Perdagangan Satwa Liar Dilindungi Memang Marak, Ini Buktinya

 

 

Tim gabungan dari Polres Malang, Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan-Kementerian​ Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta Center for Orangutan Protection (COP), berhasil menggagalkan perdagangan satwa liar dilindungi. Dua warga yang berdomisili di Desa Pakisjajar, Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang, Jawa Timur, merupakan pelaku utamanya.

Saat penggerebekan, Jumat (14/07/2017), dari rumah tersangka, petugas menemukan 15 individu elang, 1 individu burung hantu (Bubo Sumatranus), dan 1 ekor ular sanca kembang (phyton reticulates). Secara rinci, 15 individu elang yang merupakan satwa dilindungi ini terdiri dari 8 elang brontok (Spizaetus cirrhatus), 3 elang jawa (Nisaetus bartelsi), 3 elang hitam (Ictinaetus malayensis), dan 1 elang alap tikus (Elanus caeruleus).

“Kami mengamankan dua tersangka inisial A dan D. Keduanya dijerat UU Nomor 5 Tahun 1990, tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya,” tutur Kapolres Malang, AKBP Yade Setiawan Ujung.

 

Sejumlah barang bukti disita dari pelaku berupa 15 individu elang, 1 individu burung hantu, dan 1 ekor ular sanca kembang. Foto: COP

 

Menurut Koodinator Anti Wildlife Crime, Center for Orangutan Protection (COP) Hery Susanto, tangkapan kali ini termasuk yang terbesar dari segi jumlah. “Kami menggerebek rumah kedua pedagang ini, jaraknya sekitar 200 meter. Semua barang bukti ini faktanya,” ujar Hery kepada Mongabay Indonesia.

Dari pengakuan tersangka, sejumlah elang itu diperoleh dari Jawa Barat. Selanjutnya, dijual secara online dan akan dikirim ke pemesan melalui paket ekspedisi. Harga elang untuk setiap individunya, diperkirakan mulai satu hingga lima juta Rupiah.

“Banyaknya tangkapan mengindikasikan tingginya permintaan satwa dilindungi oleh para pencinta atau kolektor. Selain itu, menjamurnya komunitas pencinta raptor menaikkan permintaan satwa ini di pasaran.”

Hery menambahkan, sudah saatnya pemerintah dan aparat penegak hukum menindak tegas para kolektor atau pemelihara satwa liar dilindungi. Selain tentunya, menghukum berat para pemburu dan pedagang liar. “Perlu sekali ditertibkan agar tidak ada lagi permintaan satwa liar,” lanjutnya.

 

Elang jawa yang disita dari pelaku merupakan jenis satwa yang dilindungi undang-undang. Foto: COP

 

Ancaman punahnya predator

Kepala Unit Komunikasi dan Pengembangan Pengetahuan Burung Indonesia, Ria Saryanthi mengatakan, elang merupakan jenis satwa yang eksotis dan punya kebanggaan bagi pemeliharanya. Sehingga, tingginya harga tidak menjadi masalah bagi masyarakat yang hobi memelihara.

“Elang ini satwa yang kharismatik, akan terlihat elegan bila mempunyai jenis ini dibandingkan burung berkicau,” jelasnya akhir pekan ini.

Ria mengatakan, di beberapa lokasi yang biasanya menjadi habitat elang, saat ini sulit ditemukan. Ketersediaan pakan yang terbatas ditambah perburuan, menyebabkan berkurangnya populasi elang. “Sekarang agak sulit menemukan elang brontok, elang bido, dan elang tikus. Untuk jenis lain masih bisa dipantau.”

Perdagangan elang, menurut Ria, lebih banyak dilakukan untuk memenuhi permintaan pasar dalam negeri. Tren penggunaan media sosial yang memungkinkan orang memajang satwa yang akan diperdagangkan, menjadi pemicu meningkatnya permintaan raptor ini sebagai satwa peliharaan.

“Promosi oleh komunitas-komunitas pencinta satwa melalui media sosial, meningkatkan perburuan dan perdagangan. Tidak hanya di Jawa, di Sumatera dan Kalimantan juga sama.”

 

Ular sanca kembang yang turut disita dari para pelaku. Foto: COP

 

Perlindungan kawasan, menjadi syarat penting menjaga elang dari kepunahan, selain penegakan hukum yang tegas dan berat bagi pemburu dan pedagang. “Hukuman harus berat, karena selama ini tidak membuat jera pelaku. Bahkan, semakin satwa itu berstatus dilindungi, malah semakin banyak yang mencari.”

Penyadaran akan pentingnya menjaga kawasan hutan dan melestarikan elang perlu terus dilakukan oleh pemangku kebijakan maupun aparat terkait. Masyarakat harus diberikan informasi akan pentingnya menjaga keseimbangan eksositem. “Semua makhluk yang hidup di alam memiliki fungsi penting, jadi harus kita jaga bersama kelestariannya,” tandasnya.

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,