nasib para pengungsi di Karo? Di posko pengungsian Desa Korpri, Kecamatan Berastagi, Karo, para pengungsi terdiri dari anak-anak, orangtua dan perempuan masih bertahan. Mereka tidur pakai alas seadanya. Dapur umum untuk memasak jadi satu.

Kala saya kesana awal Mei, tampak orangtua menbersihkan lokasi pengungsian, dan sebagian ibu-ibu menyiapkan makanan buat sarapan. Anak-anak korban erupsi Sinabung sibuk mandi, bersiap ke sekolah.

Ananda Sembiring, tampak mencari baju sekolah. Dia tak ingin telat masuk, walau kondisi memprihatinkan hidup dalam tenda pengungsian. Sepatu dan tas lusuh.

“Kalau sore hingga habis magrib aku belajar sama ibu. Mudah-mudahan ‘Bolang Karo’ (sebutan untuk Sinabung) bisa berhenti meletus, supaya kami bisa pulang kampung, ” katanya tak tahu kalau Desa Sukanalu, tak lagi boleh ditempati.

 

Anak-anak korban erupsi Senabung yang hidup di pengungsian. Foto: Ayat S Karokaro

 

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , ,