Dua Bayi Orangutan Nyaris Diperdagangkan Secara Online

 

 

Seorang staf dari Yayasan International Animal Rescue Indonesia (YIARI) dengan sigap memeriksa sebuah kandang yang ditutupi dedaunan, ketika suara rintihan panjang terdengar. Ia menyodorkan buah dan menutupi celah di kandang itu dengan dedauan lagi. Isi kandang tersebut adalah satu individu orangutan jantan, usia satu tahun. Tepat di sebelahnya, ada satu kandang lagi, berisi satu individu orangutan betina berusia sekitar 10 bulan.

Kedua individu orangutan ini merupakan barang bukti hasil operasi Brigade Bekantan, Satuan Polisi Hutan Reaksi Cepat Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Selasa, 22 Agustus 2017. Pelakunya, seorang pemuda berinisial TAR, usia 19 tahun.

TAR menggeluti bisnis ini karena tertarik dengan rupiah yang didapat. “Penjualannya sudah beberapa kali. Namun, masih kita dalami lebih lanjut apa saja satwa yang sudah dijualnya,” kata David Muhammad, Kepala Seksi Wilayah III Satuan Polisi Kehutanan Reaksi Cepat (SPORC) Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

TAR mengaku mempunyai kontak pemburu. Hutan-hutan di Kabupaten Sintang adalah tempat si pemburu mencari satwa pesanan. “Kadang-kadang, memenuhi permintaan pembeli, kadang pula tergantung hasil yang diperoleh,” kata David lagi. Satwa yang didapat, diunggah gambarnya ke jejaring sosial TAR, melaui akun Facebook dan Instagram. Jika ada yang tertarik, tawar menawar dilakukan melalui jalur pribadi.

Petugas juga mengamankan rekening milik tersangka yang digunakan untuk transaksi. Menurut TAR, orangutan ini akan dikirimkan ke Jakarta, kepada pemesan yang diduga kuat menyuplai satwa dilindungi untuk dijual lagi ke luar negeri. “Cukup sulit memang, karena mereka menggunakan sistem beli putus,” katanya.

SPORC Brigade Bekantan, akan berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait dalam mengembangkan temuan ini, baik dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan maupun kepolisian.

“Tersangka telah kita titipkan di Rutan Kelas 2A Pontianak. Sementara dua individu orangutan berada di Yayasan International Animal Rescue Indonesia di Ketapang,” ujar David. Tersangka akan dijerat UU No 5 tahun 1990, tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Heribertus Suciadi, dari YIARI mengatakan, dipastikan kedua induk orangutan tersebut sudah mati. “Tidak mungkin, induk orangutan membiarkan anaknya diambil orang, atau ditinggalkan sendiri,” katanya.

Orangutan juvenile, atau yang masih usia anak-anak akan bergantung pada induknya hingga usia tujuh tahun. Induknya akan mengajari bergantung, mencari makan, dan bertahan hidup. “YIARI akan membantu bayi orangutan sebatang kara ini untuk dilepasliarkan. Namun, proses pembelajarannya butuh waktu lebih lima tahun,” jelasnya.

 

Bayi orangutan ini hendak dijual melalui jejaring online. Brigade Bekantan, Satuan Polisi Hutan Reaksi Cepat Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan, berhasil menggagalkan perdagangan ini dan menangkap pelakunya. Foto: Putri Hadrian/Mongabay Indonesia

 

Satu individu diselamatkan

Sebelumnya, YIARI bekerja sama dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat telah mengevakuasi satu individu orangutan di Dusun Kali Baru, Desa Sungai Awan Kiri, Kecamatan Muara Pawan, Kabupaten Ketapang, pada 10 Agustus 2017. Orangutan ini dievakuasi karena ditemukan warga sudah cukup lama merusak tanaman masyarakat sekitar.

Sebenarnya, orangutan ini sudah dimonitor hampir dua tahun oleh tim Human Orangutan Conflict Response Team (HOCRT) YIARI. “Masyarakat sering melihat orangutan besar di sekitar kebun pisang,” jelas Juanisa Andiani, Koordinator Tim HOCRT IAR Indonesia. Saat itu, belum ada laporan warga sehingga tim hanya melakukan monitoring sembari menggiring orangutan ini kembali ke kawasan hutan.

Saat ini, orangutan bernama Abun ini dibawa ke Pusat Penyelamatan dan Konservasi YIARI untuk mendapatkan perawatan. Nantinya orangutan seberat 50 kilogram ini akan dikembalikan ke habitatnya.

Tantyo Bangun, Ketua YIARI, mentakan pengembalian orangutan seperti Abun ke habitatnya bukan pekerjaan mudah. Banyak aspek yang harus dipertimbangkan sebelum tim menemukan hutan yang cocok. Selain itu, diperlukan juga survei pakan dan kepadatan orangutan untuk memastikan orangutan yang dilepaskan nanti, tidak akan kekurangan makanan dan banyak saingan untuk bertahan hidup di alam. “Peyelamatan orangutan di Dusun Kali Baru yang masuk landsekap Sungai Putri ini menunjunjukkan ada yang salah dengan kondisi tersebut.”

Jika eksploitasi blok hutan gambut dalam Sungai Putri terus berlanjut, kondisi ini akan terus memburuk. Penyelamatan orangutan adalah gejala dari ancaman yang lebih besar lagi bagi masyarakat. Yaitu, memburuknya kondisi hutan gambut yang berujung pada infiltrasi air laut, kekeringan, dan ancaman kebakaran hutan gambut yang sulit dipadamkan,” tandas Tantyo.

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,