Lagi, Hiu Paus dan Penyu Terjerat Pukat di Flores Timur

Seekor hiu paus (Rhincodon typus) terjaring pukat nelayan milik YH (32). Peristiwa tersebut terjadi pada pukul 04.00 WITA tanggal 27 Mei 2017 di perairan Solor Selatan, Flores Timur. Nelayan dari Solor tersebut selanjutnya berinisiatif melaporkan kejadian pada LSM yang ada disana yaitu Misool Baseftin.

Laporan yang masuk tersebut kemudian diteruskan ke pihak Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Flores Timur dan WCU untuk ditindaklanjuti. Bersama dengan tim gabungan yang terdiri atas DKP Flores Timur, WCU, Polsek Solor, serta Misool Baseftin menuju ke lokasi tempat kejadian untuk memastikan kondisi disana sesuai informasi yang didapat. Di tempat kejadian tersebut, pihak DKP, WCU, Polsek Solor serta Misool Baseftin melakukan sosialisasi dan tindakan lebih lanjut untuk pelepasliaran.

 

 

Pihak DKP Flores Timur yang diwakili oleh Kabid Perizinan Usaha dan Pengawasan Sumber daya Perikanan, Apolinardus Y.L. Demoor, menyatakan akan terus melakukan pendekatan kepada masyarakat dan memberikan sosialisasi perihal satwa laut yang dilindungi agar masyarakat/nelayan memahami terhadap satwa-satwa tersebut.

Nelayan yang melaporkan kejadian perihal hiu paus yang terkena jerat serta satwa lain seperti penyu akan dibantu pengadaan jaring yang rusak. DKP juga berkomunikasi dengan BPSPL untuk mendukung upaya yang telah dilakukan nelayan yang menyelamatkan satwa tersebut. “Tingkat kesadaran masyarakat telah mulai meningkat terkait dengan biota yang dilindungi,” ungkap Apolinardus Demoor kepada Mongabay Indonesia.

Selain itu pihak DKP Flores Timur juga menyebarkan ke media massa karena saat ini pihak DKP memiliki wilayah kerja yang luas yaitu 127 desa pesisir dari 250 desa/kelurahan dengan 17 kecamatan pesisir dari 19 kecamatan di Kabupaten Flores Timur.

DKP Flores Timur juga menyebarkan informasi melalui booklet dan poster. Sedangkan di daerah rawan melakukan sosialisasi lebih intensif. Program DKP ke depan juga akan berorientasi pada peningkatan ekonomi masyarakat yang ramah lingkungan misalnya pengembangan rumput laut maupun karamba jaring apung dan budidaya lainnya.

Program yang dilakukan oleh DKP juga tidak lepas dari dukungan LSM seperti Misool Baseftin, dan WCU, serta LSM lainnya terutama untuk pemberdayaan masyarakat dan patroli rutin.

 

Hiu paus (Rhincodon typus) yang terkena jaring nelayan pada 27 Mei 2017 di perairan Solor Selatan, Flores Timur dileparliarkan kembali. Foto : WCU/DKP Flores Timur

 

Tim kemudian melakukan pendataan dan selanjutnya bersama nelayan berusaha melepaskan kembali hiu paus tersebut dengan memotong pukat yang menjaring hiu paus tersebut. Hiu paus yang memiliki panjang sekitar 4 meter tersebut akhirnya dilepasliarkan ke habitatnya.

Selain hiu paus, tepatnya pada hari Selasa, 30 Mei 2017, dilaporkan bahwa nelayan Solor Barat, Kabupaten Flores Timur menemukan 2 penyu (1 penyu hijau jantan Chelonia mydas dan 1 anakan penyu sisik betina Eretmochelys imbricata) telah terkena pukat malam.

Irma Hermawati, Legal Advisor Wildlife Crime Unit (WCU) menyampaikan bahwa ada nelayan yang mendapat penyu tersebut berinisial ASW (43). “Pukat ditarik sekitar pulul 05.00 WITA dan setelah kejadian tersebut kemudian dilaporkan ke salah satu warga (Bapak VH) dan selanjutnya diteruskan ke DKP Flores Timur,” ungkap Irma.

 

Penyu hijau (Chelonia mydas) dan penyu sisik (Eretmochelys imbricata) yang terkena jaring nelayan di Solor Barat, Flores Timur, NTT siap di lepasliarkan ke habitatnya. Foto : WCU/DKP Flores Timur

 

Untuk menindaklanjuti laporan yang ada, dibentuklah tim gabungan dari DKP Flores Timur, WCU, serta Misool Baseftin yang kemudian segera menuju lokasi di Kec. Solor Barat. Sesampainya di TKP, Tim langsung memberikan sosialisasi dan informasi kepada nelayan dan warga setempat terkait penyu bahwasanya satwa tersebut dilindungi oleh UU No. 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Diharapkan dengan sosialisasi terebut, nelayan/masyarakat yang berada disekitar pesisir memahami satwa-satwa yang dilindungi negara termasuk penyu yang memiliki nilai penting bagi ekosistem. Tim kemudian melakukan pendataan/pengukuran satwa yang terkena jarat pukat. Setelah dirasakan cukup pendataan terhadap penyu yang terkena jaring pukat malam kemudian kedua penyu dilepasliarkan kembali ke habitatnya.

Koordinator peneliti lapangan dari Misool Baseftin, M. Iqbal, menyampaikan kepada Mongabay Indonesia bahwa Misool Baseftin memiliki program untuk perlindungan megafauna laut, termasuk hiu paus dan pari manta sejak tahun 2015.

“Misool Baseftin dalam melakukan kegiatan dengan pendekatan pemberdayaan masyarakat, penelitian, dan edukasi. Penelitian yang dilakukan seperti catatan landing, populasi ekologi pari manta dan hiu paus, serta melakukan tagging guna melihat pergerakan satwa tersebut melalui satelit,” ungkap Iqbal.

 

Pendataan penyu hijau (Chelonia mydas) dan penyu sisik (Eretmochelys imbricata) yang terjerat jaring nelayan di Solor Barat, Flores Timur oleh pihak DKP Flores Timur dan Misool Baseftin. Foto : WCU/DKP Flores Timur

 

Data yang didapatkan tersebut kemudian dikoordinasikan dengan DKP Flores Timur. Misool Baseftin juga mendukung pengolahan data serta berbagi informasi hasil penelitian kepada pihak terkait di tingkat kabupaten, provinsi maupun tingkat nasional. Iqbal menambahkan bahwa saat ini, program pemberdayaan masyarakat nelayan melalui bantuan kapal, alat tangkap yang berkelanjutan, koperasi nelayan, dan lainnya.

Dengan melihat kedua kejadian di lokasi tersebut, diharapkan nelayan lebih berhati-hati dalam menangkap ikan dengan menggunakan jaring/pukat karena daerah tersebut diidentifikasikan sebagai lokasi migrasi satwa laut, termasuk hiu paus dan penyu.

Selain itu, temuan oleh nelayan yang selanjutnya dilaporkan kepada pihak berwenang merupakan langkah yang tepat agar kelestarian satwa tersebut dapat diperhatikan serta masyarakat, termasuk nelayan setempat dapat lebih memahami status dan manfaat satwa-satwa di sekitar perairan/laut tersebut bagi ekosistem pesisir dan laut.

Kerjasama antar pihak, baik Pemerintah dan LSM untuk pelestarian dan pengelolaan kawasan pesisir sangat diperlukan sehingga dapat mengurangi ancaman megafauna serta mendorong peningkatan ekonomi masyarakat yang berkelanjutan.

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,