Indonesia Setuju Ada Armada Kapal Tanpa Awak, Tapi …

Indonesia menyepakati usulan Denmark bahwa di masa mendatang harus ada teknologi kapal tanpa awak di perairan dunia. Tetapi, Indonesia meminta teknologi yang harus dikembangkan itu perlu dilengkapi dengan aturan yang jelas.

Usulan Denmark itu terungkap saat Sidang Komite Kemaritiman (MSC) ke-98 Organisasi Maritim Internasional (IMO) digelar di London, Inggris, 13 Juni lalu. Saat itu, Indonesia langsung melakukan intervensi atas usulan Denmark tersebut.

 

 

Asisten Deputi Keamanan dan Ketahanan Maritim Kementerian Koordinator Kemaritiman Basilio Dias Araujo menjelaskan, dilakukannya intervensi atas usulan Denmark tersebut, tidak lain karena Indonesia mengamati bahwa selama ini selalu ada insiden yang melibatkan kapal di perairan Indonesia.

“Kami mencatat lebih dari 10 kali insiden kapal kandas di atas terumbu karang kami yang indah selama lima bulan terakhir ini,” ujar dia yang juga menjabat sebagai Alternate Head of Delegation atau Pengganti Ketua Delegasi Indonesia dalam sidang tersebut, belum lama ini.

Menurut Basilio, dalam setiap insiden yang terjadi di perairan Indonesia, penyebabnya rerata karena kesalahan nakhoda kapal. Selain itu, juga karena kelalaian membaca peta navigasi, atau tidak memiliki peta Indonesia paling mutakhir.

Mengingat selalu muncul insiden di perairan Indonesia, Basilia meminta kepada Denmark dan negara-negara sponsor usulan yakni Estonia, Finlandia, Jepang, Belanda, Norwegia, Korea Selatan, Inggris, dan Amerika Serikat untuk mempertimbangkan tentang regulasi yang mengatur jelas tentang teknologi tersebut.

Basilio menuturkan, pentingnya dibuat regulasi, karena Indonesia sebelumnya sudah menjadi korban akibat tidak jelasnya peraturan dan itu terjadi saat insiden penabrakan kapal pesiar di atas terumbu karang di kawasan Raja Ampat, Papua Barat.

“Insiden tersebut menyebabkan kerugian yang sangat besar, biaya rehabilitasi terumbu karang nilainya jauh lebih besar daripada biaya menggaji nakhoda selama setahun,” tegas dia.

 

Kapal MV Caledonian Sky yang kandas dan merusak terumbu karang di zona inti Raja Ampat, Papua Barat. Foto : Stay Raja Ampat

 

Basilio kemudian mencontohkan, dalam insiden di Raja Ampat, Pemerintah Indonesia menggugat pemilik kapal untuk mengganti biaya rehabilitasi sebesar USD460 juta atau setara Rp6,1 triliun. Jumlah tersebut dinilai pihak asuransi dan pemilik kapal sangat besar.

“Namun berdasarkan perhitungan pakar terumbu karang, itu adalah harga yang pantas atas perusakan terumbu karang yang masif dan perusakan lingkungan secara umum,” jelas dia.

Selain karena selalu ada insiden, Basilio juga mengingatkan, jika memang kapal tanpa awak akan dikembangkan dan kemudian dioperasikan, maka itu haruslah diwaspadai dengan baik. Mengingat, sejumlah hal teknis perlu dilakukan apabila terjadi insiden.

“Komunikasi tatap muka juga mutlak diperlukan. Izin kapal perlu ditunjukkan dan kapten kapal perlu dimintai keterangan. Semua jenis komunikasi ini tidak akan bisa dilakukan dengan teknologi kapal tanpa awak,” pungkas dia.

 

Pelabuhan untuk IUUF

Aktivitas pencurian ikan atau illegal, unreported, unregulated (IUU) Fishing di perairan Indonesia dan dunia, bisa dicegah jika peran pelabuhan bisa dioptimalkan sebaik mungkin. Peran pelabuhan tersebut, menjadi bagian dari penerapan Port State of Measures Agreement (PSMA) yang telah disepakati negara-negara di dunia.

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyampaikan, pelabuhan secara tradisional selalu menjadi titik perhentian terakhir bagi kapal-kapal penangkap ikan yang akan menjual hasil tangkapannya ke pasar. Untuk itu, ada peran penting yang dimiliki pelabuhan dan itu bisa dimanfaatkan untuk menyeleksi ikan yang didapat dari IUUF atau bukan.

“PSMA merupakan instrumen penting untuk menghentikan praktik IUUF secara efektif dan melindungi lautan,” ujar dia belum lama ini.

 

Aktivitas analisis radar di BPOL untuk mengidentifikasi apakah kapal-kapal besar yang terlihat ilegal atau tidak. Foto: Luh De Suriyani

 

Sebelum itu, Susi mengaku, saat berbicara di Roma, Italia tahun lalu, dia berjanji kepada publik di sana untuk berkomitmen menerapkan PSMA di Indonesia. Hasilnya, setelah itu dia menunjuk lima pelabuhan untuk mengimplementasikan perjanjian itu untuk memerangi IUUF di Indonesia.

“Dan kami berencana untuk menambahkan lebih banyak lagi pelabuhan di daerah, di mana intensitas aktivitas kapal penangkap ikan asingnya tinggi,” jelas dia.

Akan tetapi, Susi mengatakan, meski PSMA adalah instrumen penting dalam menghentikan IUUF, namun ada instrumen lain yang tak kalah penting, yakni bagaimana meningkatkan pemantauan aktivitas penangkapan ikan di laut lepas secara baik.

Menurut dia, dengan pemantauan langsung, aktivitas penangkapan ikan dan transshipment bisa dideteksi lebih cepat. Kata dia, laut lepas tetap harus mendapat perhatian khusus karena tanpa pengelolaan yang baik, akan sulit untuk mengindentifikasi asal ikan tangkapan.

“Ini juga bisa menjadi kendala penerapan PSMA di pelabuhan-pelabuhan,” tutur dia.

Agar pengawasan di laut bisa berjalan baik, Susi mengatakan, Indonesia sengaja menerbitkan data vessel monitoring system (VMS) secara terbuka melalui Global Fishing Watch. Dengan VMS, aktivitas kapal nelayan Indonesia bisa terpantau secara detil.

Lebih jauh Susi menuturkan, aktivitas IUUF tidak hanya mengancam keamanan lingkungan, tapi juga melukai kehidupan orang-orang yang mengandalkan laut sebagai ladang pekerjaan dan sumber makanan. Selain itu, IUUF juga masuk dalam kategori kejahatan perikanan transnasional dan terorganisir yang dapat mencemari kedaulatan nasional.

“Kita dapat mengakhiri operasi nakal ini melalui penerapan PSMA yang efektif, kapasitas penegakan aturan yang lebih kuat, teknologi pengawasan yang lebih baik, kebijakan yang kuat, tata kelola yang kuat, dan pertukaran informasi kredibel yang lebih transparan berkaitan dengan perikanan antarnegara. Yang paling penting, kita membutuhkan pemimpin yang berani, dengan political will yang kuat untuk memerangi IUUF dan fisheries crime,” kata dia.

Karena memerlukan kerja sama banyak negara, Susi menyebut, penerapan PSMA tidak akan efektif jika tidak diterapkan aturan tegas terhadap negara yang kapal perikanannya melakukan IUUF atau fisheries crime (negara bendera). Aturan itu, kata dia, sudah ada dalam kode etik The United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) dan badan pangan PBB (FAO).

“Masih banyak negara anggota FAO yang menggunakan flags of convenience untuk operasi penangkapan ikan, dan sebagian besar kapal ini melakukan IUUF. Saya mendorong FAO untuk mengambil tindakan dan menghentikan praktik ini guna memerangi IUUF dan kejahatan perikanan,” tambah dia.

 

Penenggelaman kapal asing

 

Tak lupa, selain mengingatkan kerugian dari IUUF, Susi juga mengingatkan ada harapan indah yang akan didapat bila laut dijaga dengan baik dan dijauhkan dari IUUF. Harapan itu, adalah persediaan ikan dengan biota laut lainnya akan kembali melimpah dan itu akan menggerakkan kembali roda perekonomian yang lumpuh karena IUUF.

“Negara dunia harus bekerja sama untuk menutup celah-celah yang memungkinkan sindikat kejahatan perikanan beroperasi secara bebas di seluruh dunia. Planet bumi kita ini hanya memberi satu lautan besar, dan inilah tugas kita untuk melindunginya, untuk generasi sekarang dan masa depan di dunia ini,” pungkas dia.

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,