KPH Berperan Penting Perluas Hutan Kelola Masyarakat

 

 

Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) bisa berperan penting dalam mengembangkan pengelolaan hutan berbasis masyarakat sekaligus melestarikan hutan. Ia bagus bagi lingkungan, dan bisa meningkatkan ekonomi masyarakat.  Satu contoh, KPH Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, jadi model pertama pengembangan bisnis kehutanan lintas sektoral, kementerian/lembaga dan swasta.

”KPH fokus dikelola masyarakat sekitar hutan dengan skema perhutanan sosial. Ini untuk pemberdayaan masyarakat sekitar hutan secara ekonomi,” kata Hargiyono, Direktur Bina Usaha Perhutanan Sosial dan Hutan Adat Ditjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, usai Forum Bisnis Kehutanan Berbasis Masyarakat, Rabu (19/7/17) di Sumbawa.

Selama ini, katanya, KPH yang dikelola warga sudah memiliki beragam usaha, tetapi secara kelembagaan masih lemah.

Harapannya, KPH, antara lain bisa jadi kelompok usaha hutan kelola masyarakat yang memiliki rencana kerja jangka panjang hingga mendorong peningkatan ekonomi sejalan kelestarian lingkungan di tingkat tapak.

”Selama ini, pemasaran (produk hutan non kayu) jadi penting, kunci pemasaran itu jaringan dan pengemasan, serta kontinuitas pemasok,” katanya.

KPH pun harus menyusun rencana kerja usaha (RKU) hingga memiliki tujuan dan hasil lebih jelas serta terukur. “Ini jadi modal bagi lintas sektoral maupun swasta dalam menggandeng dan meyakinkan usaha kehutanan.”

Untuk itu, katanya, perlu ada identifikasi setiap KPH. Rufi’ie, Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan Ditjen Pengelolaan Hutan Produksi Lestari menginginkan kluster industri berdasarkan potensi keunggulan komoditas daerah.

Dia contohkan, madu hutan jadi unggulan KPH Sumbawa tetapi  perlu sinergitas lintas daerah dalam mengelola hasil hutan bukan kayu bahkan sampai pengelolaan produk turunan.

Kementerian, katanya, akan mengupayakan pengelolaan lintas sektoral dengan pendekatan integratif. Caranya, dengan penguatan kapasitas KPH, kelembagaan, pengembangan klaster industri dan pendanaan usaha perhutanan tingkat tapak secara bersinergi dan terpadu. “Pemasaran akan lebih mudah.”

Terpenting dalam pengembangan KPH lintas sektoral ini, kata Rufi’ie, fokus koordinasi dan integrasi pada tujuan sama. Meski diakui, aturan sektoral seringkali menghambat.

 

Agus Isnantio Rahmadi, Kepala BLU Pusat P2H menandatangani nota kesepahaman dengan dua KPH Batulanteh dan Ampang Plampang guna penyiapan calon penerima dana bergulir. Foto: Lusia Arumingtyas/Mongabay Indonesia.

 

***

Sejak UU Nomor 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah, kala alih kewenangan pengelolaan kehutanan dari pemerintah kabupaten ke provinsi, sudah ada unit pelaksana teknis daerah (UPTD) KPH di 18 provinsi. Jumlah itu, 10 KPH sudah ada payung hukum berupa peraturan daerah maupun peraturan gubernur, delapan provinsi masih belum.

”KPH merupakan harapan terakhir pengelolaan hutan di KLHK, ini berbasis masyarakat,” kata  Madani Mukarom, Kepala Dinas LHK NTB.

Dia mengatakan, peran KPH sangat penting sebagai langkah nyata implementasi Nawacita Presiden Joko Widodo.

Maidiward, Kepala Subdirektorat Penataan Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL), mengatakan, KPH perlu dukungan komitmen pemerintah daerah, kabupaten dan kota.

Pengembangan model bisnis pun disesuaikan kesiapan setiap daerah dan respon pemerintah daerah.

 

Model pertama

Rasyidi, Sekretaris Daerah Sumbawa mengatakan, 30% luas hutan Nusa Tenggara Barat ada di Sumbawa. ”KPH ini penyumbang penurunan kantong kemiskinan, jadi salah satu wakil pemerintah di tapak untuk mendorong program pemda, kabupaten kota dan provinsi,” katanya.

