Begini Aliansi Pemerintah dengan Swasta untuk Solusi Sampah Plastik di Laut

Pemerintah Indonesia telah berkomitmen dan kebijakan untuk mengatasi permasalahan sampah di laut. Selanjutnya pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengajak pemangku kepentingan untuk bekerjasama tentang itu.

Salah satunya dengan membentuk Alliance for Marine Plastic Solutions Forum (AMPS) yang digelar di Kuta, Bali pada Senin (04/09/2017). Dalam peluncuran, digelar sejumlah sesi diskusi tentang pola kerjasama kemitraan, penanganan sampah di darat oleh sejumlah daerah di Indonesia. Kemudian dilanjutkan dengan APEC High-Level Meeting on Accelerating Waste Management Solutions to Reduce Marine Litter keesokan harinya.

(baca : Begini Komitmen Pemerintah Memerangi Sampah di Hari Laut)

Arif Havas Oegroseno, Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim Kemenko Kemaritiman menyebut ini kali pertama kerja sama dengan industri dan LSM untuk mengurangi sampah plastik di lautan. “Banyak yang mengerjakan, tapi terpisah-pisah. Kami ingin kerja bersama,” katanya.

 

 

Solusi idealnya mengurangi sampah atau zero waste. Namun Arif menyebut ada sejumlah tantangan mengimplementasikan ini. “Perlu menemukan usaha yang sesuai kebutuhan. Kehadiran sektor swasta, gerakan akar rumput untuk ikut proyek. Pemerintah menyiapkan dukungan untuk investor menangani solid waste,” ujarnya dalam forum yang juga didukung Ocean Conservancy, PRAISE dan Thrash Free Seas Alliance ini.

Masalah mikroplastik di laut juga karena kurangnya penegakan hukum dan penganggaran. Namun pihaknya memiliki ekspektasi tinggi target pengurangan sampah plastik di lautan sampai 70% di 2025 bisa tercapai.

Ujang Solihin Sidik, Kepala Subdirektorat Barang dan Kemasan Direktorat Pengelolaan Sampah KLHK menyebut tiap tahun jumlah sampah plastik terus bertambah, walau masih dominan organik sekitar 60% dan kebanyakan sampah berakhir di TPA. Menurutnya ini isu lokal tapi sekarang jadi masalah global. “Paradigma dan kebijakan harus diubah. Sebelum ada UU pengelolaan sampah, sampah selalu adalah masalah seperti banjir, polusi, tak bernilai. Ini yang harus diubah,” urainya soal potensi dari pengelolaan sampah solid.

Ia memaparkan sejumlah potensi sampah yang diproduksi di Indonesia. Paling banyak sampah yang bisa dikompos sekitar 60% atau 38 juta ton, plastik 14% hampir 9 juta ton, kertas 9% sekitar 5,7 juta ton. Lainnya besi 4%, plastik, tekstil, gelas, lainnya. Ini yang bisa diolah jadi energi, listrik, dll. “Kami berharap ini jadi isu mainstream,” ujarnya.

(baca :Begini Tekad Indonesia Kurangi Sampah Plastik sampai 70%)

Saat ini ia merinci tantangan investasi pengelolaa sampah di Indonesia. Misalnya kurangnya proyek besar kapasitas minimum 500 ton/hari, bisnis ini dianggap tidak bankable atau sulit dibantu keuangan dari perbankan karena risiko tinggi. Lainnya, soal tipping fee, kurangnya lahan tersedia, dan pegiat lingkungan yang tidak mendukung incinerator.

 

Sampah plastik yang mengotori lautan merupakan persoalan global yang harus kita selesaikan bersama. Foto: Pixabay/ sergeitokmakov/Public Domain

 

Steve Russell, Vice President of Plastics Division American Chemistry Council menyebut banyak model kerjasama menangani sampah di laut. Misalnya ada APEC’s Urban Infrastructure Network framework dan Thrash Free Seas Alliance.

Salah satunya kesepaakatannya ada Marine Litter Solutions pada Maret 2011, dilakukan di 6 area mendorong kerjasama multistakeholder. Pada 2015 beranggotakan 69 pihak dari 35 negara dengan 260 proyek. Isi deklarasi misal solusi mencegah sampah di lautan, riset dampaknya, dan penegakan hukum.

Menurutnya transparansi pemerintahan sangat penting serta dukungan alur pendanaan jangka panjang bagi investor.

(baca : Mengapa Indonesia Masuk Salah Satu Daftar Pembuang Sampah Plastik Terbanyak ke Laut?)

 

Produk Fashion

Kemenko Kemaritiman melalui siaran pers mendukung Danone Aqua dan H&M Indonesia mengolah botol plastik menjadi produk fashion. Sebagai bentuk komitmen mengurangi sampah di lautan sebesar 70% pada tahun 2025 dengan dukungan berbagai pihak termasuk pihak swasta. Disebutkan PT. Tirta Investama (Danone Aqua) dan H&M Indonesia mendukung program ini melalui proyek Bottle2Fashion dengan mengolah kembali sampah botol plastik menjadi produk fashion.

PT. Tirta Investamadan Kantor Produksi H&M Indonesia menandatangani komitmen kerja sama proyek Bottle2Fashion untuk memulai kerja sama mengolah kembali sampah kemasan plastik menjadi produk Fashion di Hotel Padma, Legian, Bali (4/9).

Presiden Direktur Danone AQUA, Corine Tap dan Country Manager Production H&M Indonesia, Jessica Vilhelmsson melakukan penandatanganan kerja sama ini disaksikan Deputi Bidang Kedaulatan Maritim Kemenko Maritim, Arif Havas Oegroseno dalam rangkaian acara peluncuran The Alliance for Marine Plastic Solutions Forum.

 

Sanggar seni ini membuat pakaian adat dari karung beras bekas seperti udeng yang digunakan dikepala dan baju untuk seragam marching bekas dalam acara festival anak atau Rare Bali Festival pada Sabtu-Minggu (6-7 Agustus 2016). Foto : Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Dalam kolaborasi ini, Danone AQUA memperkuat pengumpulan sampah botol plastik di Kepulauan Seribu untuk mengurangi cemaran sampah di daratan yang berakhir di lautan, dan dikirim dengan perahu ke Unit Bisnis Daur Ulang/Recycling Business Unit (RBU) Tangerang Selatan. RBU yang diinisiasi 2010, merupakan model sosial bisnis yang mengelola sampah botol plastik.

Di RBU, sampah dipilah, dicuci,dicacah, dan dikirim ke pabrik tekstil dan garmen, PT. Kahatex, mitra kerja H&M Indonesia yang diubah menjadi tekstil dan produk fashion siap pakai, seperti polo shirt, sarung tangan, pakaian dalam, yang semuanya terbuat dari proses daur ulang botol plastic.

“Produk ini nyaman dipakai, hampir sama dengan produk konvensional, yang paling penting, lebih ramah lingkungan,” ujar Deputi Havas setengah berpromosi. Masyarakat diminta memilih produk-produk ramah lingkungan.

Selain itu, Havas juga menjelaskan bahwa Kemenko Kemaritiman terus mendorong penggunaan ulang sampah plastic sebagai campuran aspal jalan (plastic tar road) dan proyek waste to energy. “Purwarupanya dibangun di Bali. Jalan percontohan plastic tar road dibangun di komplek Universitas Udayana, kalau waste to energy dibangun di TPA Suwung. Semua pembangunan ini merupakan kerja sama lintas kementerian dan Pemda,” sebutnya dalam rilis pers. Havas menjelaskan pihak-pihak terkait adalah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Pemerintah Provinsi Bali, dan akademisi.

(baca : Aliansi Zero Waste Menilai Jalan Aspal Plastik Belum Bisa Jadi Solusi Berkelanjutan. Kenapa?)

Sementara aktivis dan lembaga lingkungan melalui Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI) memberi sejumlah catatan soal aplikasi jalan aspal campur plastik ini, seperti membahayakan kesehatan dan bukan solusi pengurangan sampah berkelanjutan.

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,