Kebijakan Kelautan Indonesia Diluncurkan di AS, Apa Itu?

Amerika Serikat menjadi saksi diluncurkannya Kebijakan Kelautan Indonesia (KKI) oleh Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan. Peluncuran tersebut dilaksanakan dalam Konferensi Kelautan Dunia yang dilaksanakan Persatuan Besar Bangsa-Bangsa (PBB) di markas besar mereka di New York, AS.

Luhut yang berbicara di depan 21 menteri dari berbagai negara, mengatakan bahwa KKI menjadi tonggak sejarah penting yang harus dibuat Indonesia. Hal itu, karena Pemerintah Indonesia menyadari bahwa ada tanggung jawab besar yang sedang dipikul saat ini.

“Yaitu, bagaimana kesehatan laut serta wilayah perairannya bisa terjaga dengan baik,” ungkap dia pekan lalu.

Menurut Luhut, diluncurkannya KKI oleh Pemerintah Indonesia, dilakukan juga karena ada banyak potensi kelautan dan perikanan yang dimiliki Indonesia saat ini. Potensi-potensi tersebut, harus dijaga dengan baik, karena itu berkaitan dengan keberlangsungan wilayah perairan Indonesia di masa mendatnag.

“Salah satunya, karena posisi Indonesia yang strategis ada di antara Samudera Samudera Hindia dan Samudera Pasifik serta Laut Cina Selatan. Dengan posisi tersebut, perdagangan global sangat bergantung pada perairan Indonesia,” jelas dia.

(baca : Begini Komitmen Pemerintah Memerangi Sampah di Hari Laut)

 

 

Selain potensi yang tersimpan di antara dua samudera tersebut, Luhut menyebut, potensi lain yang juga dimiliki Indonesia sejak lama, adalah hutan mangrove dan padang lamun terbesar di dunia. Kemudian, ada juga potensi terumbu karang yang mencakup 17 persen dari total terumbu karang di dunia.

Agar semua potensi yang disebutkan di atas bisa terjaga dengan baik, Ruhut mengatakan, pihaknya kemudian menyusun KKI yang mencakup di dalamnya tujuh pilar utama. Keempatnya adalah, pengelolaan sumber daya kelautan dan manusia, pertahanan di laut, keamanan dan penegakkan hukum di laut, tata kelola laut, ekonomi maritim, infrastruktur, manajemen zonasi dan lingkungan laut, budaya maritim, dan diplomasi maritim.

“Dan kegagalan dalam pengelolaan laut, menurutnya, akan kontraproduktif terhadap upaya-upaya pemerintah dalam mengurangi angka kemiskinan,” ujar dia.

(baca : Paus Sperma Itu Pun Mati karena Sampah Plastik)

 

Aktivitas Manusia

Selain penyusunan KKI, Luhut mengingatkan bahwa ancaman yang hingga kini masih mengancam laut di seluruh dunia, terutama di Indonesia, adalah aktivitas yang dilakukan manusia seperti produksi sampah plastik dan penangkapan ikan secara ilegal atau Illegal, Unreported and Unregulated Fishing (IUUF).

Luhut mencontohkan, aktivitas manusia yang bisa merusak ekosistem laut dan keberlangsungan segala biota lautnya, adalah pencemaran laut akibat tumpahnya minyak dari aktivitas kapal ataupun pengeboran minyak.

“Atau, tumpukan sampah plastik laut yang mengambang menyerupai pulau raksasa kemudian dimakan oleh ikan atau mamalia laut lainnya juga berasal dari aktifitas manusia,” ungkap dia.

 

Aktivis Greenpeace menuliskan kata ‘stop pirate fishing’ pada sebuah kapal illegal. Foto : Greenpeace

 

Kemudian, untuk aktivitas IUUF, Luhut menegaskan bahwa itu juga merupakan ancaman sangat serius karena bisa mengancam keberlangsungan sumber daya hayati di laut. Itu semua, lagi-lagi karena disebabkan manusia dengan kemampuan akalnya.

Dia lalu menyebut, kasus perusakan terumbu karang yang ada di Raja Ampat, Papua Barat, pada awal Maret lalu, bisa dipastikan juga karena ulah manusia. Padahal, terumbu di kawasan tersebut selama ini dikenal sebagai yang terbanyak jenisnya di dunia.

“Kerusakan terumbu karang di Raja Ampat yang keindahannya tak ternilai yang disebabkan oleh kapal pesiar juga tak lain diakibatkan oleh kecerobohan manusia,” tegas dia.

Kasus tersebut, bagi Luhut, menjadi pelajaran sangat penting sehingga ke depan Indonesia akan lebih baik untuk menjaga wilayah lautnya dari berbagai ancaman. Kata dia, Pemerintah RI tidak main-main dalam mengatasi tantangan tersebut.

Sementara itu, menurut staf pengajar Sekolah Tinggi Perikanan (STP) Nasirin, sampah yang mendominasi di lautan biasanya dalam bentuk sampah mikroplastik. Karena bentuknya yang kecil, sampah tersebut sangat berbahaya karena bisa menyerupai fitoplankton dan menjadi makanan ikan kecil.

“Kalau dimakan oleh ikan kecil, maka itu akan menjadi rantai makanan. Karena ikan kecil akan dimakan oleh ikan lebih besar, dan pada akhirnya akan dimakan oleh manusia. Mikroplastik ini sangat berbahaya untuk kesehatan,” cetus dia.

 

Sampah plastik dan mikroplastik di lautan membahayakan bagi penyu karena dianggap makanan. Banyak penyu dan biota laut yang mati karena memakan sampah di lautan. Foto : ecowatch

 

Menurut Nasirin, apapun jenis sampah yang ada di lautan, itu akan sangat mengganggu untuk kehidupan manusia, termasuk untuk wisata bahari yang sedang berkembang pesat saat ini. Jika ada sampah, wisatawan yang sedang menyelam atau snorkeling akan sangat terganggu.

“Tidak hanya itu, sampah plastik ini membahayakan keberlangsungan hidup biota laut yang saat ini. Termasuk, biota laut yang berstatus langka seperti penyu. Bukan rahasia lagi, jika penyu sering memakan plastik yang wujudnya mirip ubur-ubur saat mengambang di permukaan laut,” jelas dia.

Untuk itu, Nasirin menghimbau kepada siapapun yang ada di lautan ataupun di daratan, untuk sama-sama tidak membuang sampah sembarangan. Karena, walau ada di daratan, sampah bisa saja masuk ke lautan karena memang terbawa arus sungai.

(baca : Memprihatinkan, Satwa Laut di Bali dan NTB Makin Beresiko Keracunan karena Ini…)

 

Rencana Aksi Nasional

Agar aktivitas manusia tidak merusak laut dengan seisinya, Luhut mengungkapkan, pihaknya sudah menyusun rencana aksi nasional (RAN) untuk mengatasi sampah plastik yang ada di laut. RAN tersebut dibuat, agar sampah plastik yang ada di laut bisa dikembangkan sebagai bioplastik, pengelolaan sampah menjadi energi, daur ulang sampah serta penguatan kapasitas bagi pemerintah daerah.

Khusus untuk pengelolaan sampah, Luhut menyebut, pihaknya akan membuat kerja sama di tingkat internasional. Melalui kerja sama, pengelolaan sampah diharapkan bisa lebih bagus lagi dan membawa manfaat untuk penyelamatan lingkungan di laut.

Selain membuat RAN, Luhut menyatakan, Pemerintah Indonesia sangat serius untuk mengurangi sampah plastik dengan membuat gerakan pengurangan penggunaan plastik dalam waktu delapan tahun. Selain itu, Pemerintah juga menginvestasikan dana sebesar sebesar 1USD miliar untuk program pengelolaan sampah.

(baca : Bersih Laut, Mencegah Lautan agar Tak Jadi Tempat Pembuangan Sampah)

 

Instalasi seni paus sperma Dead Whale di Pantai Naic, ibu kota Provinsi Cavite, Filipina yang dibuat oleh seniman Biboy Royong untuk Greenpeace. Karya seni itu sebagai bagian dari kampanye bahaya sampah plastik di lautan. Foto : Vince Cinches / Greenpeace Filipina

 

Berkaitan dengan kejahatan IUUF yang sudah masuk kategori kejahatan transnasional, Luhut menerangkan, tidak hanya melakukan penegakan hukum dengan ketat, Indonesia juga sedang bekerja sama dengan negara kawasan di Asia Tenggara dan Asia Pasifik serta negara-negara pasar seperti Uni Eropa, AS, Tiongkok, Jepang dan Korea.

“Kini kami sedang menyusun instrumen kerja sama regional untuk memberantas kejahatan di sektor perikanan. Karena kami sadar bahwa kejahatan ini tidak hanya terjadi di dalam negeri namun juga terjadi secara global,” katanya.

Luhut menjelaskan, aktivitas IUUF yang sudah berlangsung lama terbukti sudah membunuh spesies di lautan yang jumlahnya tak terhitung lagi. Selain itu, kejahatan tersebut juga sudah menyebabkan kemiskinan di masyarakat pesisir yang membentang dari Asia hingga Afrika.

Agar koordinasi di antara negara kepulauan bisa terjalin baik, Luhut juga mengajak negara-negara pulau untuk membentuk forum Negara Kepulauan dan Negara Pulau di Konferensi Kelautan Dunia PBB. Menurut dia, sebagai negara kepulauan atau negara pulau, baik besar maupun kecil jumlah populasinya, semuanya memiliki tantangan yang sama.

“Indonesia telah kehilangan banyak penduduk serta pesisir pantainya karena naiknya permukaan laut maupun bencana alam seperti tsunami. Oleh karena itu saya mengajak semua negara kepulauan maupun negara pulau untuk bekerjasama melalui sebuah forum,” ajak dia.

Melalui forum tersebut, dia berharap ada pertukaran ilmu dan pengalaman serta melakukan pelatihan bersama dalam pengelolaan laut. Agar forum tersebut dapat menghasilkan solusi yang nyata, Luhut mengharapkan agar pejabat pemerintah, peneliti, pihak swasta serta komunitas masyarakat ikut bergabung.

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , ,