Meresahkan, Hutan yang Dirambah Itu Sudah di Depan Sekolah Orangutan

 

 

 

Hutan yang menjadi rumah rehabilitasi orangutan kalimantan di Borneo Orangutan Survival Foundation (BOSF), Samboja Lestari, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur (Kaltim), tak luput dari pengrusakan. Ratusan hektare hutan yang berstatus hak pengelolaan (HPL) itu, dirambah oleh oknum petani sawit yang mengatasnamakan Petani Desa Tani Bakti, Samboja. Bahkan, mereka telah membuka jalan baru menggunakan alat berat.

Project Manager BOSF Samboja Lestari, Agus Irwanto, mengungkapkan perambahan di areal wilayah BOSF sudah terjadi sejak 2012. Total luas hutan yang dirambah sekarang mencapai 339,25 hektare dari luasan total 1.800 hektare. Agus menyebut, dugaan kuat pelaku utama dibalik perambahan lahan tersebut adalah warga Tani Bakti bernama Aryadi. Lelaki ini diketahui sebagai petani sawit yang kerap bermasalah dengan pihaknya.

“Perambahan ini sudah yang kesekian kali, pelan-pelan hingga luanya ratusan hektare. Terakhir, mereka merambah 20 hektare, langsung ditanami sawit. Ada juga hutan yang dibuka dengan alat berat untuk lintasan truk sawit,” terangnya, Selasa (25/07/2017).

 

Baca: Ternyata, Ada Sekolah Orangutan di Samboja Lestari. Penasaran?

 

Diungkapkan Agus, hutan yang dirambah ini sudah mendekati Sekolah Hutan (SH) 2. Padahal, hutan di sini digunakan untuk orangutan menempuh pendidikan di alam liar. Tidak hanya latihan memanjat pohon, di hutan juga orangutan ini diajarkan mencari makan. “Jaraknya 100 meter lagi, SH 2 pun terancam dirambah. Di hutan ini, orangutan usia 8 tahun belajar hidup di alam bebas, jika dirambah lalu ditanam sawit pasti akan ada konflik,” jelasnya.

Ribuan pohon sengon usia puluhan tahun yang ditanam BOSF Samboja Lestari juga terancam dirambah. Sebab di kawasan ini sudah dibuat patok-patok tanda akan ditebang oleh para petani sawit. “Kami sudah mengetuk pintu pemerintah dan kepolisian, tanah kami sah. Kami memiliki 300 lembar surat pengesahan dan sertifikat dari pemilik tanah yang kami beli. Kami juga punya legalitas dari Badan Pertanahan Nasiona (BPN), yang disahkan oleh puluhan notaris berbeda,” jelasnya.

Berdasarkan pantauan lapangan Mongabay Indonesia, ratusan hektare hutan yang telah dirambah itu telah ditanami sawit setinggi satu meter. Kayu bekas pepohonan yang ditebang juga telah dikumpulkan warga sekitar, dibawa pulang. Sementara di sisi utara hutan, sebuah alat berat digunakan untuk membuka jalan baru.

 

Wilayah BOSF Samboja Lestari yang disengketakan. Peta: BOSF

 

Pelanggaran

CEO BOSF, Jamartin Sihite menegaskan, BOSF Samboja Lestari menggunakan HPL hutan di atas tanah seluas 1.800 hektar yang berstatus legal. Terkait perambahan ini, ia mengaku kesulitan meminta perlindungan dari Pemerintah Kutai kartanegara (Kukar). Padahal, sudah berkali meminta bantuan, namun hasilnya nihil, meskipun konservasi orangutan sebagai satwa yang dilindungi undang-undang adalah tanggung jawab semua pihak.

“Pelanggar harus mendapat hukuman berat, sesuai hukum yang berlaku. Kejadian ini juga harusnya menjadi tanggung jawab bersama, pemerintah pusat, daerah, pelaku bisnis hingga masyarakat setempat.”

Jamartin menuturkan, sejak 2013, Samboja Lestari sudah berkomunikasi dengan Dinas Transmigrasi Kabupaten Kutai Kartanegara. Hasilnya, disepakati bahwa lahan Samboja Lestari seluas 1.800 hektare milik sah BOSF. Ketika lahan tersebut dirambah warga sekitar, Jamartin meminta Pemda Kabupaten Kutai Kartanegara dan Dinas Transmigrasi Kabupaten, untuk berinisiatif menyelesaikan kasus tersebut, bukan membiarkan.

“Kami minta dengan sangat Pemda Kukar, orangutan yang masuk ke pusat rehabilitasi itu karena habitat mereka kita yang merusaknya, untuk dijadikan perkebunan, tambang, dan lain sebagainya. Sangat memalukan bila hutan tempat mereka direhabilitasi pun dirambah juga.”

Jika, hutan tempat Sekolah Orangutan yang dikelola BOSF sejak 15 tahun lalu ini hancur, tidak ada lagi tempat orangutan belajar liar kembali. “Ini berbahaya, karena sebagian besar orangutan di Sekolah Hutan 2 cukup dewasa, bertubuh besar, mandiri, serta agresif. Kondisi ini jelas bisa mengakibatkan konflik dengan para perambah,” sebutnya, kemarin.

Manajemen BOSF Samboja Lestari juga telah mendatangi kantor Mapolsek Samboja, untuk melaporkan para oknum petani sawit. Jamartin menegaskan, BOSF berdiri di atas tanah berstatus legal.

“Kami sudah tuntas membeli seluruh lahan itu bertahun lalu, dengan legal surat yang ditandatangani puluhan notaris berbeda. Ada 300 lebih surat tanah dari Dinas Pertanahan Nasional yang kami miliki,” ungkapnya, menegaskan kembali.

Terpisah, Wakapolsek Polsek Samboja, (Polres Kukar), Iptu Seger, membenarkan jika perwakilan BOSF Samboja Lestari, telah melaporkan kasus perambahan tersebut. Namun, pihaknya harus memeriksa semua pihak terlebih dahulu. “BOSF Samboja Lestarim sudah ke kantor dan membuat laporan terkait perambahan hutan. Kasus ini harus diteliti, karena kedua kubu, sama-sama mengakui memiliki surat tanah yang legal,” ungkapnya saat dikonfirmasi Mongabay Indonesia dua hari lalu.

Ketua Petani Desa Tani Bakti, Aryadi, Selasa (25 Juli 2017) mengatakan bila ia merupakan petani resmi dari pemerintah. Pihaknya siap berhadapan langsung dengan BOSF, bahkan Pemkab Kukar, dengan syarat membawa semua bukti legalitas HPL. “Ini kan lahan tidur, kenapa tidak ditanami. Kami ada 250 orang, satu orang hanya dapat satu hektare. Kami hanya menanam sawit. Bila ingin bertemu, kami siap. Kita lihat, siapa yang memiliki berkas yang sah,” pungkasnya.

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , ,