Asyiknya Belajar Konservasi di Pusat Pendidikan Konservasi Laut Bali yang Baru Dibuka

Sejumlah orang belajar membuat koral dari tanah liat. Dipandu instruktur dari Jenggala Keramik, koral-koral ini akan dibakar lalu diwarnai seperti keramik. Di ruang lain, ada kelas tentang Kawasan Konservasi Perairan (KKP) dan sesi mengenal cara monitoring koral di lautan.

Semua kegiatan tersebut mewarnai pembukaan fasilitas Pusat Konservasi Laut atau Center for Marine Conservation di Sanur, Bali, Jumat malam (11/8/2017). Keramik-keramik bentuk koral itu akan disatukan menjadi Tembok Karang, hiasan besar dalam pusat pendidikan dan pelatihan oleh Yayasan Coral Triangle Center (CTC) yang bermarkas di Bali ini.

Pembangunan fasilitas ini baru tahap pertama meliputi sejumlah bangunan tempat pelatihan dan kolam renang pelatihan selam. Pusat Konservasi Laut ini diklaim yang pertama dan satu-satunya di Indonesia dengan dukungan fasilitas cukup lengkap dan ditargetkan menjangkau lebih dari 1,5 juta masyarakat hingga tahun 2020.

 

 

Di ruang kelas KKP, ada sejumlah staf CTC yang memandu apa itu KKP dan manfaatnya. Salah satu fasilitator adalah Nyoman Suardana. Ia menyiapkan tumpukan kartu informasi bergambar. Ia memulai dengan pre test dengan tablet menjawab 3 pertanyaan umum apa yang kita bayangkan soal KKP. Skor tes awal langsung diperlihatkan.

Kemudian mulai memperlihatkan kartu bergambar kehidupan pesisir. Ada mangrove, laut, gunung, orang berenang, pemancing, nelayan, dan lainnya tercampur di satu area. Ia menanyakan bagaimana rasanya melihat suasana seperti ini.

Kemudian mengenalkan apa itu zona atau pengaturan wilayah, dengan 4 area utama yakni perlindungan mutlak, perikanan berkelanjutan, pemanfaatan, dan zona lain untuk akomodir kebutuhan spesifik suatu daerah. Misalnya kawasan suci.

“Zona pemanfaatan tak boleh kegiatan ekstraksi atau penangkapan. Budidaya di perikanan berkelanjutan,” jelas Nyoman. Menurutnya akan lebih teratur semua kegiatan diatur alokasinya.

Beralih ke hal teknis soal desain KKP yang harus memperhatikan ekologi, biofisik, dan ekonomi. Misalnya 20-40% habitat penting harus masuk kawasan perlindungan seperti coral reef, seagrass dan mangrove. Ada banyak kartu-kartu bergambar lain dan permainan yang menjelaskan KKP pada pengunjung dalam sesi singkat ini.

Sementara di sesi lain yang dilakukan saat bersamaan, pengunjung launching ini bisa memilih, ada Marthen Welly dan beberapa ahli selam yang fokus di monitoring bawah laut. Mereka mengajak pengunjung mengenal apa yang dilakukan peneliti di bawah laut. Bagaimana mereka bekerja mengukur area observasi di bawah laut dan tebak-tebakan jenis satwa yang ditemui.

Di halaman utama, puluhan undangan, donatur, pengurus yayasan, dan stakeholder CTC lainnya berkumpul mendengarkan rencana pengembangan pusat konservasi laut ini di masa depan. “Kita harus menemukan cara pembangunan dan konservasi agar berjalan seimbang. Pembangunan keberlanjutkan memperhatikan keseimbangan jangka panjang dan pendek. Konservasi dan pembangunan bisa berjalan seimbangan,” ujar George Tahija, Ketua Dewan Pengawas CTC dalam acara pembukaan fasilitas pelatihan. George dan istrinya berkali-kali disebut orang yang paling berperan dalam pembentukan Yayasan CTC pada 2010.

 

Malam pembukaan CTC Center for Marine Conservation di Sanur, Denpasar yang dihadiri oleh para undangan, pendiri, pengurus, dan donator Yayasan CTC. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Indonesia sedang mengembangkan potensi laut. Namun menurutnya ada tantangan kerusakan terumbu dan meningkatnya sampah khususnya polusi plastik di kepulauan.

Rili Djohani, Direktur Eksekutif CTC secara spesifik menyebut pelayanan pusat konservasi ini adalah pelatihan untuk dive operator, edukasi interaktif, khususnya membawa isu coral triangle ke publik.

Indonesia adalah rumah bagi sekitar 60 persen spesies terumbu karang dan ikan-ikan karang yang beraneka ragam di bumi ini. Lebih dari 70 persen penduduk Indonesia tinggal di wilayah pesisir, sehingga kepastian dan keberlanjutan ekosistem perairan laut ini menjadi penting sebagai sumber pangan, penghidupan, dan perlindungan dari dampak cuaca buruk. Di sisi lain, ekosistem ini mulai terancam oleh kegiatan penangkapan ikan secara berlebihan dan merusak, pariwisata yang tidak bertanggung jawab, pembangunan wilayah pesisir yang tidak terkendali, serta polusi.

Melalui pameran yang inovatif dan partisipatif, para pengunjung Pusat Konservasi Laut akan dapat belajar mengenai keterkaitan antara laut, kesejahteraan manusia dan penghidupan, serta pentingnya perlindungan laut.

CTC menyebut lembagai ini merupakan pusat pelatihan bersertifikasi dari Pemerintah Indonesia dan mitra resmi dari Inisiatif Segitiga Karang untuk Terumbu Karang, Perikanan dan Ketahanan Pangan (Coral Triangle Initiative on Coral Reefs, Fisheries and Food Security). Saat ini CTC mendukung kegiatan pelestarian laut di lapangan melalui situs-situs pembelajaran di Kawasan Konservasi Perairan Nusa Penida di Bali dan jaringan Kawasan Konservasi Perairan Kepulauan Banda di Maluku.

CTC berencana memperluas jangkauan dan pengaruhnya dengan membangun Pusat Konservasi Laut di Bali yang akan menjadi pusat percontohan bagi kegiatan pelatihan konservasi dan penjangkauan. Area ini juga diharapkan jadi salah satu obyek wisata pertunjukan seni budaya, karena strategis berlokasi di pusat wisata Sanur.

Daerah kerja di konservasi sumber daya laut di kawasan Segitiga Karang yakni Indonesia, Malaysia, Papua Nugini, Filipina, Kepulauan Solomon, dan Timor-Leste. Pusat Konservasi Laut ini dinilai akan memegang peranan kunci dalam menjangkau para pemangku kepentingan di seluruh enam negara tersebut.

 

Kegiatan pemantauan kesehatan terumbu karang di Bali. Foto : Reef Check Indonesia

 

Pembukaan fasilitas tahap pertama ini juga dihadiri Suseno Sukoyo, Penasihat Khusus bagi Kementerian Kelautan dan Perikanan. Kawasan Segitiga Karang merupakan pusat bagi keanekaragaman hayati laut dunia. Kawasan ini menjadi hunian bagi 76% spesies karang dan 37% dari seluruh spesies ikan karang yang telah dikenali. Wilayah ini juga penting sebagai kawasan pemijahan bagi spesies ikan bernilai ekonomis penting seperti tuna, serta hewan laut yang mempesona dan dilindungi, seperti paus, penyu, pari manta, ikan mola-mola, dan masih banyak lagi.

Kekayaan sumber daya laut dan pesisir yang tak terkira ini bisa memberi manfaat besar bagi lebih dari 363 juta masyarakat dari enam negara tersebut, termasuk bagi jutaan masyarakat lain di luar kawasan itu. Ikan dan sumber daya laut lainnya merupakan sumber pendapatan, makanan, penghidupan, dan komoditas ekspor di seluruh negara Segitiga Karang.

Sebagai penarik perhatian publik, fasilitas ini akan dilengkapi sejumlah wahana. Misalnya Escape Room SOS from the Deep (Permainan Tantangan Penyelamatan dari Kedalaman). Diharapkan menjadi sarana interaktif yang menyenangkan untuk memberi informasi kepada masyarakat mengenai lingkungan laut dan segala ancaman yang terjadi saat ini bersamaan dengan usaha memecahkan tantangan permainan. Para pengunjung diyakini akan mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai situasi laut terkini, apa saja yang dapat mereka lakukan.

Pemerintah Indonesia telah menetapkan target pencapaian kawasan konservasi perairan sebesar 20 juta hektar pada 2020. Fasilitas ini disebut bagian dari upaya itu. Pusat Konservasi Laut ini dipromosikan dengan nama bahasa Inggrisnya, CTC Center for Marine Conservation mudah diakses. Dari bandara Ngurah Rai sekitar 30 menit ke arah Sanur.

Pusat pendidikan dan pelatihan seperti bukan hal baru namun belum banyak dikembangkan di Indonesia. Ada banyak fasilitas dengan semangat sama, yang membedakan adalah luas lahan, sarana pendukung, dan kemasan informasinya. Di Bali ada sejumlah fasilitas terkait isu pesisir seperti Turtle Center for Education and Conservation di Serangan, Denpasar. Area pendidikan praktis di lapangan juga memungkinkan seperti yang dilakukan sejumlah komunitas seperti Organisasi Pemandu Selam Tulamben di Karangasem.

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,