Salah satu produk andalan, madu hutan.”Ke depan, madu bisa jadi ikon dan nilai tambah masyarakat untuk tetap menjaga kelestarian hutan.”

Sumbawa, jadi model atau percontohan, berdasarkan pada penilaian laporan kinerja Ditjen PHPL dari 2015-2016. KPH Puncak Ngengas Batulanteh, satu dari enam KPH yang mendapatkan sertifikasi PHPL dari 147 KPH di Indonesia.

Enam lainnya, KPH Yogyakata, Tasik Besar Serkap (Riau), Berau Barat (Kalimantan Timur), Gularaya (Sulawesi Tenggara), dan KPH Gunung Sinopa (Maluku Utara).

 

Pendanaan

Dalam usaha kehutanan berbasis masyarakat, pendanaan jadi masalah krusial. Agus Isnantio Rahmadi, Kepala Badan Layanan Umum Pusat Pembiayaan Pembangunan Hutan (BLU P3H) yakin dengan skema lintas sektoral melalui kerjasama akan mempermudah dana bergulir dimanfaatkan KPH.

”Kami siap bekerjasama dengan KPH NTB dalam mengembangkan usaha kecil menengah kehutanan sekaligus meningkatkan fungsi sosial, ekonomi, dan ekologi hutan KPH,” katanya.

 

Penandatanganan MoU kelola hutan berbasis masyarakat di Lombok antara KLHK dan Pemerintah NTB, Kamis (20/7/17). Ida Bagus Putera Parthama, Dirjen PHPLmewakili KLHK(baju putih)  dan Pemerintah NTB diwakili Wakil Gubernur Muhammad Amin. Foto: Lusia Arumingtyas/Mongabay Indonesia

 

Pada kesempatan ini, BLU P3H langsung menandatangani nota kesepahaman dengan dua KPH,  Batulanteh dan Ampang Plampang guna menyiapkan calon penerima dana bergulir BLU.

Dana ini, baik untuk sosialisasi, identifikasi potensi usaha kekuatan, penguatan/pembinaan kelembagaan kewirausahaan, bimbingan penyusunan proposal dan pelatihan keparalegalan.

Selain itu, sembilan KPH di Sumbawa tergabung dalam Forum KPH Sumbawa dan Jaringan Madu Hutan Sumbawa menandatangani nota kesepahaman dengan swasta, distributor madu PD Dian Niaga Jakarta dan PT Wira Usaha Lebah Kreasi Bali.

”Perlu ada garansi kualitas dan kuantitas agar tetap kontinyu,” kata I Wayan Surya Dhiyana, Direktur PT Wira Usaha Lebah Kreasi.

Swasta meminta pasokan stabil bahkan meningkat agar bisa konsisten menggunakan sumber dari KPH.

 

Komitmen daerah

Guna menguatkan komitmen daerah dalam percepatan pengembangan ekonomi berbasis masyarakat di KPH NTB, nota kesepahaman ditandatangani antara KLHK, dan Pemerintah NTB.

Ida Bagus Putera Parthama, Dirjen PHPLmewakili KLHK dan Pemerintah NTB diwakili Wakil Gubernur Muhammad Amin.

Putera mengatakan, penandatanganan memorandum of understanding (MoU) sebagai langkah untuk meningkatkan kualitas sumber daya hutan negeri ini.

Langkah ini, katanya, memberikan akselerisasi KPH provinsi, kabupaten/kota lewat peningkatan kelembagaan dan pemasaran.

Amin mengatakan, MoU ini komitmen antara pemerintah pusat dan daerah dalam membangun kolaborasi, dan sinkronisasi guna mempercepat kinerja KPH.

Langkah konkrit lain, Forum Bisnis Berbasis Kemasyarakatan di KPH se-Sumbawa pada 19 Juli 2017  bekerjasama dengan Pemerintah Sumbawa dan KPH Batulanteh.

Pada acara itu, sembilan KPH di Sumbawa menandatangani nota kesepahaman untuk berkoordinasi dalam mendukung kegiatan ekonomi berbasis masyarakat mulai dari produksi, pengolahan dan pemasaran.

 

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , ,