Peralihan Alat Tangkap Dikebut dari Gerai Perizinan

Upaya peralihan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan milik nelayan dan pengusaha, terus intensif dilakukan Pemerintah Indonesia. Peralihan dilakukan dengan memberikan kemudahan kepada nelayan dalam melakukan peralihan. Di antaranya, adalah kemudahan dalam mendapatkan modal dan izin.

Direktur Jenderal Perikanan Tangkap (DJPT) Kementerian Kelautan dan Perikanan Sjarief Widjaja di Jakarta menjelaskan, bentuk kemudahan yang diberikan Pemerintah kepada para pemilik alat penangkapan ikan (API) yang tidak ramah lingkungan, adalah dengan dibukanya Gerai Permodalan Nelayan (Gemonel).

“Gerai tersebut dibuka untuk memfasilitasi permodalan nelayan eks alat tangkap yang tidak ramah lingkungan ke perbankan. Saat ini sudah ada sekelompok nelayan yang minta restrukturisasi kredit,” ungkap dia pekan lalu.

 

 

Selain Gerai Permodalan, Sjarief mengatakan, Pemerintah juga memberikan kemudahan melalui Gerai Perizinan yang sudah berdiri di sejumlah tempat di Indonesia. Semua gerai tersebut, kata dia, akan bekerja intensif maksimal sampai 31 Desember 2017 nanti

Agar proses peralihan bisa semakin cepat lagi, Sjarief menjelaskan, pihaknya akan menjalin kerja sama dengan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) untuk memproses perizinan kapal-kapal yang memerlukan pengukuran ulang. Dalam praktiknya, proses tersebut akan terjun langsung ke sentra-sentra nelayan yang ada di Nusantara.

Adapun, kata Sjarief, kapal-kapal yang akan diukur ulang jumlahnya mencapai 15.800 dan 50 persen di antaranya diperkirakan sudah memiliki izin dari Pemerintah Pusat. Menurut dia, pengukuran ulang perlu dilakukan, karena selama ini diduga kuat ada kapal-kapal yang melakukan pemalsuan data ukuran dari ukuran aslinya.

“Karena kapal eks cantrang ini diduga semuanya markdown. Jadi proses pergantian alat maupun mencari sumber permodalan, pemasaran dan sebagainya harus berbasis pada ukuran sebenarnya. Kira-kara kapal yang diukur ulang 15.800, sedangkan kapal yang sudah diukur ulang berjumlah 11.480 kapal,” papar dia.

Sejauh ini, Sjarief menjelaskan, KKP telah menerbitkan 2.432 Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP) Kapal hasil ukur ulang dan 2.189 Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) kapal hasil ukur ulang. Adapun estimasi produksi dari kapal ukur ulang berjumlah 219,8 ribu ton per tahunnya, yang didapat dari 1.572 unit kapal.

Di luar itu, Sjarief menyebut, KKP juga sudah menyiapkan alokasi SIUP dari kapal yang sudah melakukan ukur ulang nasional totalnya 2.151 dan jumlah kapal ukur ulang yang sudah terbit SIPI/ Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI) izin pusat nasional berjumlah 1.901.

 

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti berbincang dengan awak yang sedang mengubah struktur kapal. Susi bersama Satgas 115 melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke Pelabuhan Benoa, Bali, pada Selasa (03/08/2016), dan menemukan 56 kapal eks asing telah memanipulasi struktur badan kapal dari fiber ke kayu. Foto : Humas KKP/Mongabay Indonesia

 

Kapal Kecil

Tentang peralihan alat tangkap, Sjarief menjelaskan, pihaknya saat ini terus memproses hingga ke kapal kecil di bawah 10 gros ton (GT). Kapal-kapal tersebut, selanjutnya akan akan difasilitasi penggantian alat penangkap ikan dan bantuan alat tangkap ramah lingkungan.

Sementara, kata Sjarief, untuk kapal yang berukuran di atas 10 GT hingga 30 GT, pihaknya akan memberikan fasilitas pendanaan dan pengembangan usaha melalui Gerai Permodalan Nelayan. Adapun untuk kapal berukuran lebih dari 30 GT, KKP akan memfasilitasi SIPI dan Relokasi Daerah Penangkapan Ikan (DPI) baru melalui Gerai Perizinan.

“Jadi kami sudah keliling daerah dan mereka sudah berproses berpindah (ke alat tangkap yang diperbolehkan),” tambahnya.

Setelah proses perizinan dan pengukuran ulang selesai, Sjarief mengungkapkan, pihaknya juga fokus untuk melakukan penempatan wilayah penangkapan ikan kepada pemilik kapal. Untuk penempatan tersebut, KKP akan melakukan perluasan wilayah hingga ke Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 717 yang meliputi perairan Laut Sulawesi dan Laut Halmahera.

“Di situ nanti akan kita tempatkan di daerah-daerah yang masih kosong. Tadi kita bilang kepada Ibu Menteri bahwa Perairan Arafura itu sekarang sudah penuh, tentu saja kita akan mendorong ke 717 di Utara Papua,” tandas dia.

 

Puluhan kapal penangkap ikan yang bersandar di di Pelabuhan Perikanan Nizam Zachman Muara Baru, Jakarta Utara pada Selasa (19/01/2016) siang. Kapal-kapal tersebut tidak beroperasi karena tidak mempunyai izin atau sedang mengurus izin melaut dari KKP. Foto : M Ambari/Mongabay Indonesia

 

Pelayanan Lengkap

Direktur Perizinan dan Kenelayanan KKP Saifuddin mengatakan, dibukanya gerai perizinan di berbagai daerah, menjadi implementasi dari Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No 11/ 2016 tentang Standar Pelayanan Minimum Gerai Perizinan Kapal Penangkap Ikan Hasil Pengukuran Ulang yang diterbitkan tanggal 1 April 2016.

Untuk itu, kata Saifuddin, KKP menargetkan bisa berdiri gerai perizinan di 30 lokasi di seluruh Indonesia. Gerai tersebut, akan melayani proses perizinan dengan lengkap dan dilayani oleh petugas dari KKP, Kemenhub, dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

“Kami ingin memberikan kemudahan bagi nelayan. Sebelumnya tahun 2016 kami telah buka gerai perizinan di 32 lokasi, sementara tahun ini kami akan buka di 30 titik lokasi diseluruh Indonesia. Kami harap nelayan bisa cepat kembali melaut setelah pengukuran ulang,” ujar dia.

Untuk perizinan yang dilayani di Gerai, Saifuddin mengatakan, itu terdiri dari Surat izin Usaha Perikanan (SIUP), Buku Kapal Perikanan (BKP), Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI), dan Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI).

Menurut Saifuddin, dengan dibukanya pelayanan lengkap di satu lokasi, Pemerintah ingin memberi kemudahan bagi pelaku usaha kapal perikanan saat mengajukan perizinan kapal. Kemudian, juga sebagai bentuk perikanan tanggung jawab dan juga mewujudkan kelestarian sumber daya ikan dan sekaligus keberlangsungan usaha perikanan tangkap.

Saifuddin menyebutkan, dari 32 gerai yang dibuka pada 2016, pihaknya mendapatkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp86 miliar, dengan perizinan yang dikeluarkan yaitu 1.153 SIUP, 1.007 SIPI, dan 44 SIKPI, serta 1.019 BKP.

 

Kapal berjejer di pantai Nusa Lembongan, Klungkung, Bali. Foto : Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Lima Hari Proses

Sjarief menjelaskan, dengan diberlakukannya pelayanan terpadu satu pintu, pelaku usaha perikanan yang akan memproses dokumen perizinan, tidak lagi menunggu selama 20 hari, tetapi bisa diproses hanya dalam waktu lima hari saja.

“Lama proses mengurus perizinan yang dulunya 20 hari akan kami dorong menjadi lima hari,” ungkap dia.

Dengan lama waktu lima hari, kata Sjarief, proses perizinan bisa dilaksanakan dengan lengkap dan tepat waktu yaitu meliputi SIUP, BKP, SIPI/SIKPI saja.

“Sementara, dokumen perizinan yang lainnya itu harus diurus di institusi lainnya seperti Kementerian Perhubungan,” tutur dia.

“Dengan pemangkasan waktu proses perizinan, ini juga menjadi bentuk reformasi birokrasi yang ada dalam tubuh KKP, khususnya dalam birokrasi perizinan. Ini juga meningkatkan produktivitas dan nilai ekonomi yang ada,” tambah dia.

Sebelumnya, DJPT pernah mengatakan, proses penerbitan untuk perizinan baru diperlukan waktu setidaknya 30 hari. Lamanya waktu tersebut, diklaim karena penerbitan izin baru memerlukan waktu lebih lama dibandingkan dengan penerbitan izin perpanjangan kapal.

Pengakuan tersebut diungkapkan Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Zulficar Mochtar. Proses yang lebih lama tersebut, kata dia, menjadi bagian dari proses due dilligence yang dilaksanakan KKP untuk menerbitkan perpanjangan atau izin baru untuk kapal-kapal.

Proses tersebut, juga menjadi bagian dari implementasi Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2016 tentang Data Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal.

“Dengan due dilligence, maka kita bisa memastikan (investor) asing tidak dapat masuk dalam perikanan tangkap Indonesia lagi,” ucap dia.

Adapun, Zulficar menyebutkan, penerbitan izin yang dilakukan melalui proses due dilligence itu mencakup izin SIUP, SIPI, dan SIKPI.

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , ,