Tak Setop Tambang Pasir Laut Galesong, Koalisi Ancam Gugat Hukum Pemerintah dan Perusahaan

 

Koalisi masyarakat sipil menamakan diri Gerakan Rakyat Tolak Tambang Pasir Laut Takalar (Gertak) mendesak penambangan pasir di perairan Galesong–Sanrobone Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan, setop. Gertak mengancam menggugat Pemerintah Sulawesi Selatan dan perusahaan lewat jalur hukum kalau operasi tambang pasr tak setop dan izin tak dicabut.

Mereka yang tergabung koalisi antara lain FIK KSM Takalar, Walhi Sulawesi Selatan, Forum Masyarakat Nelayan Galesong Utara (Formasi Negara), Forum Informasi dan Komunikasi Organisasi Non Pemerintah (FIK Ornop) Sulsel, Anti-Corruption Commetee (ACC), Blue Forests, dan LBH Makassar.

“Kami menuntut penghentian total penambangan pasir dan pencabutan izin-izin berkaitan tambang pasir laut di perairan Takalar. Bila tak dijalankan, ACC akan mendampingi termasuk menempuh jalur hukum,” kata Wiiwin Suwandi dari ACC.

Baca juga: Ramai-ramai Tolak Tambang Galian Pasir Laut di Galesong

Menurut Nurlinda Taco, Direktur FIK KSM Takalar, mereka menolak tambang pasir karena dampak buruk terhadap nelayan, tangkapan makin menurun. Terutama, katanya,  nelayan-nelayan kecil, seperti pencari udang, cumi-cumi, ikan katombo dan lain-lain.

Dia perkirakan, penurunan sampai 80%. Perekonomian di Pulau Tanakeke,  lumpuh total. Wiwin bilang, nelayan pencari gurita sudah tak berproduksi karena air keruh dan gelombang air laut tinggi.

“Rumpong dan jaring nelayan juga hilang. Ini masalah besar,” katanya.

Bahkan, kata Nurlinda, saat ini terjadi longsor di bagian selatan Pulau Sanrobengi. Di Desa Mangindara, Kecamatan Galesong Selatan, pantai abrasi. Pesisir di pelelangan ikan juga mulai terkikis.

“Ini fakta dampak buruk tambang pasir laut di Galesong dan Sanrobone. Kita bisa ke sana melihat kondisi ini,” katanya.

Perlawanan masyarakat Galesong dan Sanrobone gegara Boskalis, perusahaan dari Belanda yang beroperasi keruk pasir dalam empat bulan terakhir. Penambangan ini terkait rencana Pemprov Sulsel mereklamasi kawasan yang disebut Center Point of Indonesia (CPI).

Berbagai upaya dilakukan masyarakat guna menghentikan proyek merusak ini. Mulai dialog dengan pemerintah desa, menduduki lokasi proyek CPI hingga menggelar unjuk rasa di depan Kantor Gubernur Sulsel.

Baca juga: Tolak Tambang Pasir Laut, Warga Takalar Bakar Pantai

Nurlinda menilai, penambangan pasir laut di Galesong dan Sanrobone bentuk ketidakhati-hatian pemerintah dalam menerbitkan izin. Fakta lapangan memperlihatkan, sebelum izin terbit para nelayan tak pernah mendapatkan informasi soal rencana penambangan pasir laut ini.

“Nelayan sangat mempercayai, kegiatan tambang akan membuat daerah tangkapan rusak dan pemukiman tergerus karena abrasi.”

Haji Mone, warga Galesong juga Wakil Ketua Formasi Negara, mengatakan, kini warga panik karena belum musim barat namun abrasi terjadi di sejumlah tempat.

“Masyarakat juga tak mengerti apa alasan Boskalis melanjutkan tambang, sementara hampir semua kepala desa se Galesong Raya dan Sanrobone menandatangani menolak tambang pasir. Jadi tak ada alasan pemerintah melanjutkan penambangan.”

Mone juga khawatir keberadaan tambang akan berdampak pada konflik berkepanjangan antara masyarakat dengan pemerintah, perusahaan dan antara masyarakat sendiri.

“Sejak tambang ini masyarakat selalu ingin bertindak anarkis. Jadi memang tambang sumber malapetaka bagi kami,” katanya.

Dia menyesalkan, keberpihakan kepolisian terhadap perusahaan. Sejak tampil memimpin masyarakat Galesong menolak tambang, dia merasakan mendapat pengawasan melekat. Tak hanya didatangi namun sering mendapat pesan pesan singkat dari aparat kepolisian.

“Saya merasa selalu diawasi, selalu ditanyakan apa aktivitas saya hari ini. Kenapa saya diawasi? Kenapa bukan perusahaan itu?”

Dia bilang, meski mengantongi izin namun kalau dianggap mengganggu ketenteraman warga seharusnya dihentikan.

 

Mobilisasi warga Takalar untuk turun ke pantai diumumkan di masjid-masjid dan mendapat respon yang cukup besar. Ratusan warga di setiap desa menyatakan mendukung gerakan penolakan tambang pasir tersebut karena berdampak langsung dengan sumber mata pencaharian mereka. Foto: Wahyu Chandra/ Mongabay Indonesia

 

 

Biota laut langka terancam

Yusran Nurdin Massa, Direktur Blue Forests, mengatakan, perairan sekitar konsesi tambang pasir laut, terutama perairan Pulau Tanakeke adalah habitat dan daerah migrasi beberapa biota laut, masuk kategori terancam dan rentan.

Di sekitar Pulau Tanakeke, katanya, ada habitat kuda laut dan beberapa spesies lumba-lumba serta penyu. Mereka sering bermigrasi di sisi barat Tanakeke.

“Begitupun dugong sering ditemukan masyarakat. Mengeruk pasir di perairan Galesong, Galesong Utara dan sekitar perairan Tanakeke mengancam keberadaan beberapa spesies penting itu,” katanya.

Pengerukan pasir, katanya, akan meningkatkan potensi abrasi dan erosi pantai. Apalagi Pantai Galesong dan Galesong Utara, termasuk tipe pantai terbuka dan tak terlindungi ekosistem lamun, terumbu karang maupun mamgrove. Perlindungan dari gelombang dan angin hanya mengandalkan Pulau Sanrobengi sebagai benteng.

“Mengeruk pasir mengubah geomorpologi dasar laut, menyebabkan makin tinggi kekuatan gelombang dan arus menggempur pantai. Arah datang ombak dan angin di perairan adalah barat dan barat daya.“

Menurut dia, mengambil atau menghilangkan pasir di Utara dapat menyebabkan endapan di sekitar Perairan Tanakeke terangkut ke Utara karena arah arus perairan dari barat dan barat daya di mana Tanakeke berada.

“Ini diduga dapat mengancam stabilitas pulau dan menyebabkan abrasi atau erosi. Juga dapat mengganggu pertumbuhan mangrove laut pulau ini.”

Asmar Exwar, Direktur Walhi Sulsel, bilang, proyek reklamasi di Masasar memberikan dampak lingkungan dan sosial meluas.

“Kebijakan ini mengabaikan hak masyarakat menentukan sikap berkaitan dengan ruang hidup. Reklamasi dan tambang pasir laut menunjukkan pemprov tak berniat menaikkan kesejahteraan masyarakat pesisir. Sebaliknya merusak ruang hidup masyarakat pesisir dan pulau kecil,” katanya.

Syahrul Yasin Limpo, Gubernur Sulawesi Selatan, menepis berbagai tudingan. Dia mengatakan, izin penambangan pasir laut di Galesong sudah sesuai peruntukan.

“Izin dan rekomendasi saya rasa sudah tepat. Semua sudah sesuai pengkajian, bukan dari pemprov ataupun kabupaten, tapi kementerian terkait,” katanya sesuai rapat paripurna di Kantor DPRD Sulsel, seperti dikutip Antara.

Dia bilang, pasir bukan hanya untuk CPI, juga pembangunan New Port dan Pelabuhan Bodia Takalar. Dia menilai, penambangan diperlukan guna mempermudah akses kapal laut.

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , , , ,