Januari Hingga Mei 2017, Tutupan Hutan Leuser Berkurang 2.686 Hektare

 

 

Hutan Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) di Provinsi Aceh berdasarkan SK Menhut Nomor: 190/KptsII/2001 luasnya mencapai 2.255.577 hektare. Namun, hutan yang berada di 13 kabupaten/kota ini terus rusak akibat berbagai kegiatan ilegal. Periode Januari – Mei 2017, luas tutupan hutan Leuser yang hilang diperkirakan mencapai 2.686 hektare.

Manager Geographic Information System (GIS) Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HAKA), Agung Dwinurcahya, pada 19 Juli 2017 menjelaskan, berdasarkan pantauan citra satelit, tutupan hutan KEL terus berkurang akibat berbagai kegiatan ilegal.

“Januari – Mei 2017, tutupan hutan yang hilang mencapai 2.686 hektare. Kerusakan tertinggi terjadi di Kabupaten Aceh Timur (760 hektare), disusul Kabupaten Aceh Selatan (626 hektare), dan posisi ketiga adalah Kabupaten Nagan Raya (278 hektare),” sebutnya.

Agung menambahkan, pada 2015, tutupan hutan Leuser berkurang sebanyak 10.433 hektare, sedangkan di 2016 mencapai 4.609 hektare. “Pada semester pertama 2017, periode Februari – Maret yang banyak terjadi kerusakan, sekitar 970 hektare,” ujar Agung.

 

Baca: Foto: Perambahan yang Nyata di Kawasan Ekosistem Leuser

 

Manager Database Forum Konservasi Leuser (FKL), Ibnu Hasyim mengatakan, berdasarkan data monitoring lapangan di 13 kabupaten/kota yang masuk dalam KEL, Januari – Juni 2017, tim patroli dan monitoring FKL menemukan 2.562 kasus illegal kehutanan. Kegiatan itu berupa perambahan untuk perkebunan, illegal logging, perburuan satwa, dan pembukaan jalan.

“Pembalakan liar ada 1.241 kasus dengan jumlah kayu mencapai 6.312 meter kubik. Tim juga  menemukan 878 kasus perambahan hutan untuk perkebunan dengan total luas perambahan 5.415 hektare,” sebutnya.

 

Intan Setia, anak gajah sumatera yang lahir 16 Maret 2017 di Conservation Response Unit (CRU) Trumon, Kabupaten Aceh Selatan, Aceh. Intan Setia adalah masa depan gajah sumatera. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Tim patroli juga menemukan 142 kasus perburuan dengan jumlah perangkap satwa yang dimusnahkan sebanyak 205 jerat. Sementara kasus pembuatan secara liar sepanjang 298,4 kilometer. “Kabupaten Aceh Tamiang menduduki peringkat satu aktivitas illegal ini, yaitu 233 kasus pembalakan liar, 225 kasus perambahan, dan 27 kasus perburuan.”

Sementara, hasil pemantauan 2016 yang dilakukan FKL, sekitar 9.143 hektare Kawasan Ekosistem Leuser dirambah. “Sekitar 300 jerat satwa liar telah kami musnahkan,” sebut Ibnu Hasyim.

 

Baca juga: Evakuasi Bukan Solusi Jangka Panjang Penyelamatan Orangutan

 

Direktur Yayasan Orangutan Sumatra Lestari-Orangutan Information Centre (YOSL-OIC), Panut Hadisiswoyo menuturkan, akibatnya maraknya kegiatan ilegal di KEL, banyak orangutan sumatera dievakuasi karena habitatnya menjadi perkebunan.

“Dari 2012 hingga Juli 2017, jumlah orangutan yang dievakuasi mencapai 46 individu. Dengan rincian, di 2012 (11 individu), 2013 (5 individu), 2014 (6 individu), 2015 (9 individu), 2016 (7 individu), dan 2017 (8 individu). Aceh Selatan yang paling banyak dievakuasi,” terangnya.

 

Perambahan hutan yang terjadi kawasan KEL, di seputaran Sungai Alas, Aceh Tenggara. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Panut menambahkan, evakuasi orangutan yang terisolir di perkebunan, merupakan bentuk penyelamatan yang memang harus dilakukan YOSL-OIC dan lembaga lain. “Kita terpaksa mengevakuasi karena hutan telah berubah menjadi kebun. Ketimbang orangutan mati kelaparan, atau diburu bahkan dibunuh, cara ini bisa menyelamatkannya.”

Untuk menyelamatkan Orangutan yang terancam punah, selain menghentikan perburuan, pastinya menghentikan pengrusakan hutan yang menjadi habitat utama primata ini harus dilakukan. “Bila pembukaan hutan di Ekosistem Leuser untuk berbagai kegiatan belum dihentikan, populasi orangutan akan semakin mendekati kepunahan,” terangnya.

 

Gajah mati lagi

17 Juli 2017, tim Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh kembali menemukan satu individu gajah sumatera jantan mati, gadingnya hilang. Kejadian terjadi di Desa Karang Ampar, Kecamatan Ketol, Kabupaten Aceh Tengah.

“Bangkai gajah pertama kali ditemukan warga dan dilaporkan ke aparat desa dan kecamatan setempat. Kami telah menurunkan tim ke lokasi,” ujar Kepala BKSDA Aceh, Sapto Aji Prabowo.

Sapto mengatakan, gajah berumur sekitar 40 tahun itu diperkirakan telah mati sekitar tiga minggu lalu. Saat ditemukan, kepalanya terbelah, diduga dilakukan untuk mengambil gadingnya. “Kami juga menemukan lubang seperti tembakan di tulang tengkorak kepala.”

 

Periode Januari – Mei 2017, luas tutupan hutan Leuser yang hilang diperkirakan mencapai 2.686 hektare. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Tim BKSDA Aceh yang turun ke lapangan selain mengambil dokumentasi dan membuat berita acara, juga telah melaporkan kematian gajah mati tersebut ke Polres Aceh Tengah, melalui laporan Nomor: LP B/88/VII/2017/SPKT. “Kematian gajah liar di Aceh Tengah ini yang ke empat di Provinsi Aceh sepanjang 2017.”

Sapto mengatakan, konflik gajah dengan manusia terus terjadi dikarenakan semakin sempitnya habitat gajah, selain perburuan, tentunya. “Habitat gajah di yang berada di Aceh, sekitar 85 persen berada di luar kawasan konservasi. Akibatnya, potensi konflik sangat tinggi dan pengawasan dari perburuan bukan hal yang mudah,” pungkasnya.

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , ,