Disini Kapal Besar Pencuri Ikan di Perairan Indonesia Dipantau

Sebuah tim terdiri dari ahli operator dan analis gambar bekerja mendeteksi kapal penangkap ikan. Mereka bekerja dengan bantuan data dari stasiun satelit yang dapat menerima, meminta, dan mengolah citra satelit hampir real time. Mereka bekerja dari Bali di Balai Penelitian dan Observasi Laut (BPOL) di Perancak, Kabupaten Jembrana, Bali.

Beberapa orang terlihat fokus melihat layar-layar komputer. Mata orang awam hanya melihat titik-titik di tengah samudera. Padahal mereka sedang menganalisis titik itu apakah kapal ilegal atau tidak. Dari bantuan satelit yang memberikan titik-titik kapal yang beroperasi, kemudian disandingkan dengan data VMS (vehice monitoring system) dan AIS (automatic identification system) untuk menilai apakah aktivitas ini legal atau tidak. Seorang analis gambar bisa menyimpulkan mana kapal yang dicurigai.

 

 

Pengunjung dilarang memotret hasil rekaman satelit yang ditampilkan di layar computer. Hanya bisa mendokumentasikan kesibukan tim ini dari kejauhan. Sistem keamanan juga memungkinkan hanya yang memiliki akses bisa masuk ke ruangan operator ini.

Demikiankah salah satu aktivitas di salah satu ruangan BPOL, bagian Badan Penelitian Pengembangan Kelautan dan Perikanan (Balitbang KP), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) ini. BPOL memberikan paket informasi bagi pengunjung saat masuk ke kompleks bangunan di Bali Barat, sekitar 100 km dari kota Denpasar ini.

Salah satunya tentang proyek Infrastructure Development Space Oceanography (INDESO). Menteri KKP Susi Pudjiastuti dalam pengantarnya memberi tekanan bahwa sumberdaya laut Indonesia sedang mengalami ancaman yang tak pernah ditemui sebelumnya. Tiap tahun penangkapan ikan illegal merugikan pemerintah dan nelayan hingga miliaran dollar. “Pemanasan global, pencemaran, dan perusakan pesisir semakin besar mengancam sumberdaya alam kita,” demikian kutipan dari booklet ini.

Untuk menanggulangi risiko tersebut dan memperkuat Revolusi Biru untuk menjadikan Indonesia penghasil utama produk perikanan, diluncurkan Proyek INDESO. Proyek nasional ini menyediakan pusat prakiraan dan pengolahan sumberdaya laut yang dapat memprediksi perubahan sumberdaya perikanan, melindungi dari penangkapan ikan illegal, dan mengembangkannya.

Balitbang KP sebagai pihak yang bertanggungjawab pada proyek ini, mengorganisir INDESO untuk 7 penerapan aplikasi hilir berdasar kepentingan nasional, yakni memerangi penangkapan ikan illegal, memantau tumpahan minyak, mengelola sumberdaya perikanan, manajemen zona pesisir terintegrasi (MZPT) dan pemantauan hutan bakau. Selain itu mendukung industri pembiakan dan budidaya udang, membantu pengembangan budidaya rumput laut, serta memantau dan melindungi kawasan terumbu karang.

 

Aktivitas analisis radar di BPOL untuk mengidentifikasi apakah kapal-kapal besar yang terlihat ilegal atau tidak. Foto: Luh De Suriyani

 

Salah satu sub kegiatan INDESO adalah mengidentifikasi kapal illegal di laut itu. Dari aktivitas ini direkomendasikan agar para pihak meningkatkan tingkat cakupan satelit seperti frekuensi pemantauan, dan area sasaran yang lebih luas. Selain itu meningkatkan koordinasi dengan patroli angkatan laut untuk menangkap pelanggar.

Dendy Mahabror, analis foto radar proyek INDESO di BPOL Jembrana mengatakan data radar diolah dengan sistem khusus. “Tujuannya identifikasi, hasilnya kirim ke pusat pengendalian di Jakarta untuk tindak lanjut,” katanya. Apakah itu kapal illegal dan akan ditindak. Di Asia Tenggara, sistem ini disebutkan baru dimiliki Thailand dan Indonesia.

Satelit radar selalu melintas dan bisa identifikasi permukaan bumi termasuk laut dalam kondisi apapun. Data lebih cepat diterima, mendekati realtime. Sekitar 10 menit dianalisis dan dirilis ke pihak terkait. “Prosedurnya tak boleh lebih 1,5 jam ke instansi pengawas seperti Bakamla, TNI AL, dan lainnya,” papar Dendy.

Sementara di sistem pemantauan konvensional menggunakan kapal patroli, aksesnya terbatas tak semua permukaan laut bisa dipantau. Di INDESO ini satu data dibuat bersama untuk memperlihatkan lokasi mana identifikasi kapal illegal, kemudian otoritas terdekat menangani.
“Kelebihannya dari satelit bumi, data masuk ke kita saja. Kerahasiaan terjaga,” tambahnya.

 

Kapal berjejer di pantai Nusa Lembongan, Klungkung, Bali. Foto : Wisuda

Riyanto Basuki, Kepala Pusat Riset Kelautan malah menyebut menyebut BPOL satu-satunya di Asia Tenggara yang memantau realtime sumber kelautan Indonesia. “Sangat penting karena banyak pencurian ikan dan pembuangam limbah kapal tanker. Balai bisa memantau langsung kondisi laut,” katanya.

Dari laman indeso.web.id disebutkan teknologi ini merupakan fasilitas infrasuktur menggunakan satelit yang memungkinkan pengamatan secara global pada skala spasial untuk memonitor penangkapan ikan secara illegal. Kerjasama ini sudah dirintis sejak 2012 pada era menteri KKP Sharif C. Sutardjo dan baru diaplikasikan pada 2015.

Menurut Kepala Balitbang KP Achmad Poernomo saat itu, dikutip dari web Indeso, nilai investasi pembangunan infrastruktur teknologi kelautan dan perikanan ini sekitar 30 juta dolar AS. Sumber pendanaannya berasal dari pinjaman lunak dengan masa pengembalian selama 15 tahun. Sisanya, dana hibah atau grant dari pemerintah Perancis. Pembangunan infastruktur INDESO itu dipusatkan di BPOL Perancak, Bali.

Proyek INDESO ini telah dikembangkan selama 4 tahun dan didanai oleh Badan Perancis untuk Pembangunan (AFD). Proyek ini disponsori dan dikoordinir oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Indonesia, yang telah berkomitmen sebesar $31.5 juta ke dalam proyek masa depan ini.

Berikut para pihak dalam proyek INDESO ini seperti dalam laman di atas. Sebagai inisiator dan koordinator proyek, Balitbang KP yang berperan penting dalam Revolusi Biru yang dipimpin oleh Pemerintah Indonesia, Balitbang KP merupakan kekuatan penggerak dibalik kebijakan untuk menjadikan Indonesia sebagai produsen makanan laut terdepan di dunia. www.litbang.kkp.go.id.

Kemudian CLS, sebagai penyedia pusat pengelolaan dan prakiraan sumber daya laut INDESO, merupakan salah satu anak perusahaan dari Badan Ruang Angkasa Pemerintah Perancis (CNES – Centre National d’Etudes Spatiales) yang mengoperasikan lebih dari 80 instrumen yang dibawa oleh 40 buah satelit. Sebagai pakar dalam bidang pengumpulan data dan lokasi dengan menggunakan satelit, serta observasi dan pemantauan lautan, CLS menyediakan infrastuktur untuk proyek ini yang meliputi sistem, fasilitas akuisisi (stasiun), fasilitas penjadwalan dan pemrosesan, arsitektur (bangunan), model-model prakiraan dan semua data satelit. CLS merupakan kontraktor dan koordinator utama yang mewakili Balitbang KP. www.cls.fr.

IFREMER sebagai ahli dalam budi daya udang. Badan Penelitian Perancis untuk Eksploitasi Laut, berkontribusi melalui hasil kerja dan keahliannya dalam pengetahuan di bidang kelautan dan sumber dayanya, memantau laut dan lingkungan pesisir, dan pengembangan kegiatan maritim yang berkesinambungan. Ifemer ditugaskan untuk memberikan dukungan kepada industri budi daya udang Indonesia. www.ifremer.fr

Ada juga Institut Riset dan Pembangunan (IRD) di Perancis merupakan sebuah organisasi penelitian dari Perancis. Sebagai pemain awal yang unik dibidang penelitian untuk pembangunan di wilayah Eropa, IRD telah ditugaskan di dalam kerangka kerja proyek INDESO untuk mengkaji dan melindungi garis pantai, terutama hutan bakau dan terumbu karang. Pekerjaan ini akan dilakukan oleh pusat-pusat penelitiannya di Montpellier (Perancis) dan Nouméa (Kaledonia Baru). www.ird.fr

CEVA atau Pusat Studi dan Promosi Ganggang (Alga) di perancis, berlokasi di kawasan produksi rumput laut terkemuka di Eropa. Sebagai satu-satunya pusat teknis di Eropa, kegiatannya didedikasikan untuk pembelajaran dan pengembangan tanaman-tanaman laut. Pusat studi ini ditugaskan oleh Pemerintah Indonesia untuk membantu para ilmuwannya mengoptimasi sektor budi daya rumput laut di Indonesia. www.ceva.fr

Berikutnya, Badan Perancis untuk Pembangunan (AFD) telah menggiatkan pembangunan dan pemberantasan kemiskinan di berbagai negara berkembang dan diluar wilayah Perancis. Total biaya yang dikeluarkan untuk proyek INDESO mencapai $31.5 juta, di mana $30 juta dari pembiayaan tersebut merupakan pinjaman dari AFD kepada pemerintah Indonesia. www.afd.fr.

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,