Begini Asyiknya Belajar Identifikasi Forensik DNA Penyu Untuk Bongkar Perdagangan Satwa

Dunia konservasi tak semata untuk meningkatkan populasi flora dan fauna, tapi mengenal dan memastikan genetikanya. Kegunaannya signifikan, misal menjawab kasus hukum seperti pembuktian terkait jenis satwa yang diperdagangkan. Terutama yang sudah tak utuh, bisa diselidiki dari sampel darah, daging, jaringan, tulang, dan lainnya.

Termasuk soal penyu, yang bentuk perdagangannya berubah. Makin banyak dalam bantuk potongan daging untuk mengelabui.

(baca : Kenapa Perdagangan Penyu Ilegal Masih Terjadi di Indonesia Timur?)

Sejumlah lembaga menggelar workshop penanganan penyu terdampar dan penggunaan DNA forensik dalam konservasi penyu di Turtle Conservation and Education Center (TCEC) Serangan, Denpasar, Bali, Sabtu (29/07/17).

 

 

 

Yayasan Biodiversitas Indonesia (Bionesia), WWF, The Rufford Foundation, dan IBRC mengajak sejumlah mahasiswa dari beberapa kampus kelautan dan perikanan di Indonesia yang sedang praktik kerja lapangan di TCEC Serangan mengenal penyu laut dan praktik mengambil sampel DNA. Juga melatih penyelamatan penyu dari tangkapan sampingan (bycatch).

(baca : Penyu Dewasa Dipotong, Lebih dari 600 Kilo Daging Diselundupkan ke Bali)

Sebelum mengambil sampel, keterampilan yang harus dimiliki adalah mengangkat penyu ke ban bekas. Maulid Dio, dokter hewan di TCEC memperlihatkan perlakuan untuk mengurangi stres dan menahan gerakan flipper, dua kaki depan yang digunakan untuk mendayung. Tak semudah dikira, terlebih jika si penyu hidup berukuran besar.

Bagian ini penuh tawa. Ada penyu yang baru mau diambil, berenang cepat menjauhkan diri. Atau setelah dipegang, memberontak ingin meloloskan diri. Siasatnya, bahu penyu dicengkeram agar flipper tak bergerak, setelah kelihatan lebih tenang lalu diangkat. Jika masih aktif, diangkat menyamping sampai flippernya menempel di paha untuk membatasi gerakannya.

Sampai di ban, kini giliran menggulingkan agar posisinya tengadah. Pengambilan sampel DNA di bagian kloaka atau dubur, jadi lebih leluasa menyelupkan cotton bud untuk sampel yang akan diteliti.

Adrian Sembiring dari Bionesia memimpin praktik ini. Beberapa mahasiswa harus masuk ke kolam besar di TCEC. Secara bergantian mereka belajar trik mengangkat penyu dan mengambil sampel DNA.

 

Peserta workshop praktik mengambil sampel DNA dari dubur penyu untuk belajar sampling identifikasi DNA penyu di TCEC Serangan, Denpasar, Bali pada akhir Juli 2017. Identifikasi DNA Penyu dapat dijadikan alat bukti dalam penelusuran asal penyu dan perdagangan illegal penyu yang marak terjadi di Bali. Foto : Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

DNA forensic dapat menjawab sejumlah hal selain identifikasi spesies. Yakni karakterisasi hubungan kekerabatan antara hewan dan lokasi satwa yang tertangkap. Identifikasi asal penyu ini pernah dilakukan Dio untuk menjawab sumber penyu-penyu hasil selundupan di Bali.

Hasil penelitian terbaru oleh Maulid Dio Suhendro tentang investigasi genetika penyu hijau  (Chelonia mydas) memperlihatkan 136 sampel yang diselundupkan ke Bali pada 2015-2016 berasal dari setidaknya 30  titik sarang peneluran penyu dunia.

(baca : Menelusuri Asal Usul Penyu Laut )

Ni Putu Dian Pertiwi peneliti dari Bionesia menyebut penggunaan materi genetik menjawab kasus investigasi forensik dan bisa diaplikasikan pada satwa dan tumbuhan. Dalam wildlife DNA forensic, para peneliti bisa menjawab 4 hal yakni identifikasi spesies, lokasi sampel, dari mana asalnya, dan jenis flora/fauna diliarkan atau budidaya.

“Misal identifikasi dari bisa ular atau memastikan jenis daging di penjual sushi, apakah satwa dilindungi atau tidak,” ujarnya. Salah satu hasil riset yang sudah dilakukan di Indonesia misalnya identifikasi morfologi sirip hiu yang banyak dijual, karena hiu tak bisa dibedakan hanya dari sirip. Perlu tes DNA untuk memastikan jenis hiu yang diperjualbelikan.

Peneliti penyu senior di Bali Ida Bagus Windia Adnyana juga tak lelah memperkenalkan penyu pada anak muda. Ia mengingatkan fakta-fakta seputar konservasinya di Indonesia. Misal upaya konservasi penyu di Indonesia sudah cukup lama sekitar 1973. “Hanya lebih muda dari konservasi badak yang sekarang sudah tinggal culanya,” guraunya. Konservasi Badak dimulai sekitar 1961 oleh WWF di Ujung Kulon.

Indonesia punya 6 spesies penyu dari 7 jenis di dunia, sekarang menurutnya tinggal 4. Misalnya Penyu Pipih sangat jarang ditemukan, hanya muncul di perairan bukan untuk bertelur. Kemungkinan terjadi juga pada Penyu Hijau. Penyu Sisik juga makin langka, diburu untuk kerajinan dan perhiasan.

“Mestinya (konservasi) kita sudah naik kelas. Dulu konservasi hanya Departemen Kehutanan, baru tahun 2000-an community based, lalu veteriner (dokter hewan) terlibat,” paparnya. Naik kelas, jelas Windia, adalah konservasi berdasar bukti sains yang memadai, salah satunya dengan ilmu genetika. Karena mulai dikerjakan keroyokan, mestinya hasil lebih baik.

(baca : Mendorong Implementasi Rencana Aksi Nasional Konservasi Penyu)

 

Tukik penyu Lekang baru menetas, dipindahkan dari bak pasir ke kolam sementara di TCEC Serangan. Identifikasi DNA dinilai makin krusial, di antaranya perdagangan penyu kini tak dalam bentuk hidup atau utuh. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Penyu laut adalah bangsa reptil yang seluruh hidupnya di laut, hanya ke daratan untuk bertelur 3-11 jam tergantung gangguan yang ada.

Evolusi keempat kakinya berubah jadi flippers, tubuh berubah jadi dinamis. Semua jenis kecuali penyu Belimbing bersisik keras yang melindungi dari predator.

Selain penelitian genetika, menurut Windia yang tak boleh dilupakan juga adalah pengamatan feeding ground, seperti area padang lamun. Area pakan ini berpengaruh pada perkembangan dan nutrisinya. Contoh menarik misalnya di Kalimantan Timur, ditemukan banyak penyu di feeding ground, tapi sumber makanannya habis. Setelah ditelusuri, ditemukan penyebabnya. Predator penyu seperti hiu hilang jadi mereka berkumpul di area itu sampai padang lamunnya habis. Inilah peran ekologis tiap satwa di rantai makanannya agar vegetasi terjaga.

Penyu juga punya peran ekologi sangat sentral di area pakan, satwa ini dinilai sebagai satpam untuk cropping seagrass. “Harus ada yang rajin motong lamun agar tak tinggi dan menghalangi matahari masuk ke dasar laut,” urai Windia Adnyana, dosen di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana ini.

Penyu juga gemar makan ubur-ubur. Jika populasi jelly fish terlalu banyak, ikan sedikit. Juga ada jenis penyu dengan paruh panjang makan sponge dan alga yang menghambat pertumbuhan karang.

Nilai perdagangan penyu sangat besar, disebutkan rata-rata USD581.000 per tahunnya. Di Indonesia misalnya, Berau dan Sukabumi dulu tergantung pada penangkapan penyu.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,