Bahagia Romeo yang Mendapatkan Kembali Kebebasannya

 

 

Borneo Orangutan Survival Foundation (BOSF) Samboja Lestari, Kalimantan Timur, berhasil melakukan uji coba pra-pelepasliaran orangutan yang divonis menderita penyakit berbahaya selama hidupnya. Selama 22 hari, tepatnya sejak 7 Juni hingga 29 Juni 2017, tim monitoring memastikan kondisi orangutan tersebut di sebuah pulau buatan, Pulau 5. Hasilnya memuaskan, si orangutan bisa bertahan hidup dengan mencari pakan sendiri.

Dia adalah Romeo, orangutan yang dipulangkan ke Indonesia dari Taiwan. Sekitar 24 tahun lalu, tepatnya pada 1993, Romeo yang berusia 6 tahun, dibawa ke BOSF yang saat itu berada di Wanariset. Berdasarkan serangkaian pemeriksaan yang dilakukan, Romeo diketahui menderita Hepatitis B yang memaksanya untuk hidup di dalam kandang. Dia juga tidak dikawinkan lantaran khawatir akan menularkan penyakitnya itu pada orangutan lainnya.

CEO BOSF, Jamartin Sihite mengatakan, semua orangutan pada dasarnya memiliki hak untuk hidup bebas. Meskipun menderita suatu penyakit, mereka harus bebas, tentunya setelah mendapat perawatan. “Dulu, kita hanya tahu bila ada orangutan yang menderita penyakit hepatitis seperti Romeo, harus diamankan,” tuturnya kemarin.

Kebebasan Romeo, tentu saja sudah sesuai prosedur kesehatan. BOSF sudah lebih dulu mempelajari penyakit hepatitis ini. Dalam perkembangan ilmu kedokteran menunjukkan, hepatitis B pada orangutan (Orangutan hepadnavirus) secara alami memang terbentuk di alam liar dan tidak berbahaya.

Virus ini sudah berevolusi dengan orangutan dan fungsi sebenarnya adalah membangun sistem kekebalan alami tubuh yang tidak mengancam kehidupannya. Fakta ini mengartikan, Romeo dapat bersosialisasi dengan orangutan lainnya dan bisa dilepasliarkan di hutan, habitatnya.

“Romeo adalah uji coba pertama, dan berhasil. Romeo layak hidup di alam liar.”

 

Romeo dibawa ke klinik untuk pemeriksaan terakhir sebelum dipindahkan ke pulau pra-pelepasliaran. Foto: Yovanda

 

Di Pulau 5, pulau pra-pelepsliaran itu, Romeo tidak hanya diajarkan hidup mandiri, tetapi juga diberi teman dua orangutan betina, Fani dan Isti. Kedua betina itu diharapkan mampu menuntun Romeo untuk kawin dan memiliki keturunan. Bila tahapan ini sukses, selanjutnya, Romeo akan dipindah ke pulau besar, sebelum benar-benar dilepas ke alam liar.

“Pra-pelepasliaran Romeo ini, sekaligus memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia setiap 5 Juni 2017,” jelas Jamartin.

Jumlah pulau buatan pra-pelepasliaran di Samboja Lestari saat ini ada tujuh buah. Setiap orangutan yang telah lulus Sekolah Hutan, ditempatkan di salah satu pulau ini sebelum dilepasliarkan di hutan. Di sini mereka hidup di tempat terbuka, sebagaimana alam liar, di bawah pengawasan tim pemantau.

“Samboja Lestari telah melepasliarkan 13 orangutan ke Hutan Kehje Sewen di Kutai Timur. Sedangkan kebebasan Romeo merupakan kado spesial.”

Jamatin menuturkan, program pelepasliaran ini, sempat terhenti 10 tahun akibat tidak tersedianya hutan untuk menampung orangutan dari pusat rehabilitasi. Ini yang menyebabkan masih menumpuknya ratusan orangutan di Samboja Lestari. Meski, sekarang telah ada Hutan Kehje Sewen, namun kapasitasnya tidak dapat menampung seluruh orangutan yang berada di pusat rehabilitasi.

“Kita butuh butuh jasa lingkungan dari hutan seperti air bersih, udara segar, dan keseimbangan iklim. Artinya, kita butuh orangutan sebagai penjaga hutan, yang mampu menjaga kualitas hutan,” paparnya.

 

Romeo di atas platform Pulau 5. Foto: BOSF/Agus Irwanto

 

Hepatitis varian tidak membahayakan manusia

Pada kasus Romeo, hepatitis yang dideritanya itu berbeda dengan hepatitis pada manusia. Hepatitis varian orangutan tidak berbahaya untuk manusia. Dessy Crisandi, dokter hewan BOSF Samboja Lestari, coba menjelaskan fenomena penyakit yang diderita Romeo ini.

“Penelitian terakhir menyatakan bahwa hepatitis yang diderita manusia berbeda dengan hepatitis orangutan. Hepatitis orangutan merupakan virus normal orangutan, tidak akan menimbulkan sakit seperti hepatitis pada manusia,” jelasnya.

Selain hepatitis varian orangutan, Romeo tidak menderita penyakit lain. Romeo termasuk orangutan yang bisa diatur, meski selama 24 tahun hidupnya dihabiskan hanya di dalam kandang. “Selama di Samboja Lestari, Romeo tidak pernah sakit. Dia hanya menderita hepatitis.”

Disinggung mengenai masa kawin yang akan dihadapi Romeo bersama dua betina, Dessy menegaskan, Romeo tetap memiliki hasrat seksual yang normal. 24 tahun terkurung di kandang tidak akan mempengaruhi birahinya. “Tidak lama berada di pulau buatan itu, Romeo langsung mengawini Fani. Ini membuktikan, meski 24 tahun di dalam kandang, tidak berpengaruh pada hasrat seksual orangutan.”

Saat ini, lanjut Dessy, yang dikhawatirkan dari Romeo adalah usianya. Sebab, usia 30 tahun adalah umur yang rentan terserang berbagai penyakit berbahaya lainnya. “Romeo harus lebih hati-hati terhadap penyakit geriatric seperti arthritis. Sedangkan hepatitis yang dideritanya, tidak akan menjangkiti orangutan yang lain,” pungkasnya.

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,