Dibekuk, Pedagang Satwa Liar Online di Gorontalo

 

 

Jumat sore, 9 Juni 2017, di Desa Payunga, Kecamatan Batudaa, Kabupaten Gorontalo, dikejutkan dengan kehadiran serombongan tim gabungan. Mereka berasal dari Balai Penegakan Hukum (Gakkum) Wilayah III Sulawesi, BKSDA Seksi Wilayah II Gorontalo, bersama Polda Gorontalo dan tim teknis Wildlife Crime Unit (WCU).

Tim gabungan berhasil menangkap seorang pedagang satwa liar ilegal di desa tersebut. Barang bukti yang berhasil disita terdiri dari 3 individu kakatua koki (Cacatua galerita), 1 individu kakatua-kecil jambul-kuning (Cacatua sulphurea), 7 individu nuri kepala hitam (Lorius lory), 1 individu perkici dora (Trichoglossus haematodus) dan 3 individu nuri ternate (Lorius garrulous).

Kepala Balai Gakkum Wilayah III Sulawesi, Muhammad Nur, dalam pernyataan tertulis yang diterima Mongabay Indonesia menyatakan, kakatua besar jambul kuning dan kakatua kecil jambul kuning merupakan satwa dilindungi Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Tersangka dapat dikenakan hukuman maksimal 5 tahun penjara dan denda Rp 100 juta.

“Dalam hal perdagangan satwa yang dilindungi, kami tetap berkomitmen memerangi dan menegakkan aturan berdasarkan perundang-undangan, berkoordinasi dengan pihak kepolisian,” kata Muhammad Nur.

Dalam pernyataan yang sama Dwi Adhiasto, Wildlife Trade Program Manager, mengapresiasi upaya yang dilakukan Balai Gakkum Wilayah III Sulawesi, BKSDA Seksi Wilayah II dan Direskrimsus Polda Gorontalo untuk mengatasi perdagangan satwa liar di Indonesia.

“Selain menjual ke beberapa pedagang burung di Gorontalo, tersangka juga berjualan satwa secara daring (online). Kami mengimbau, apabila masyarakat menemukan perdagangan satwa melalui sosial media agar melapor ke pihak berwenang setempat, seperti kepolisian maupun BKSDA,” ujar Dwi.

Hal serupa diungkapkan Komisaris Besar Polisi Totok Suharyanto, Direskrimsus Polda Gorontalo. Menurutnya, penindakan yang dilakukan bersama tim Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) adalah pencapaian positif untuk melindungi satwa dilindungi. “Tujuannya, agar tidak terjadi kepunahan satwa dan tetap terjaga kelestariannya.”

Tersangka menjual satwa-satwa tersebut melalui media sosial Facebook dengan harga antara Rp1 juta hingga Rp2 juta lebih. Nuri kepala hitam dijual seharga Rp1,5 juta, sementara kakatua putih jambul kuning seharga Rp2,5 juta. Satwa-satwa tersebut berasal dari Papua dan Maluku Utara, dipesan dari Manado, dengan cara menjemput langsung dari pelabuhan Bitung, Sulawesi Utara. Kemudian dibawa ke Gorontalo.

 

Kangkareng sulawesi (Rhabdotorrhinus exarhatus), jenis rangkong yang hanya ada di Sulawesi, Indonesia. Perburuan selain kerusakan habitat, turun menurunkan populasi jenis ini. Foto: Rhett Butler

 

Kendala satwa sitaan

Gorontalo meski sudah lama menjadi provinsi sendiri, berpisah dari provinsi Sulawesi Utara, hingga saat ini belum memiliki Pusat Penangkaran Satwa atau PPS. Begitu juga dengan keberadaan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) yang masih tergabung dalam wilayah Sulawesi Utara.

Sembari menunggu proses hukum, hasil sitaan satwa dari tim gabungan tersebut hingga kini masih dititipkan di kantor BKSDA Wilayah II Sulawesi Utara, yang berada di Kelurahan Pone, Kecamatan Limboto, Kabupaten Gorontalo.

Syamsudin Hadju, Kepala BKSDA Seksi Wilayah II mengakui memang ada beberapa kendala yang mereka hadapi terkait hasil sitaan satwa tersebut. Pasalnya, satwa-satwa itu butuh pemeliharaan dan perawatannya tetap harus dijaga, agar kondisi kesehatan lebih baik, sebelum dilepasliarkan ke habitat aslinya.

“Saya tidak muluk-muluk harus ada PPS. Paling tidak bagi kami ada kandang transit. Lokasi yang ada sekarang belum layak. Dan juga, tidak ada tenaga teknis yang merawat. Apalagi musim hujan seperti sekarang ini, di Gorontalo akan mempengaruhi kesehatan satwa,“ jelasnya.

Kepala Seksi Wilayah III Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Sulut dan Gorontalo, William Tengker, ikut memberikan tanggapanya.

William yang turut serta bersama tim melakukan penangkapan mengungkapkan bahwa saat ini memang kondisi penitipan semenara satwa di kantor BKSDA Seksi Wilayah II bisa dikatakan tidak layak. Harusnya, satwa-satwa itu masuk ke PPS. Hanya saja PPS Tasikoki berada di Sulawesi Utara. Akan terlalu berisiko bagi satwa jika melakukan perjalanan darat sekitar 8-9 jam.

“Demikian halnya jika satwa tersebut diangkut menggunakan pesawat, tidak ada jaminan mengenai keamanan satwa. Apalagi satwa yang baru disita cenderung lemah. Perlu penanganan profesional,” katanya.

William mengatakan, Gorontalo sudah saatnya membutuhkan PPS. Apalagi di Gorontalo juga banyak hasil satwa sitaan dan ada juga inisiatif masyarakat yang menyerahkan satwa ke BKSDA. Setelah itu, semuanya dikirimkan ke PPS Tasikoki.

“Sampai saat ini kondisi satwa baik-baik saja. Ada satu individu yang lemah. Tapi saya yakin BKSDA di Gorontalo berusaha keras sekuat tenaga untuk mengembalikan kondisi satwa tersebut agar tetap sehat dan terjaga.”

Untuk persidangan pelaku, sampai saat ini belum ada jadwalnya. Jaksa juga belum melihat satwa sitaan. Begitu satwa berada pada jaksa, mereka harus mencermati dulu kelengkapan berkas, sebelum membuat pra penuntutan, kemudian naik lagi ke pengadilan.

“Berproses sesuai aturan. Bukan kewenangan kami mengajukan ke pengadilan, itu kewenangan jaksa. Sementara untuk persidangan sendiri mengikuti lokus kejadian, di Pengadilan Negeri Gorontalo,” ungkap William.

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,