Resahnya Masyarakat Pining yang Terus Diusik Tambang

 

 

Masyarakat di Kecamatan Pining, Kabupaten Gayo Lues, Provinsi Aceh, telah sepakat untuk menjaga hutan Leuser agar tidak rusak. Salah satu cara yang mereka lakukan adalah, membuat petisi menolak tambang sampai hari kiamat. Penolakan tersebut tertuang dalam pernyataan bersama tokoh masyarakat di Kecamatan Pining pada 26 Mei 2016 lalu.

Namun, usaha tersebut terancam gagal. Salah satu penyebabnya adalah Pemerintah Gayo Lues telah mengeluarkan izin pertambangan galena kepada PT. Wayang Mining Gayo Indo untuk melakukan eksploitasi di daerah Hutan Air Putih Kampung Pasir Putih.

Tokoh masyarakat Pining, Aman Jarum atau Abu Kari menyebutkan, bila dilihat sejarahnya, kehidupan masyarakat di Kecamatan Pining, tidak terlepas dari sejarah nenek moyang Suku Gayo yang memang tinggal di dalam hutan belantara. Termasuk, dalam Kawasan Ekosistem Leuser (KEL).

“Dari kehidupan di hutan inilah lahir beragam tradisi yang langsung bersentuhan dengan alam, yang dimanfaatkan sebagai sumber ekonomi. Ketetapan adat yang telah disepakati pun erat kaitanya dengan pengunaan hutan dan lahan sebagai tempat tinggal dan perkampungan Suku Gayo. Khususnya yang berada di Kecamatan Pining,” ujarnya, Selasa (5/9/17).

 

Baca: Masyarakat Pining Siap Denda Para Perusak Hutan Leuser

 

Aman Jarum mengatakan, karena berasal dan tinggal di hutan belantara, masyarakat Pining sangat sadar pentingnya hutan untuk kehidupan. Bahkan, sebagian besar hutan merupakan wilayah adat yang tidak boleh dimiliki perorangan. “Nenek moyang kami selalu berpesan untuk menjaga hutan Leuser, jangan dirusak dengan kegiatan apapun.”

Aman Jarum yang juga inisiator penolakan tambang sampai hari kiamat mengatakan, jika perusahaan tambang beroperasi di Pining, ribuan masyarakat yang berprofesi petani akan menderita. Lahan mereka akan rusak.

“Kami tidak pernah lihat pertambangan itu menguntungkan petani. Yang ada hanya merusak hutan. Tambang bukan solusi menyejahterakan masyarakat, karena bertentangan dengan tata ruang nenek moyang kami. Hutan lestasi dan masyarakat sejahtera, itu yang kami harapkan,” terangnya.

 

Hutan Leuser yang begitu memukau ini harus dijaga dari berbagai pihak yang ingin merusaknya. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Merusak tatanan kehidupan

Penasehat Hukum Gerakan Rakyat Aceh Menggugat (GeRAM), Nurul Ikhsan mengatakan, Pemerintah Kabupaten Gayo telah memberikan izin berupa wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) kepada PT. Wayang Mining Gayo Indo seluas 6.345 hektare. Izin tersebut diperpanjang melalui Surat Keputusan Gubernur Aceh Nomor 545/BP2T/913/IUP-EKS/2016 tentang Persetujuan Penciutan Wilayah dan Penyesuaian Keputusan Perpanjangan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi PT. Wayang Mining Gayo Indo yang diterbitkan Bupati Gayo Lues Nomor 540/21/IUP-EKSPLORASI/2015.

Kegiatan pertambangan tersebut, menurutnya, telah memecah kearifan dan tradisi Suku Gayo dalam mempertahankan kawasan hutan yang ada. “Pertengahan 2013, perusahaan telah membangun camp tambang di pinggiran hutan dan tahun ini perusahaan akan mendapatkan izin operasi produksi dari Dirjen ESDM,” terang Ikhsan.

Anggota Forum Penjaga Hutan dan Sungai Harimau Pining, Usman mengatakan, Pining merupakan wilayah pertanian. Jika pemerintah ingin meningkatkan perekonomian masyarakat Pining, harusnya fasilitas untuk pertanian yang diperhatikan. Misalnya, saluran irigasi sawah yang rusak akibat banjir diperbaiki.

“Alasan utama masyarakat Pining menolak perusahaan tambang karena lokasinya berada di hulu sungai yang bermuara ke pesisir Aceh. Jika sungai rusak, yang akan menderita bukan hanya masyarakat Pining, tapi juga masyarakat di kabupaten lain, khususnya di Kabupaten Aceh Timur dan Aceh Tamiang.”

 

Hutan lebat di Zona Inti Taman Nasional Gunung Leuser yang sangat penting bagi kehidupan manusia dan habitat satwa. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Belum lagi, sambung Usman, membuka tambang hanya akan menghancurkan kawasan hutan yang selama ini merupakan sumber penghidupan masyarakat Pining. “Pernyataan yang telah kami buat atas nama Masyarakat Pining harusnya bisa menjadi pertimbangan pemerintah dan pihak PT. Wayang Mining Gayo Indo untuk menghentikan niatnya. Apakah mereka tidak melihat kami telah mendirikan perasasti kesepekatan bersama Hutan Pining Milik Adat Orang Pining Dilarang Buka Tambang Sampai Hari Kiamat?” tanya Usman.

Usman menyebutkan, tokoh masyarakat Pining telah mengirimkan surat untuk bertemu Gubernur Aceh terkait pembukaan pertambangan tersebut. “Namun, surat tersebut belum mendapat tanggapan dari Pemerintah Provinsi Aceh,” terangnya.

Kecamatan Pining berlokasi sekitar 35 kilometer dari Blangkejeren, Ibu Kota Kabupaten Gayo Lues. Luas Kecamatan ini sekitar 1.350 kimometer persegi atau 24,33% dari total luas wilayah Gayo Lues. Di Kecamatan Pining terdapat sejulah desa, yaitu Gajah, Uring, Pepelah, Pintu Rime, Pertik, Pining, Pasir Putih dan Lesten yang berpenduduk 4.745 jiwa.

Kontor daerah ini sebagian besar dikelilingi pegunungan, berbukit, dan landai. Umumnya, kawasan yang berkontur pegunungan dan berbukit merupakan hutan primer dan perkebunan masyarakat yang ditanami tanaman keras. Untuk lahan landai, umumnya masyarakat menanaminya dengan jenis tanaman padi dan palawija yang cepat panen.

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , ,