Harimau Sumatera, Hidupnya Tidak Pernah Sepi dari Perburuan

 

 

Harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) merupakan subspesies yang masih tersisa di Indonesia. Dua subspesies lainnya yang pernah ada yaitu harimau jawa dan harimau bali telah dinyatakan punah. Harimau bali punah pada 1940-an dan harimau jawa sekitar 1980-an.

Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) adalah salah satu habitat harimau Sumatera yang begitu ideal saat ini. Akan tetapi, wiayah ini juga tidak luput dari perburuan. Irma Hermawati, Legal Advisor Wildlife Crimes Unit (WCU), Minggu (30/07/2017) mengatakan, WCU telah berkali membongkar aksi perburuan dan perdagangan anggota tubuh harimau sumatera. Namun, kejahatan meresahkan ini masih terjadi.

“Umumnya, kulit dan anggota tubuh harimau hasil buruan di Provinsi Aceh, dijual ke Sumatera Utara. Dari sini, diperdagangkan ke daerah lain di Indonesia, bahkan ke luar negeri,” sebutnya.

Irma menambahkan, WCU terus mendorong penegak hukum agar hukuman yang dijatuhkan kepada pemburu memberikan efek jera. Atau, dijatuhi hukuman maksimal, ketika tuntutan maupun vonis pengadilan.

“Dari semua daerah di Sumatera, Aceh dan Sumatera Utara telah menghukum para pemburu dan penjual awetan satwa liar dilindungi dengan hukuman berat,” tegasnya.

 

Baca: Lagi, Harimau Mati di Sosopan, Gigi Taring dan Kumis Hilang

 

Manager Wildlife Protection Team Forum Konservasi Leuser (FKL), Dedi Yansyah menyampaikan hal yang sama. Menurutnya, hasil patroli FKL memang menemukan adanya harimau sumatera yang melahirkan, tapi pemburuan juga tidak berkurang.

“Kami melihat adanya kelahiran anak harimau sumatera. Tapi, dalam 10 tahun terakhir ini juga perburuan sangat banyak di Leuser.”

 

Berbagai bentuk jerat yang disita dari pemburu harimau sumatera di hutan Leuser. Jerat ini dikumpulkan oleh tim patroli hutan FKL. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Dedi mengatakan, di Leuser, harimau sumatera merupakan target utama para pemburu lokal maupun dari Sumatera Barat, Riau, Lampung, dan Sumatera Utara. “Periode Mei – Juli 2017, tim patroli FKL menemukan 50 jerat harimau. Bahkan, pada Juni lalu, satu individu harimau terekam kamera jebak dengan kondisi kaki depan terlukan akibat jerat.”

Beberapa jerat yang dipasang pemburu dibuat khusus, butuh modal besar untuk membuatnya. Bahkan, ada yang menggunakan umpan kambing hidup. “Kami yakin, selain pemburu itu profesional, ada pemodal juga yang membiayai. Mulai dari transportasi hingga biaya hidup di hutan bisa mencapai belasan juta Rupiah. Perburuan ini terjadi karena adanya permintan di pasar gelap.”

 

Baca: Sedihnya, Harimau Ini Kena Jerat, Tertombak dan Beberapa Bagian Tubuh Hilang…

 

Dedi berharap, pengamanan satwa dilindungi dan terancam punah melalui penegakan hukum hingga menambah tim investigasi terus dilakukan. “Pencegahan pun jangan diabaikan. Jangan diberi peluang bila tidak ingin satwa langka Indonesia akan hilang perlahan,” ujarnya.

  

Harimau sumatera remaja ini mati diduga akibat dibunuh di wilayah Sumatera Utara. Foto: Ayat S Karokaro/Mongabay Indonesia

 

Populasi

Berdasarkan data dari Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (BBTNGL), hingga Minggu petang (30/7/17) populasi harimau sumatera yang hidup di kawasan TNGL, berdasarkan temuan dari kamera jebak (trap) yang dipasang di sejumlah titik, diperkirakan antara 100 hingga 150 individu.

Angka tersebut ,menurut penjelasan Kepala BBTNGL Misran, ketika diwawancarai Mongabay Indonesia, berdasarkan pantauan kamera trap. “Namun, populasi satwa terancam punah ini akan semakin menurun, jika perburuan dan pengrusakan habitat terus dilakukan manusia,” jelasnya.

Lebih jauh, Misran mengatakan, harimau sumatera merupakan bagian dari kehidupan manusia dan ekosistem alam. Harimau berhak untuk hidup berdampingan dengan manusia, tidak boleh diganggu, apalagi diburu dan dibunuh untuk diperdagangkan secara ilegal.

“Leuser cukup nyaman untuk satwa langka seperti harimau, selain gajah, badak, dan orangutan sumatera. Lokasinya juga cukup luas dan habitatnya cukup terpelihara. Saat ini, yang harus dilakukan adalah menjaga habitat harimau sumatera dari pengrusakan dan mencegah adanya perburuan liar,” terangnya.

 

Baca juga: Setelah 12 Tahun, Berhasil Dipotret Harimau Bermesraan di Lanskap Rimbang Baling

 

Menurut Misran, petugas TNGL yang berjumlah 250 orang yang dibagi dalam 25 tim, bersama mitra seperti WCS dan OIC terus melakukan patroli kawasan. Yang menarik adalah, tidak ada laporan satupun petugas yang diserang harimau, karena dia pasti tahu kalau tugas yang kita lakukan adalah menjaga kawasan. “Berbeda dengan pemburu yang diserang, dia punya naluri bila yang dilihatnya itu memang bermaksud jahat.”

 

Setelah 12 tahun terpasang, kamera otomatis yang dipasang WWF- Indonesia, bekerja sama dengan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau, akhirnya berhasil memotret harimau yang sedang kawin, di lanskap Teso Nilo, Riau. Foto : WWF-Indonesia/BBKSDA Riau

 

Hotmauli Sianturi, Kepala Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam Sumatera Utara (BBKSDA Sumut), menyatakan tahun ini pihaknya masih berduka soal kematian harimau sumatera.

Pada 2017 ini, sudah tiga harimau sumatera mati yang dua individu diduga diracun pemburu di kawasan Sosopan Padang Lawas. Sementara, satu individu lagi mati dibunuh dengan cara ditombak, di Kabupaten Labuhan Batu Utara. Untuk semua kasus kematian, menurut Uli, sedang disidik dan ditangani Balai Pengawasan dan Penegakan Hukum (PamGakkum) Wilayah Sumatera. Dirinya berharap ada hukuman berat bagi pelaku yang membunuh dan memperdagangkannya secara ilegal.

“Bagi kami di BKSDA Sumut, tahun ini tahun berduka karena ada tiga harimau sumatera yang mati. Kami akan terus mengusut hingga tuntas, ” tegasnya.

Tahun ini juga menurut Uli ada evakuasi seekor harimau sumatera jantan di kawasan Kabupayen Simalungun. Kedua kakinya terkena jerat seling baja pemburu. Beruntung, tim medis BKSDA Sumut berhasil mengevakuasi dan menyelamatkannya. Saat ini, ia dititipkan di kandang Centuary Barumun, kondisinya 95 persen sehat. Jika sudah benar-benar sembuh total, direncanakan akan dikembalikan lagi ke habitat aslinya.

“Di Centuary Barumun, Monang memiliki teman bernama Gadis, harimau sumatera yang juga berhasil dievakuasi dari jerat pemburu di kawasan Taman Nasional Batang Gadis, Kabupaten Mandailing Natal (Madina),” papar Uli.

 

 

Global Tiger Day

Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf dalam pidato tertulisnya pada momentum Global Tiger Day, 30 Juli 2017, di Banda Aceh, menyatakan mencuatnya peringatan ini saat pertemuan tingkat tinggi PBB di Saint Petersburg, Rusia, 29 Juli 2010. Saat itu, isu yang dibahas adalah kegelisahan dunia akibat perburuan liar harimau di berbagai belahan dunia yang mengakibatkan populasinya menyusut cepat.

Indonesia, khususnya Aceh, sangat berkepentingan dengan perlindungan harimau, karena di Aceh terdapat populasi harimau sumatera. Pemerintah Aceh terus mengajak masyarakat dan seluruh lembaga untuk terlibat aktif mencegah pemburuan harimau di wilayah masing-masing.”

“Belum lama ini misalnya, petugas Kesatuan Pengelolaan Hutan-Wilayah IV Aceh menyita perangkap harimau yang dipasang di kawasan hutan lindung Singgah Mata, Kecamatan Beutong, Kabupaten Nagan Raya. Aksi serupa juga terjadi di kawasan Hutan Aceh Timur, Bener Meriah, dan Aceh Tenggara. Jika dibiarkan, lambat laun harimau sumatera akan punah,” sebut Irwandi.

Irwandi menegaskan, perburuan harimau merupakan aksi pelanggaran hukum yang fatal. Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya menegaskan bahwa harimau sumatera termasuk satwa dilindungi. “Pemburu harus menghentikan aksinya dan saya juga juga meminta aparat keamanan untuk bertindak tegas,” tuturnya.

 

Harimau sumatera butuh tindakan nyata untuk penyelamatan hidupnya, tidak sebatas peringatan. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Di Jakarta, TigerHeart, jaringan relawan HarimauKita, perguruan tinggi, pegiat konservasi, dan masyarakat umum berpartisipasi dengan berbagai kegiatan. Mulai jalan santai, face painting, mendongeng, pameran foto, dan hingga aksi teatrikal.

“Harimau sumatera memang tidak ada di Jakarta, namun dengan mernyemarakkan Hari Harimau Sedunia, secara langsung kita melindungi dan menjaga kehidupannya,” ujar koodinator Global Tiger Day di Jakarta, Ahmad Rizal kepada Mongabay Indonesia, Minggu pagi.

Program Manager Wildlife Trade-Wildlife Conservation Society Indonesia Program (WCS-IP), Dwi Nugroho Adhiasto, mengatakan permintaan pasar gelap akan harimau belum berkurang, meski upaya penegakan hukum dan penangkapan pelaku terus dilakukan. Menurutnya, sampai sekarang belum dapat dipetakan jaringan operasi perburuan dan perdagangan harimau ini dari Sumatera hingga Jawa. Para pelaku selalu memodifikasi cara agar tidak tertangkap.

“Keuntungan dari perdagangan ini lebih tinggi ketimbang dipenjara. Sehingga, pelaku tidak akan jera terhadap vonis hukum saat ini,” tambah Adhiasto.

 

 

Tiga tahun terakhir, tim patroli berbagai elemen, pemerintah maupun lembaga swadaya masyarakat, telah menjelajah lebih dari 12.000 kilometer persegi di lima bentang alam Sumatera. Hasilnya, sebanyak 800 jerat harimau didapatkan. Di periode yang tidak jauh berbeda, sebanyak 48 pemburu dan pedagang harimau pun ditangkap dan diproses hukum dengan vonis variasi.

Berdasarkan kajian kesintasan populasi di bentang alam sumatera saat ini memperlihatkan, harimau sumatera yang tersisa sekitar 600-an individu, meningkat dari perhitungan populasi pada 2007 sejumlah 400-an individu. “Nilai pertambahan ini masih dalam tahapan analisis guna memastikan berbagai faktor yang mempengaruhinya. Namun begitu, kami tidak akan terlena karena banyak ancaman yang menyebabkan harimau sumatera menuju kepunahan,” terang Munawar Kholis, Ketua Forum HarimauKita (FHK).

Harimau sumatera berdasarkan IUCN (International Union for Conservation of Nature) statusnya Kritis (Critically Endangered/CR) atau satu langkah menuju kepunahan di alam liar. Arahan konservasinya telah dituliskan dalam Strategi Konservasi dan Rencana Aksi Harimau Sumatera 2007-2017. Peningkatan populasi sekitar 10 persen juga dimasukkan dalam kebijakan Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2014-2019 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sebagai acuan.

* (Junaidi Hanafiah/Ayat S Karokaro/Fransisca Noni/Rahmadi Rahmad)

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,