Udang Vaname Breeding Indonesia, Penyelamat dari Bahaya Wabah

Indonesia dituntut untuk terus meningkatkan daya saing udang vaname di pasar internasional. Untuk itu, harus ada peningkatan kualitas induk dan benih yang diproduksi di pasaran. Jika itu berhasil dilakukan, maka permintaan udang vaname dipastikan akan meningkat di pasar internasional.

Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan Slamet Soebjakto di Jakarta, pekan lalu mengatakan, salah satu indikasinya bahwa kualitas benih yang dihasilkan bagus, adalah naiknya permintaan komoditas udang vaname di pasaran.

“Jika tren permintaan induk maupun benih meningkat di tingkat pengguna, artinya kualitas induk dan benih yang kita hasilkan sudah baik,” ungkap dia. Tugas untuk meningkatkan kualitas tersebut, kata dia, ada di tangan Balai Produksi Induk Udang Unggul dan Kekerangan (BPIU2K) Karangasem – Bali.

(baca : Dari Pelosok Bali Ini Bibit Udang Unggul, Abalon, dan Tiram Mutiara Tersedia)

 

 

BPIU2K sendiri, menurut Slamet, adalah satu-satunya Broodstock Center Udang Vaname nasional yang kinerjanya terus dipantau dengan ketat. Tujuannya, agar balai bisa menghasilkan kualitas induk vaname nusantara yang sangat baik.

“Kalau dengan performa terkait pertumbuhan, ketahanan terhadap penyakit, dan sifat adaptif dengan lingkungan, saat ini vaname nusantara sudah bisa dikatakan sejajar dengan produk dari induk impor. Tinggal tingkat keseragaman yang akan terus kita tingkatkan hingga mencapai 100 persen dengan memperketat proses seleksi benih calon induk,” tutur dia.

 

Induk dan Benih Lebih Baik

Kepala BPIU2K Karangasem Gemi Triastutik menjelaskan, saat ini performa induk dan benih yang dihasilkan di balai yang dipimpinnya memang menunjukkan tren yang lebih baik dan sudah mendapat respon positif dari para pembudidaya pengguna.

“Kami bisa jamin bahwa induk dan benih yang keluar telah bebas virus,” ujar dia.

Gemi menuturkan, saat ini BPIU2K Karangasem tercatat memiliki 42.578 calon induk, yaitu calon induk udang vaname sebanyak 12.578 ekor, dan calon induk vaname nusantara generasi ke-5 (VN-G5) sebanyak 30.000 ekor.

Sementara, kata dia, jumlah induk udang vaname sekitar 875 ekor induk, yang terdiri dari masing-masing untuk induk vaname (dari 4 sumber genetic) sebagai bahan pemuliaan induk galur murni tumbuh cepat sebanyak 400 ekor; induk vaname hasil impor dari Konabay sebagai sumberdaya genetic untuk seleksi individu dan famili sebanyak 225 ekor; dan induk vaname nusantara (VN-G5) sebagai sumberdaya genetic hasil seleksi famili sebanyak 250 ekor.

(baca : Udang Windu Ternyata Lebih Berpotensi dari Udang Vaname. Tapi…)

 

Pengadaan induk dan benih udang vaname oleh Balai Produksi Induk Udang Unggul dan Kekerangan (BPIU2K) Karangasem, Bali sebagai Broodstock Center Udang Vaname nasional. Foto : DJPB KKP

 

Dengan dilakukannya perbaikan breeding prorgam, Gemi menjelaskan, performa induk hasil pemuliaan yang dihasilkan khususnya vaname nusantara (VN-G5) juga semakin membaik. Tanda-tanda itu, bisa dilihat dari Survival rate (SR) benih yang awalnya hanya dapat kisaran 3-5 persen, kini telah mencapai kisaran 30-50 persen.

Di samping itu, menurut Gemi, respon di tingkat pengguna juga sudah cukup baik. Hal itu terbukti dengan distribusi permintaan baik induk maupun benih yang semakin luas ke berbagai daerah. Padahal, tahun-tahun sebelumnya permintaan cuma naik di kisaran 30-50 persen saja.

Gemi menambahkan, sepanjang 2017 sudah 9,5 juta ekor produksi benih yang terdistribusi untuk menyuplai kebutuhan benih ke berbagai daerah. Di antaranya adalah ke Provinsi Bali, Kab Bangkalan (Jawa Timur), Kab Sumbawa (Nusa Tenggara Barat), Kota Kendari (Sulawesi Tenggara), Papua, Makassar dan Takalar (Sulawesi Selatan).

Bahkan, Gemi menyebut, permintaan ekspor juga sudah ada dari negara tetangga, Timor Leste. Selain itu, jumlah induk yang terdistribusi sudah mecapai 41.468 ekor untuk memenuhi permintaan panti benih yang tersebar di Situbondo, Probolinggo, Tuban (Jawa Timur), Cilacap, Jepara (Jawa Tengah), Makassar (Sulawesi Selatan), Gorontalo, dan Lampung.

(baca : Marguiensis, Udang Asli Indonesia Pelengkap Udang Vaname)

Di sisi lain, Slamet Soebjakto meminta kepada para pembenih dan pembudidaya untuk mulai jeli dalam menggunakan sumber induk dan benih. Untuk itu, ke depan pihaknya akan mulai mengawasi dan mengeluarkan aturan untuk cegah penggunaan induk yang bukan dari hasil breeding program serta penggunaan benihnya.

Untuk merangsang pemahaman mereka, Slamet mengungkapkan, pada tahap awal pihaknya akan memberikan bantuan berupa induk hasil breeding program ke panti-panti benih masyarakat. Bantuan tersebut akan disalurkan dengan memberi syarat agar para pembudidaya dan pembenih konsisten menerapkan standar operasi prosedur (SOP) dengan baik.

“Misalnya terkait ketepatan maturasi induk, penerapan biosecurity yang ketat, penggunaan pakan dan obat-obatan,” jelas dia.

Selain pemahaman, Slamet juga menekankan pentingnya pengelolaan sistem logistik benih untuk menjamin ketelusuran dan memastikan produksi budidaya berjalan secara berkelanjutan. Kata dia, hal itu penting karena itu berarti mulai menata sisitem, dan itu menjelaskan bahwa broodstock center harus terkoneksi dengan naupli center.

“Naupli ini kemudian bisa menyuplai kebutuhan benih bagi hatchery/panti benih yang ada di sentral-sentral budidaya,” sebut dia.

 

Indukan udang vaname di BPIU2K KKP di Desa Bugbug, Kabupaten Karangasem, Bali Timur. Udang ini masuk ke Indonesia sekitar tahun 2000 dan sekarang jadi primadona budidaya udang. Foto : Luh De Suriyani

 

Wabah Berak Putih

Meski udang vaname kualitasnya semakin membaik, namun Slamet Soebjakto tetap meminta para pembudidaya dan pembenih untuk waspada akan kehadiran wabah penyakit berak putih white feces disease (WFD). Wabah tersebut saat ini sedang ditakuti setelah sebelumnya muncul wabah white spot.

“Penyakit WFD ini sebagai bahaya laten yang suatu saat akan mengancam tiba-tiba usaha budidaya udang,” ucap dia.

Agar ancaman penyakit WFD bisa dihindari, Slamet meminta kepada semua pembenih dan pembudidaya untuk menggunakan udang vaname hasil breeding asli Indonesia. Himbauan tersebut didasarkan pada bukti bahwa saat wabah WFD menyerang Banyuwangi, Jawa Timur, namun benih hasil breeding Indonesia tetap terbebas dari wabah.

“SDM handal yang akan mendorong peningkatan kualitas induk vaname asli Indonesia. Oleh karenanya saya yakin udang vaname asli Indonesia ini akan mendominasi penggunaannya di seluruh daerah,” tandas dia.

Lebih jauh Slamet mengatakan, agar kegiatan budidaya udang bisa berjalan baik, maka penting untuk menerapkan pengelolaan tahapan rantai produksi secara terukur dan terencana. Yaitu, mulai dari pemilihan benih melalui breeding program, proses produksi dengan menerapkan Best Management Practice, penerapan biosecurity yang ketat, dan penggunaan pakan dan obat-obatan secara tepat.

Selain pengelolaan tahapan rantai produksi, Slamet mengingatkan bahwa pengelolaan budidaya udang harus dilaksanakan secara berkelanjutan. Menurutnya, prinsip ini merupakan hal mendasar yang harus menjadi perhatian para pembudidaya.

“Semua unit usaha budidaya udang wajib memiliki unit pengelolaan limbah (UPL), kami juga akan melakukan sosialisasi sekaligus fasilitasi penyiapan dokumen lingkungan hidup bagi unit usaha, sebagaimana yang disyaratkan dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 16 Tahun 2012 Tentang Dokumen Lingkungan,” pungkas dia.

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,