Mungkinkah Harimau Sumatera, Jawa, dan Bali Sebagai Satu Subspesies?

 

 

Sudah dikenal secara global sejak lama, harimau di dunia terbagi atas 9 subspesies yaitu harimau siberia (Panthera tigris altaica), harimau benggala (Panthera tigris tigris), harimau china selatan (Panthera tigris amoyensis), harimau sumatera (Panthera tigris sumaterae), harimau indochina (Panthera tigris corbetti), dan harimau malaya (Panthera tigris jacksonni). Sementara, tiga subspesies sudah dinyatakan punah, yaitu harimau bali (Panthera tigris balica), harimau kaspia (Panthera tigris virgata) dan harimau jawa (Panthera tigris sondaica).

Namun, sebuah studi yang dilakukan sekelompok peneliti dari Institute Leibniz for Zoo and Wildlife Research, yang berkolaborasi denga National Museum Scotland, The Selandia College in Denmark dan the Natural History Museum of Denmark in Copenhagen membuat gempar. Berbeda dengan studi taksonomi pada umumnya, para peneliti itu justru membuat penyederhanaan klasifikasi subspesies harimau yang sudah ada.

Studi yang dipublikasikan Scinence Advance 2015 itu menjelaskan fakta ilmiah baru mengenai taksonomi dan subspesies harimau. Dalam laporannya, para peneliti mengungkapkan klasifikasi baru harimau di dunia ini menjadi dua subspesies saja. Penggolongan klasifikasi tersebut dihasilkan berdasarkan penggabungan beragam karakter kunci dari tiga aspek yaitu morfologi, genetika dan ekologi.

Para peneliti menyebutkan, dua subspesies itu adalah harimau sunda dan harimau kontinental. Dengan uraian, harimau sunda terdiri dari harimau sumatera, jawa serta bali yang ada di Indonesia. Untuk harimau kontinental terdiri dari 6 subspesies sisanya yang tersebar dari Rusia, India, China hingga Malaysia.

 

Baca: Riset Kontroversi, Hanya Ada Dua Subspesies Harimau Saja di Dunia

 

Breitenmoser, ahli zoologi dari University of Bern, sebagaimana diberitakan Sciencemag menganggap hasil studi tersebut akan menimbulkan beragam komentar. “Makalah ini pastilah akan menimbulkan kegemparan,” katanya. “Tapi saya rasa hasil studi ini cukup meyakinkan dan relevan dengan temuan-temuan lain dalam beberapa tahun terakhir dan sangat menarik studi ini menyebutkan bahwa harimau kaspia dan siberia adalah subspesies yang sama.”

 

Harimau jawa yang berada di Ujung Kulon 1938. Sumber: Andries Hoogerwerf/ Wikipedia common

 

Lalu, apakah dahulu harimau sumatera, jawa dan bali merupakan satu subspesies? Merujuk dari hasil penelitian tersebut, peneliti harimau dari WWF Indonesia, Sunarto mengatakan, cukup mungkin bila sebenarnya harimau di Indonesia memang merupakan satu subspesies. “Jika melihat yang dipertimbangkan tiga aspek tadi yaitu morfologi, genetika, serta ekologi, saya kira cukup logis bahwa itu menjadi satu subspesies saja,” katanya saat dihubungi Mongabay Indonesia, Jumat (2/6/2017).

Lebih lanjut dia mengatakan, selain variabel yang dipertimbangkan lebih banyak, fakta ilmiah baru itu juga didukung dengan jumlah sampel individu harimau yang lebih banyak dari penelitian sebelumnya. Serta, teknik yang lebih solid dan komperehensif karena tidak hanya mempertimbangkan satu aspek saja. “Itu menjadi sebuah kelebihan dan merupakan suatu bentuk klasifikasi taksonomi moderen karena banyak aspek yang dipertimbangkan.”

Terlepas dari beragam tanggapan yang mencuat, Sunarto menilai studi tersebut merupakan hal yang sangat bagus. Jika memang hasil studi itu terbukti dan dapat diterima, akan menjadi sebuah keuntungan karena lebih simpel untuk pengelolaan spesiesnya. “Artinya nanti bisa dikelola sebagai meta populasi yang dianggap sama. Jadi perkawinan satu sama lain tidak dipermasalahkan.”

 

Perburuan harimau jawa di masa lalu. Foto: Javantiger.or.id

 

Senada, Munawar Kholis, Ketua Forum Harimau Kita (FHK) kepada Mongabay Indonesia pekan ini juga mengungkapkan hal yang sama. Dirinya mengatakan, pada dasarnya harimau berasal dari geografis yang sama, yaitu Asia. Lalu terpisah selama ratusan hingga ribuan tahun dan beradaptasi dengan wilayah sebarannya masing-masing. Kemudian mereka memiliki kekhasan masing-masing seperti loreng, morfologi dari lenskap, dan kondisi lingkungan yang ditempatinya. Hingga akhirnya menjadi subspesies yang berbeda.

“Sumbernya sama dari daratan Asia. Ke Indonesia, penyebarannya masuk melalui Semenanjung Malayasia, lalu turun ke Sumatera, terus ke Jawa dan Bali. Karena terpisah, mereka kemudian kawin dengan grupnya sendiri. Sumatera dengan grupnya Sumatera, Jawa dengan grupnya Jawa, dan Bali dengan grupnya Bali. Akhirnya ada kekhasan genetik dari masing-masing pulau,” jelas Kholis.

 

Harimau bali dibunuh di Bali Barat oleh Oscar Vojnich, 1911. Sumber: Wikipedia common

 

Reintroduksi spesies

Hasil studi yang dilakukan oleh sekelompok peneliti tersebut, bisa menjadi peluang baik khususnya Indonesia untuk mengembalikan populasi harimau yang telah dianggap punah. Istilah itu disebut dengan reintroduksi spesies. Reintroduksi menjadi sebuah upaya yang memungkinkan untuk mengembalikan spesies yang dianggap punah. Seperti yang pernah dilakukan, yaitu reintroduksi pada orangutan di beberapa tempat yang dulu pernah ada.

“Jika nanti memang diterima secara politis dan yuridis sebagai satu subspesies, sangat mungkin untuk melakukan reintroduksi harimau,” kata Sunarto. Dia mengatakan lebih lanjut, untuk saat ini harusnya sudah mulai eksplorasi ke arah sana. Jangan sampai nanti terlambat mengeksplorasi ketika satwanya sudah sangat sedikit sekali dan tidak mungkin lagi untuk bereksperimen. “Untuk harimau sumatera saat ini masih memungkinkan untuk bereksperimen,” katanya. “Pun untuk satwa yang lainnya yang populasinya masih berlimpah. Karena ancaman saat ini berkembang begitu cepat,” tambahnya.

Untuk melakukan reintroduksi, diakui Sunarto, membutuhkan proses panjang serta langkahnya harus matang, tidak bisa serta merta langsung dilepas begitu saja di habitat barunya. Harus ada riset-riset yang mengarah ke reintroduksi dan itu membutuhkan waktu setidaknya 20 hingga 50 tahun ke depan untuk melakukan tahapan itu semua. Ancang-ancangnya harus segera dimulai, jika tidak, nanti bisa terlambat dan sering kali terjadi seperti itu.

 

Sebaran populasi harimau di dunia pada 2014, berdasarkan catatan selama lima tahun yaitu 2009 – 2014. Sumber : IUCN 2015

 

Munawar Kholis kembali memberi pandangan yang sama. Jika penelitian itu ternyata membuktikan sebenarnya harimau sumatera, jawa dan bali berasal dari satu subspesies yang sama, justru ini akan sangat membantu dan menjadi sebuah keuntungan. Tidak masalah hutan-hutan di Jawa dilepaskan harimau sumatera, karena mereka memiliki fungsi ekologi yang sama yaitu menjaga ekosistem dan siklus rantai makanan agar tetap seimbang.

Meski ini akan menimbulkan pro dan kontra, Kholis mengatakan selama memiliki fungsi ekologi yang sama, itu menjadi satu hal yang mungkin untuk dilakukan. “Kalau kita memikirkan fungsi dari keberadaan harimau itu kenapa harus pro dan kontra. Fungsinya untuk menjaga keseimbangan ekosistem, dan terjadinya proses rantai makanan yang normal. Kenapa tidak?”

Hanya saja dia mengingatkan, harus ada kajian mendalam terlebih dahulu untuk memulai proses reintroduksi ini. Jika tidak, dikhawatirkan akan muncul masalah baru. Misalnya, ketika terbukti ternyata harimau di Indonesia berbeda subspesies, lalu melepaskan harimau sumatera di hutan jawa akan menimbulkan masalah seperti kawin silang dan muncul genetik baru

“Harimau jawa sudah dinyatakan punah, tetapi sebagian peneliti masih menganggap masih ada di hutan tertentu. Artinya, jika nanti kita masukkan harimau sumatera ke jawa dan bertemu harimau jawa, akan menjadi masalah juga, karena menggangu populasi harimau yang diduga masih ada itu.”

Walaupun banyak fakta ilmiah yang dibeberkan, ternyata studi itu tidak mudah diterima secara global. Sampai saat ini, klasifikasi baru dari hasil studi itu masih dalam proses diskusi di IUCN yang akan menjadi acuan internasional. “Tidak secara otomatis langsung diterima. Ketika kita bicara assessment harimau dalam daftar merah IUCN misalnya, kita masih menggunakan taksonomi yang lama yaitu 9 subspesies itu,” tandas Sunarto.

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,