Dari Batam, Indonesia Pulangkan 695 Nelayan Vietnam

Pemerintah Indonesia kembali memulangkan (repatriasi) nelayan berkebangsaan Vietnam yang ditangkap dalam berbagai operasi pemberantasan kegiatan penangkapan ikan secara ilegal di perairan Indonesia. Mereka yang dipulangkan tersebut jumlahnya sebanyak 695 orang. Nelayan-nelayan yang berstatus saksi tersebut dipulangkan melalu Batam, Kepulauan Riau.

Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Eko Djalmo Asmadi di Jakarta, Jumat (9/6/2017) mengatakan, dipulangkannya ratusan nelayan tersebut, karena mereka bukan berstatus sebagai tersangka atau non yustisia. Mereka semua, kata dia, adalah nelayan yang menjadi saksi.

“Mereka dipulangkan dari Pangkalan PSDKP Batam pada 9 Juni kemarin,” ucap dia.

 

 

Sebelum memulangkan 965 orang, Eko menyebutkan, Indonesia lebih dulu memulangkan 343 anak buah kapal (ABK) yang juga berkebangsaan Vietnam pada Mei lalu. Mereka dipulangkan, juga karena bukan berstatus tersangka dan hanya menjadi saksi dalam penangkapan kapal ikan asing (KIA) yang mereka naiki.

Eko mengatakan, untuk nelayan yang dipulangkan, mereka adalah nelayan yang ditangkap di berbagai kawasan perairan Indonesia oleh Pengawas Perikanan-KKP, TNI AL, maupun POLRI. Sebelum dipulangkan, mereka tinggal di beberapa tempat penampungan sementara, seperti di Stasiun PSDKP Pontianak, Satuan PSDKP Natuna, Satuan PSDKP Tarempa, Kantor Imigrasi Kelas III Tarempa, Rumah Detensi Imigrasi Pontianak, Kantor Imigrasi Tanjung Pinang, Pangkalan TNI AL Ranai, dan Pangkalan TNI AL Tarempa

“Kita sepakat kalau nelayan yang bukan berstatus tersangka bisa dipulangkan kembali ke Vietnam. Kita berkoordinasi dengan Kedutaan Besar Vietnam di Jakarta,” jelas dia.

Setelah memulangkan 695 orang nelayan Vietnam, Eko meminta kepada nelayan asing untuk bisa mengambil pelajaran. Pasalnya, dengan adanya kasus tersebut, itu menunjukkan bahwa nelayan ikut terseret kasus penangkapan ikan ilegal di perairan Indonesia. Aktivitas tersebut, kata dia, adalah terlarang bagi nelayan atau kapal asing.

“Jangan sampai mereka melakukan penangkapan ikan secara ilegal di perairan Indonesia,” himbau dia.

 

Repatriasi dilakukan pada 9 Juni 2017. Pemerintah Vietnam mengirimkan tiga kapal untuk menjemput warganya. Foto: Ditjen PSDKP KKP

 

Dalam proses repatriasi tersebut, Pemerintah Vietnam mengirimkan 3 (tiga) kapal untuk menjemput warganya di Batam. Kapal-kapal yang dikirim merupakan armada dari Vietnam Coast Guard dengan nama kapal 8001, 8005, dan 4039.

Selain dilakukan tahun ini, repatriasi terhadap nelayan Vietnam juga pernah dilakukan pada September 2016. Waktu itu, repatriasi dilakukan terhadap 228 nelayan Vietnam melalui laut antara Kapal Pengawas Perikanan, KKP dan Kapal Pengawas Perikanan Vietnam.

Ketentuan repatriasi atau pemulangan nelayan asing yang berstatus non tersangka telah diatur dalam Pasal 83A ayat (1) Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.

Dalam UU tersebut disebutkan bahwa selain yang ditetapkan sebagai tersangka dalam tindak pidana perikanan atau tindak pidana lainnya, awak kapal lainnya dapat dipulangkan termasuk yang berkewarganegaraan asing.

Berkaitan dengan proses hukum tindak pidana perikanan, yang ditetapkan tersangka adalah Nakhoda dan Kepala Kamar Mesin (KKM). Sedangkan yang lainnya hanya berstatus sebagai saksi ataupun tidak memiliki status (non tersangka dan non saksi).

Repatriasi juga dilakukan dengan pertimbangan adanya keterbatasan sarana dan prasarana tempat penampungan, kapasitas tempat penampungan yang tidak mencukupi, serta keterbatasan jumlah petugas.

“Selain itu, aspek sosial budaya, keamanan, keterbatasan petugas, dan aspek keterbatasan biaya yang harus dikeluarkan oleh Pemerintah RI untuk memenuhi kebutuhan makan dan menjaga kondisi kesehatan para ABK juga menjadi pertimbangan untuk proses repatriasi nelayan asing di Indonesia,” terang dia.

 

Pemulangan warga Vietnam dilakukan pada 9 Juni 2019. Foto: Ditjen PSDKP KKP

 

Pemulangan dari Vietnam

Selain memulangkan nelayan asal Vietnam, upaya yang sama juga dilakukan untuk memulangkan awak kapal pengawas (AKP) Perikanan bernama Danang Gunawan Wibisono dari Vietnam. Dia dipulangkan pada Senin (29/5/2017).

Sekretaris Jenderal KKP Rifky Effendy Hardijanto di Jakarta, kemarin, menjelaskan pemulangan AKP berhasil dilaksanakan setelah dilakukan koordinasi yang intensif antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Vietnam.

“Danang Gunawan Wibisono merupakan AKP Hiu Macan 01 yang turut serta dalam proses penangkapan 5 (lima) kapal perikanan Vietnam oleh Kapal Pengawas (KP) Hiu Macan 001 pada 21 Mei 2017 lalu di perairan Laut Natuna, Kepulauan Riau,” jelas Rifky.

Rifky mengatakan, saat melakukan pengawalan, kapal perikanan yang dinaiki Gunawan yakni KH 97579 TS tenggelam di lokasi penangkapan. Untuk proses evakuasi, dia kemudian dinaikkan ke kapal terdekat, yaitu kapal Vietnam Coast Guard.

Setelah diselamatkan kapal Coast Guard, Riky menambahkan, dalam beberapa hari berikutnya Gunawan tetap berada di dalam kapal tersebut. Baru kemudian, setelah kapal tiba di pangkalan operasi Vietnam Coast Guard di Ho Chi Min City, Gunawan diserahkan secara resmi kepada Konjen RI RI di sana pada 27 Mei 2017.

Eko Djalmo Asmadi mengatakan, pemulangan AKP Gunawan menjadi bukti hubungan baik antara Indonesia dengan Vietnam. Itu menjadi kerja sama yang akan terus dipertahankan ke depannya.

Bersamaan dengan pemulangan AKP Gunawan dari Vietnam, Indonesia juga melakukan pemulangan 343 anak buah kapal (ABK) Vietnam yang ada di Indonesia dalam beberapa bulan terakhir. Mereka dipulangkan, karena statusnya hanya sebagai saksi dan bukan tersangka (non yustisia).

“Nelayan yang dipulangkan tersebut merupakan nelayan yang ditangkap oleh Kapal Pengawas Perikanan, dalam berbagai operasi karena melakukan kegiatan penangkapan ikan secara ilegal di perairan Indonesia,” jelas Eko.

Selain diatur dalam ketentuan, Eko mengaku, pemulangan 343 ABK Vietnam juga dilakukan untuk meringankan tugas Pengawas Perikanan di lapangan. Selain itu, pemulangan dilakukan untuk mengurangi biaya yang harus dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan makan para ABK tersebut.

“Dengan dipulangkannya ABK non tersangka dan yang berstatus saksi, maka tugas dan tanggungjawab petugas di lapangan akan semakin ringan dan akan lebih terkonsentrasi pada proses hukum kasus yang sedang ditanganani dan ABK yang dijadikan tersangka,” papar Eko.

Sebelum ini, Indonesia juga melaksanakan pemulangan nelayan Vietnam pada September 2016 dengan jumlah 228 orang. Pemulangan tersebut, ditegaskan Rifky Herdijanto, merupakan inisiatif mandiri pemerintah RI.

 

Lembar fakta repatriasi. Sumber: Ditjen PSDKP KKP

 

Pemulangan dari Australia

Sebelum itu, Indonesia juga berhasil memulangkan tujuh nelayan yang ditangkap otoritas Australia pada 27 April 2017 lalu. Ketujuh nelayan asal Sulawesi Tenggara tersebut dipulangkan dari Australia dalam dua tahap, pada 19 Mei dan 26 Mei. Mereka dipulangkan setelah Kementerian Luar Negeri melakukan pembicaraan dengan Pemerintah Federal Australia.

Eko Djalmo Asmadi menerangkan, ketujuh nelayan yang dipulangkan tersebut, adalah Yuyun, Ayumin, Tami, Ical, Suardin Mbala, Yadi, dan La Zaludi. Mereka adalah warga Desa Maginti, Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara. Ketujuhnya adalah awak kapal KM Koguno yang berbendera Indonesia dan ditangkap oleh otoritas Australia karena tuduhan melakukan kegiatan penangkapan ikan tanpa ijin di perairan Australia.

Menurut Eko, Yuyun dan Ayumin dipulangkan lebih dulu pada 19 Mei. Sementara, kelima nelayan lainnya dipulangkan pada 26 Mei atau berselang tujuh hari kemudian. Mereka semua, kata dia, dipulangkan dari Darwin ke Indonesia melalui Bandara Ngurah Rai di Denpasar, Bali.

“Setelah tiba di Indonesia, mereka dipulangkan menggunakan pesawat menuju Kendari, Sulawesi Tenggara. Di Kendari, mereka diserahkan langsung kepada pihak keluarga,” jelas dia.

Pemulangan tujuh nelayan tersebut, ungkap Eko, merupakan bagian dari program pemulangan nelayan yang dilaksanakan pada tahun ini. Total, hingga saat ini sudah ada 13 nelayan yang berhasil dipulangkan Pemerintah Indonesia dari Australia ke berbagai provinsi di Tanah Air.

“Ini dilakukan KKP bekerjasama dengan Kemenlu sejak diterbitkannya Instruksi Presiden Nomor 15 Tahun 2011 tentang Perlindungan Nelayan,” tutur dia.

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , ,