Menikmati Pantai dan Sedapnya Olahan Ikan di Sengkidu

Bagaimana laut memberi berkah dan merusak ketika diganggu? Semua ada di Sengkidu, sebuah desa dekat kawasan wisata Candidasa di Kabupaten Karangasem, Bali Timur.

Tiga orang nelayan sedang bersantai di Pantai Segara, Sengkidu. Mereka duduk di pinggir beton yang membatasi daratan dan debur ombak. Hanya ini sepetak pantai berpasir putih yang cukup leluasa digunakan untuk mandi dan bersantai di kawasan wisata ini.

Pantai Segara menjadi titik keramaian terutama saat liburan. Ada yang mandi, main layangan, duduk sambil menikmati kopi dari warung sekitar, atau nelayan yang sedang berkumpul. Sebuah wantilan, ruang terbuka untuk Kelompok nelayan Candi Bahari.

 

 

Perahu nelayan terombang-ambing mengikuti gelombang. Turis yang menginap di hotel depan pantai berjemur atau turun ke laut. Menikmati sisa kecantikan pesisir Candidasa di masa lalu dari hanya sepetak pantai ini. Kepulauan Nusa Penida terlihat di kejauhan.

Abrasi sejak 1990-an memakan daratan termasuk bangunan pariwisata, pemukiman, dan tempat persembahyangan. Salah satunya sebuah tempat sembahyang yang digunakan warga untuk menyucikan diri. Kompleks ini menyisakan sebuah tugu di tengah laut pantai Segara. Jejak abrasi yang menambah pesisir sampai sekitar 100 meter ke arah daratan.

Salah satu penyebab abrasi adalah habisnya karang-karang yang mengurangi kekuatan ombak sampai pesisir. Sejumlah warga termasuk nelayan mengakui itu.

“Dulu banyak yang mengambil karang untuk penghidupan,” ujar Nyoman Gunung, salah satu nelayan. Selain mencari ikan, karang adalah salah satu sumber penghasilan warga sekitar. Bongkahan karang putih selain menjadi bahan bangunan untuk tempat tinggal juga dijual.

Jika masuk ke laut, tersisa karang-karang mati atau sedikit koral baru. Hamparan karang ini cukup luas. Jelang sore hari, air surut dan warga banyak berjalan sampai di barisan krib-krib yang banyak dibangun untuk memecah ombak. Mengurangi laju abrasi.

 

Pantai Segara, salah satu petak pantai yang tersisa di Sengkidu. Foto: Luh De Suriyani

 

Gunung berkisah, jumlah nelayan aktif makin berkurang melaut. Kelompoknya, Candi Bahari beranggotakan sekitar 30 orang. Hasil tangkapan jauh berkurang dibanding 10-30 tahun sebelumnya.

Namun mulai tahun lalu mulai banyak bantuan untuk nelayan. Misalnya bantuan modal untuk perbaikan perahu, alat tangkap, sampai asuransi kesehatan nelayan. Ia memperlihatkan Kartu Asuransi Nelayan yang preminya Rp175 ribu dibayarkan pemerintah, berlaku setahun dari 21 November 2016 sampai 21 November 2017. Tanggungan diberikan untuk nelayan dari sakit, kecelakaan, sampai meninggal.

“Saya pernah jatuh naik motor di jalan karena vertigo kumat, tapi setelah nyetor kartu jadi dibayar setengah dari biaya,” tutur Gunung soal pengalamannya mengklaim. Ia terbantu dengan kartu asuransi ini.

Makin sedikitnya tangkapan tentu berkurang penghasilan. Melaut saat ini bagi nelayan lain, Nyoman Radeg juga penuh ketidakpastian. Harus siap merugi. Misalnya jika melaut perlu sekitar 5 liter bensin, belum tentu hasil tangkapan menutup biaya beli bahan bakar mesin. “Paling dapat 2 atau 3 ekor,” keluhnya.

 

Pepes ikan olahan Komyah yang digemari warga. Foto: Luh De Suriyani

 

Pengolah ikan

Dari pantai Segara yang menenangkan sekaligus rapuh terancam abrasi ini, mari melangkahkan kaki sekitar 20 menit ke rumah penduduk bernama I Wayan Puja. Warga setempat lebih mengenalnya dengan I Komyah. Pria lewat tengah baya yang terkenal sebagai nelayan, pemasok ikan ke restoran-restoran sekitar, dan mengolahnya menjadi menu tradisional enak.

Menjejakkan kaki di halaman rumahnya, harum pepes menyeruak. Seorang perempuan sedang mengasapi barisan pepes ikan. Ikan-ikan dari pesisir sekitar dirempahi dengan dua jenis bumbu. Pertama kombinasi cabe besar, kecil, dan terasi. Warnanya merah.

Kedua, bumbu lebih lengkap dengan bawang merah, putih, jahe, lengkuas, cabe, dan lainnya berwarna lebih hijau. Potongan ikan dicampur bumbu lalu dibungkus daun sampai dua lapis. Tebalnya daun membuat daging juicy atau tak kering saat dibakar.

Ada juga sate ikan kombinasi bumbu, parutan kelapa muda, dan potongan ikan. Bumbu dicampurkan ke parutan kelapa muda. Dimulai dengan menusuk potongan daging ikan lalu dililit campuran kelapa berbumbu tadi. Dibakar sebentar dan bau gurihnya sudah menyeruak.

Sengkidu terkenal dengan usaha rumah tangga sate dan pepes ikan yang diolah dengan citarasa tradisional Bali. Kerjasama pedagang dan nelayan membuat usaha olahan ikan memiliki masa depan. Saling menguntungkan.

“Saya dulu juga pengambil karang untuk bahan bangunan dan dijual untuk pamor,” katanya. Pamor adalah kapur sirih yang dibuat dari abu hasil pembakaran batu karang. Kemudian ketika karang mulai habis dan industri pariwisata Candidasa melaju, ia menemukan sumber penghasilan baru yakni membuat sate dan pepes ikan.

 

Sate ikan dari parutan kelapa, bumbu, dan daging ikan olahan usaha rumah tangga keluarga Puja alias Komyah di Sengkidu. Foto: Luh De Suriyani

 

Pengalamannya melaut, mencari ikan juga memberikan pengalaman akan jenis ikan dan ditawarkan ke restoran sekitar. Sampai kini, ia terkenal sebagai pemasok aneka macam ikan seperti mahi-mahi, tenggiri, kerapu, baronang, barakuda, dan lainnya. Puja alias Komyah memiliki sejumlah storage ukuran besar untuk membekukan ikan.

“Saya punya langganan pemasok ikan juga, di Karangasem dan Buleleng,” tambahnya. Dunia ikan makin lekat setelah melihat sejumlah tembok dan sudut dapur ada gantungan atau hiasan aneka satwa laut dikeringkan seperti kepiting, aneka ikan, sampai tengkorak mulut hiu.

Rumahnya bisa menjadi tempat mengenal aneka ikan, cara mengolah ikan, dan sejarah kehidupan pesisir Sengkidu dan kawasan wisata Candidasa. Komyah mungkin sulit dijumpai di rumahnya karena ia setia menjual ikan, sate dan pepes dengan berkeliling naik motor. Menjumpai pelanggan di pusat-pusat keramaian di desa.

Menemukan Sengkidu dan Candidasa tak sulit karena berada di jalur jalan raya antar kota dan kabupaten utama dari Denpasar ke arah Karangasem. Salah satu pusat akomodasi dari sarana untuk backpacker, penginapan, villa, sampai hotel berbintang.

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,