Ekowisata, Usaha yang Makin Jadi Andalan Pemasukan Kawasan Konservasi

Sebuah poster di media sosial disebar. Isinya lomba foto di Instagram bertopik Kekayaan Alam Taman Nasional Bali Barat (TNBB). Hastag atau tagline yang harus digunakan salah satunya #ayoketamannasional. Ajakan ini tentunya untuk mengajak masyarakat agar semakin mengenal kekayaan alam, panorama dan ragam hayati TNTB sebagai aset nasional.

Ekowisata memang semakin menjadi pilihan. Bagi pengelola kawasan konservasi seperti TNBB pun, pemasukan wisata menjadi salah satu sumber pendapatan bagi pengelola taman nasional. Bagi pengelola kawasan konservasi di Indonesia, seakan sudah jadi  stigma bahwa mengelola kawasan konservasi adalah “cost centre,” alih-alih sebagai unit yang mandiri secara finansial.

Untuk mengunjungi sebuah taman nasional, maka pengunjung perlu mengurus Surat Izin Masuk Kawasan Konservasi (SIMAKSI), jika melakukan kunjungan khusus. Namun, jika kunjungan biasa, tinggal datang dan beli tiket masuk dan membayar jasa tambahan di pihak lain misal pemandu, sewa perahu, alat snorkeling, atau lainnya yang sesuai sarana pariwisata yang digunakan.

Artikel sebelumnya:

Bukan Penebangan Liar, Sampah Ternyata Jadi Masalah Berat di TN Bali Barat

Ekowisata, Bentuk Upaya Pelibatan Warga untuk Jaga Kawasan TN Bali Barat

Untuk para pengunjung TNBB, mereka dapat datang ke pusat infomasi yang lokasinya persis pinggir Jalan Raya Cekik-Gilimanuk, atau sekitar 10 menit dari atau setelah pelabuhan penyeberangan Bali-Jawa itu. Di sebuah ruangan terbuka pos informasi ini ada peta petunjuk mengenal kawasan TNBB.

Tiket masuk ke area TNBB ada dua jenis, WNA Rp200 ribu dan WNI Rp10 ribu per orang di hari biasa. Jika hari libur, bertambah Rp50 ribu untuk WNA dan Rp5000 untuk WNI. Tiket ini bisa dibeli di tiap pos masuk.

“Tiket masuk sekarang dicetak dengan kualitas bagus,” urai Wiryawan, PLT Kepala TNBB memberi penjelasan awal Juli ini.

Ia menjelaskan, terdapat trend pemasukan positif yang disetor ke kas negara dari tiket masuk beberapa tahun ini. Tahun 2010 Rp 374 juta, lalu pada 2014 setelah ada PP 12/2014 menjadi Rp1,5 milyar, menjadi Rp7 milyar (2015), dan Rp9,2 milyar (2016). Adapun total jumlah kunjungan antara 56-62 ribu orang pertahunnya.

“Target kunjungan bukan [sekedar bertambahnya] jumlah turis tapi mereka punya wawasan konservasi,” harap Wiryawan. Pihaknya lalu mengusulkan sejumlah perbaikan sarana prasarana agar lokasi tersebut semakin nyaman untuk dikunjungi.

 

Keunikan dan keragaman satwa yang menjadi penghuni kawasan konservasi juga jadi unggulan ekowisata. Foto: Ridzki R Sigit/Mongabay Indonesia

 

Dia menyebut beragam wisata yang bisa dilakukan dalam kawasan TNBB. Termasuk trekking, birds watching, bersepeda, diving, snorkeling, meninjau penangkaran jalak bali, dan jelajah mangrove.

Berbeda dengan kawasan lainnya, di dalam taman nasional tidak semua lokasi terbuka untuk para pengunjung. Untuk TNBB yang luasnya 19 ribu hektar, terbagi menjadi zona, yakni zona inti (42%) yang paling luas dengan cakupan di daratan seluas lebih 7.000 hektar, dan perairan laut lebih dari 455 hektar. Ada juga zona rimba (32%), zona pemanfaatan intensif (22%), zona perlindungan bahari (1,17%), dan zona pemanfaatan religi/budaya (0,27%). Ada juga zona tradisional (1,64%) di mana nelayan masih bisa mencari ikan dan zona khusus (0,02%).

Salah satu keragaman hayati, yang juga keunikan dari TBBB dan juga provinsi Bali, adalah jalak atau curik bali (Leucospar rothschildi), burung yang berciri bulu putih dengan coretan biru melintang di mata.

Satu penangkaran burung cantik ini berada di samping Kantor Balai TNBB. Upaya penangkaran dilakukan karena pada dasawarsa tahun 1990-an, burung ini disebut nyaris punah karena ancaman perburuan dan pencurian.

Saat ini, tindak penangkaran dinilai cukup berhasil karena target peningkatan populasi meningkat. Wiryawan, menyebut dalam 3 tahun terakhir grafik perkembangannya menggembirakan. Kondisi jumlah burung di alam kawasan TNBB berjumlah 109 ekor, dan di breeding centre 243 ekor.

Untuk melihat burung yang telah dilepasliarkan, maka pengunjung dapat berkunjung ke area Cekik yang merupakan ekosistem campuran antara padang rumput yang berkombinasi pohon lontar. Di lokasi ini, curik yang dilepasliarkan sangat mudah untuk dilihat tanpa alat bantu sekalipun.

Selain curik bali, sejumlah flora dan fauna langka dan dilindungi lain dalam TNBB. Misalnya jelarang, kapan-kapan (Ratufa bicolor), landak (Hystric branchyura), menjangan (Cervus timorensis), banteng (Bos javanicus), biawak (Varanus salvator), rusa, dan lainnya. Populasi rusa diperkirakan berjumlah 1.200 ekor. Sementara kijang lebih sedikit 400-an ekor.

Tidak hanya pengelola TNBB, panorama dan kekayaan alam di seputaran TNBB juga dimanfaatkan oleh para pengusaha. Dalam statistik Balai TNBB 2015, disebut ada dua perusahaan yang mendapat Izin Pengusahaan Pariwisata Alam (IPPA) di sini.

Pertama PT. Shorea Barito Wisata (SK Menhut tahun 1997/Izin Prinsip dan SK Izin PPA tahun 1998/Izin Operasional). Mengelola 3 blok pengusahaan dengan total lebih 250 hektar.

 

Perairan Bali Utara yang memiliki berbagai potensi wisata alam, termasuk kelompok lumba-lumba yang sering muncul di perairan Lovina. Foto: Ridzki R Sigit/Mongabay Indonesia

 

Berikutnya PT. Trimbawan Swastama Sejati yang mendapat izin Prinsip dari Menhut tahun 1997, Izin PPA untuk operasional pada 1998, kemudian dengan SK Menhut pada tahun 2013 untuk perpanjangan izin Usaha Penyedia Sarana Wisata Alam. Perusahaan ini mengelola kawasan Plataran dengan luas 382 hektar.

Resor ini memiliki target para pengunjung berkantong tebal, yang ingin menikmati keindahan TNBB secara ekslusif. Dari telusuran, misalnya untuk menikmati fasilitas resor mewah ini beragam. Paket Family Bonding Retreat 4 hari 3 malam senilai lebih Rp26 juta. Wellness escape untuk 2 orang, 4 hari 3 malam lebih dari Rp17 juta, dan Couple Retreat lebh dari Rp16 juta.

Tersebut, dalam fasilitasnya resor mewah ini dilengkapi dengan kolam renang yang hanya terletak 50 meter dari garis pantai, restoran kelas dunia, ruang pernikahan, diving site, hingga jungle trekking untuk menikmati alam.

Untuk mengelola kawasan konservasi memang dibutuhkan beragam strategi. Mengembangkan wisata sah dilakukan selama tujuan utama preservasi dan konservasi habitat satwa dan ekosistem terjaga. Namun, perlu dilakukan upaya serius untuk mengoptimalkan potensi, tanpa menimbulkan dampak dan kerusakan terhadap berbagai unsur ekologis alam yang ada.

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,