Kendala Pelepasliaran Orangutan. Sulit, Mahal dan Tidak Boleh di Sembarang Lokasi

Seminggu ini sepuluh individu orangutan telah dilepaskan di hutan konservasi yang ada di Kalimantan Tengah. Empat individu orangutan dilepaskan oleh  Orangutan Foundation International (OFI) di kawasan Sungai Buluh, Taman Nasional Tanjung Puting (22/05). Menyusul kemudian, enam individu orangutan dilepaskan oleh Yayasan Borneo Orangutan Survival (BOS) di Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (23/05).

Seluruh individu orangutan tersebut sebelumnya telah menjadi penghuni di pusat rehabilitasi milik OFI maupun milik BOS. Namun, masih ratusan orangutan lain yang menunggu pelepasan liaran selanjutnya. Hal ini mengindikasikan upaya pelepasanliaran bukan tidak menjumpai kendala di lapangan.

“Selama ini kendala yang dihadapi OFI adalah lokasi hutan untuk pelepasliaran orangutan. Dulu kan ada Permenhut 280 bahwa lokasi pelepasliaran itu diusahakan di lokasi yang tidak boleh ada populasi aslinya,” jelas Fajar Dewanto, Direktur Lapangan OFI.

“Kalau kami prinsip utamanya jelas, hutan harus aman dari gangguan manusia dan potensi sumber pakannya mencukupi,” tuturnya kepada Mongabay Indonesia di Pangkalan Bun.

Untuk tahun ini, OFI menargetkan 60 individu orangutan untuk dilepasliarkan. Menurut Birute Galdikas, Presiden OFI, sejak 1971 pihaknya telah melepasliarkan lebih dari 500 individu orangutan. Dengan dilepasliarkannya empat orangutan minggu ini, tahun ini total sudah 8 individu orangutan yang dilepasliarkan oleh OFI di Sungai Buluh.

Status satwa yang ada di OFI semuanya titipan. Di Pusat Rehabilitasi terdapat 338 individu orangutan. Belum lagi diitambah sekitar 10 individu beruang, kasuari, owa dan binturong. Mayoritas berasal dari serahan warga yang lama dipelihara.

Untuk melepas individu orangutan bukan perkara mudah. Setelah berada di pusat rehabilitasi dan lokasi pre rilis, setidaknya diperlukan waktu enam hingga tujuh tahun untuk dilatih agar bisa liar kembali.

Kendala serupa dihadapi oleh Yayasan BOS.

“Kami minggu ini melepasliarkan 6 orangutan yang terdiri dari 5 betina dan 1 jantan. Masih ada 400 lagi orangutan yang ada di kandang-kandang kami,” jelas, Jamartin Sihite, CEO BOS di Palangka Raya.

Dia menyebut, dari 400 orangutan itu, pihaknya menargetkan mengembalikan sekitar 200 orangutan pada tahun 2017 ini. Seratus ke hutan alami yang masih asli dan seratus sisanya lagi ke hutan pra-pelepasliaran di Pulau Salat, Pulang Pisau.

“Kalau BOS sendiri nggak akan bisa mengerjakannya. Semua pihak harus bekerjasama menjadi penyelesaian masalah,” lanjut Jamartin Sihite. Kebanyaan orangutan yang ada di fasilitas reintroduksi Nyaru Menteng milik BOS memang orangutan korban konflik.

Dia lalu menyebut perlu ada dukungan pemerintah dan pihak swasta, khususnya mereka yang bertanggungjawab merusak lingkungan di masa lalu. Untuk diketahui merawat orangutan hinggap pelepasliarannya berbiaya sangat mahal.

Jika Galdikas dan Jamartin mengeluhkan soal ketersediaan hutan di Kalteng yang tidak mencukupi, hal tersebut dapat dipahami.

Pemilihan lokasi pelepasanliaran harus melalui kajian serius. Untuk OFI, kawasan Sungai Buluh dianggap lokasi ideal. Dengan tutupan hutan yang lebat dan berada dalam zona rimba dan inti TN Tanjung Puting. Selain di Sungai Buluh, OFI juga melepasliarkan orangutan di wilayah konsesi perusahaan restorasi ekosistem PT Rimba Raya Conservation (RRC) di Seruyan. “Kami bermitra dengan mereka,” ungkap Fajar.

Adapun, kawasan milik PT RRC bersentuhan lansung dengan TN Tanjung Puting. Luas konsesinya yang berada di Seruyan sekitar 47 ribu hektar.

Menurut Fajar, di kawasan konsesi PT RRC sudah ada 19 individu orangutan yang dilepasliarkan. Meski di wilayah tersebut terdapat populasi asli orangutan, namun masih dianggap aman dan memungkinkan dijadikan lokasi pelepasliaran orangutan.

Hasil survey OFI tahun 2014, jumlah maksimal orangutan di lokasi tersebut sebanyak 100 individu. Begitu pun di Sungai buluh, juga 100 individu.

Selain dengan PT RRC, OFI menjalin kerjasama dengan Sinar Mas, grup perusahaan sawit. Menurut Fajar, kerjasama dengan Sinar Mas hanya semata untuk kegiatan pelepasliaran orangutan. Sepanjang 2011 hingga 2013, Sinar Mas membantu pelepasliaran 40 individu orangutan, yang kemudian diperpanjang lagi dengan target 60 individu.

“Yang sudah dilepasliarkan di wilayah kami 9 individu, kemudian beberapa waktu yang lalu lima ekor. Jadi total baru 14 individu,” jelas Antonius Jonatan, General Manager PT RRC saat menjelaskan pada Mongabay Indonesia.

Jonatan menyebut pihaknya pun membantu dana bulanan untuk operasional OFI, katanya itu sebagai bentuk dukungan perusahaannya untuk konservasi orangutan. Baginya, selama wilayah konsesinya memungkinkan untuk pelepasan, dia mempersilakan OFI untuk menambah jumlah orangutan.

“Tergantung hasil survey daya dukung yang dilakukan OFI,” sebutnya

 

Kipoy orangutan betina yang dilepasliarkan minggu ini di TN Bukit Baka Bukit Raya. Dok: BOS

 

Pemerintah Kemana? 

Selain kesulitan dengan lokasi pelepasliaran orangutan. Masalah yang mengganjal adalah selama ini pemerintah dianggap tidak pernah secara serius membangun pusat rehabilitasi. Padahal merujuk dokumen rencana aksi orangutan nasional, pemerintah harusnya perlu berperan serius dan menjadi penanggungjawab utamanya.

Tak heran jika Fajar pun tampak kesal. Keterbatasan fasilitas di BKSDA misalnya, menyebabkan tidak saja orangutan, tapi satwa lainnya pun dititipkan di pusat rehabilitasi.

“Kami sudah bantu proses rehabilitasi. Kita ada orangutan action plan sampai 2017. Dimana kemajuannya, peran pemerintah dimana?”

Padahal disisi lain, karena hilang dan rusaknya habitat, jumlah orangutan di pusat rehabilitasi tak kunjung berkurang.

“Ibaratnya kita lepas hari ini sepuluh, minggu berikutnya ada yang masuk lagi ke pusat rehabilitasi. Itu masih terus terjadi. Bahkan di pusat rehabilitasi semakin banyak titipan ke kami, termasuk beruang juga. Sudah orangutan banyak, kok kami jadi ngurus beruang juga?” ujarnya.

Ia berharap pemerintah juga pro aktif untuk menyediakan hutan yang aman dijadikan lokasi pelepasliaran orangutan dan satwa liar lainnya. “Kami sempat ditawari Pemkab Lamandau untuk lokasi pelepasliaran, tapi hasil survey awal lokasi, medannya berat. Berbukit dan juga banyak pemburu. Masih perlu proses panjang.”

Provinsi Kalimantan Tengah memang merupakan salah satu habitat alami dari orangutan kalimantan. Sayangnya karena beragam peruntukan, terbesar untuk perkebunan sawit, fragmentasi habitat orangutan terus terjadi. Penyelamatan individu orangutan yang terjebak di kebun-kebun sawit maupun milik masyarakat menjadi perhatian penting. Belum lagi masalah konflik dengan manusia, yang ujung-ujungnya orangutan dibunuh atau cacat tubuh.

“Harapannya, ini menjadi seruan kepada semua pihak untuk memperhatikan ancaman kepunahan orangutan yang populasi tertingginya justru berada di provinsi Kalimantan Tengah,” jelas Rosenda Chandra Kasih, Landscape Coordinator USAID LESTARI, lembaga yang turut membantu dukungan bagi kegiatan pelepasliaran orangutan yang dilakukan Yayasan BOS.

Status orangutan yang sudah sangat terancam punah harusnya membuat semua pihak waspada. Juga perlu memberi solusi dan kontribusi bagi penyelamatan habitatnya yang tersisa.

“Salah satu tujuan adalah menciptakan populasi orangutan liar yang baru, yang dapat bertahan hidup dan berinteraksi normal dengan ekosistem habitat di sekitarnya,” tutup Rosenda.

 

Carmen, orangutan betina yang dilepasliarkan di TN Bukit Baka Bukit Raya. Dok: BOS

 

Profil Enam Orangutan yang Dilepaskan oleh Yayasan BOS

Ranesi. Orangutan betina ini diselamatkan 30 Juli 2005, dari seorang warga di Kota Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur. Pada 2 Maret 2015, Ranesi dipindahkan ke pulau pra-pelepasliaran Kaja. Di sana Ranesi menghabiskan sebagian besar waktunya di atas pohon, dan tumbuh menjadi pencari pakan alami ulung. Kini di usianya yang ke-16 dengan berat badan 35,4 kg, Ranesi telah siap hidup di habitat alami.

Zoe. Ia diselamatkan dari warga di Desa Pundu, Kabupaten Kotawaringin Timur, 10 September 2004. Betina ini tiba di Nyaru Menteng dalam kondisi yang memprihatinkan, terdapat luka melingkar bekas ikatan tali pada pangkal kedua kakinya. Setelah lulus dari Sekolah Hutan, Zoe menempati Pulau Kaja pada 2 Maret 2015. Di Pulau Kaja ia selalu menjauhi teknisi dan suka menyendiri. Ia juga penjelajah handal dan pandai mencari pakan alami. Zoe kini telah berusia 16 tahun dengan berat badan 33 kg.

 

Ranesi, orangutan betina yang dilepasliarkan di TN Bukit Baka Bukit Raya. Dok: BOS

 

Susan. Ia disita pada 9 November 2006, dari warga di Desa Mantangai, Kabupaten Kapuas. Orangutan betina ini cerdas, menangkap cepat semua pelajaran yang diajarkan. Susan sempat mengalami pra-pelepasliaran di Bangamat, tempatnya berkembang dan bersosialisasi dengan baik, serta pandai mendapatkan pakan alami. Setelah 11 tahun masa rehabilitasi, Susan kini berusia 13 tahun dengan berat badan 40,4 kg.

Kato. Jantan yang diselamatkan pada 24 Juni 2003 dari seorang warga yang memeliharanya di Desa Katunjung, Kabupaten Kapuas. Pada 3 Maret 2015, ia dipindahkan ke Pulau Kaja, tempat ia berkembang menjadi figur dominan dan disegani orangutan lainnya. Kato kini berusia 16 tahun dengan berat badan 79 kg dengan bantalan pipi yang mulai tumbuh.

 

Susan, orangutan betina yang dilepasliarkan di TN Bukit Baka Bukit Raya. Dok: BOS

 

Carmen. Orangutan betina yang tiba di Nyaru Menteng pada 10 Februari 2004 diselamatkan dari seorang warga di Desa Tumbang Mangkutub, Kabupaten Kapuas. Saat itu betina ini masih berusia 2 tahun dengan berat badan 5,5 kg. Carmen menjalani tahapan sekolah hutan sampai akhirnya pindah ke Pulau Kaja pada 3 Maret 2015. Setelah 13 tahun mengembangkan keterampilan, Carmen kini siap menjelajah hutan.

Kipoy. Betina ini diselamatkan dari sebuah konsesi perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Kotawaringin Timur. Ia tiba di Nyaru Menteng pada 23 Juli 2006, saat berusia 3 tahun dan berat badan 4,3 kg. Kipoy termasuk pandai dan kemampuannya terus berkembang. Ia dipindahkan ke Pulau Bangamat pada 24 November 2014, dan beradaptasi dengan baik di sana. Kipoy kini telah berusia 14 tahun dengan berat badan 37,2 kg.

 

Zoe, orangutan betina yang dilepasliarkan di TN Bukit Baka Bukit Raya. Dok: BOS

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,