Selokan Ini Dulu Tempat Buang Sampah, Kini jadi Rumah Ikan

 

 

Nenek Warsiah,  warga Dusun Singosaren, Desa Wukirsari, Imogiri, Bantul, Yogyakarta, perlahan membimbing cucu memasukkan uang ke kaleng. Sebungkus pelet makanan ikan tersedia di toples dia jumput.

Ada tulisan “Umpan kejujuran Rp1.000” di toples plastik itu. Dengan suka cita, cucunya lalu menebarkan pelet ke kumpulan ikan yang berenang. Suara kecipak air mengiringi gerak lompatan ikan yang berebut makanan. Senyum nenek dan cucu menggembang.

Hampir saban sore, nenek Warsiah momong cucu itu di tepian selokan sambil melihat-lihat ikan. Kebetulan rumah dia hanya beberapa puluh langkah dari sana. Dia tak khawatir mengajak cucu ke pinggiran selokan. Air jernih. Pinggiran selokan juga ada semen permanen.

 

Viral di media sosial

Asnan Hidayat, Ketua RT 04, Singosaren, mengatakan, pada Minggu (3/9/17), tiap hari ada saja warga berkumpul di sekitar selokan untuk bersantai, sambil mengobrol, serta melihat-lihat ikan warna warni.

Dulu,  warga pergi ke selokan hanya untuk membuang sampah. Tak sedikit buang hajat. Kini selokan berubah indah.

Perubahan itu memancing warganet mengunggah ke media sosial. Unggahan itu berulang dibagikan dan menjadi viral.

“Kita juga nggak menyangka. Tanggapan masyarakat luar biasa,” kata Asnan.

Sampai pertengahan September postingan telah lebih 7.000 kali di-share, dan hampir 5.000 kali mendapat respon like dan sejenisnya.

 

Informasi di sekitar selokan mengajak menjaga lingkungan. Foto: Nuswantoro/ Mongabay Indonesia

 

Hampir setiap hari sekitar selokan selalu ramai. Selain warga sekitar, ada saja orang dari luar Singosaren sengaja datang ingin melihat pesona ikan di selokan setelah mengetahui dari media sosial dan pemberitaan media.

Yulianto, warga Kulonprogo mengajak istri dan anaknya melihat selokan istimewa ini, pada Minggu itu. “Penasaran, sekalian rekreasi ke sini,” katanya bilang tahu dari Facebook.

Beberapa video unggahan tentang selokan ini bisa disaksikan di YouTube.

Riwayat selokan penuh ikan cukup unik. Selokan itu sebenarnya saluran irigasi yang mengalirkan air dari Sungai Opak, sekitar 1,5 kilometer dari Singosaren, menuju persawahan di seberang kampung berjarak empat kilometer.

“Selokan bergeser fungsi. Awalnya,  sebagai saluran irigasi, jadi tempat buang sampah,” ucap Asnan.

Makin lama selokan jadi dangkal karena sampah tak hanyut. Selokan terlihat kumuh padahal banyak rumah warga menghadap ke selokan. Mau tak mau mereka selalu melihat selokan kumuh itu persis di halaman depan.

“Sekarang warga sudah sadar. Warga sini tidak membuang sampah di selokan lagi.”

 

Menebar ikan

Kata Asnan, bukan hal gampang mengubah perilaku warga terlebih kebiasaan sudah bertahun-tahun.

Jauh sebelum selokan permanen, meski hanya 1,5 meter dan sedalam satu meter, selokan jadi tempat berkembang biak ikan dan udang.

Dulu banyak orang memancing ikan di sepanjang selokan. Lambat laun ikan dan udang menghilang seiring warga banyak membuang sampah. Ada saja orang menangkap ikan dengan meracun atau memakai setrum.

“Setidaknya dua tahun terakhir orang yang meracun atau nyetrum tak ada lagi. Saat itu yang buang sampah masih ada,” katanya.

Terbersit pemikiran bagaimana cara menghentikan kebiasan warga membuang sampah di selokan. Merekapun mencari akal. Usulan datang salah satu warga, Mutohar, untuk menebar ikan agar selokan terlihat asri.

Gagasan lalu dimatangkan di rapat RT, melibatkan pemuda, ibu-ibu, dan warga lain. Ahmad Nuryanto, pemuda Singosaren bercerita, warga sepakat membenahi selokan. Secara gotong royong irigasi sepanjang 50 meter melintasi RT 04 dibersihkan. Beberapa sudut dihias taman, dan diberi papan ajakan untuk menjaga lingkungan.

Banner bertuliskan larangan menangkap ikan ilegal terpasang mencolok di tempat strategis. Tulisan itu mengutip UU Nomor 31 Tahun 2004, tentang Perikanan. Penangkapan ikan ilegal yang dimaksud penggunaan bahan kimia, biologis, peledak, atau alat atau cara yang merugikan, membahayakan kelestarian ikan dan lingkungan. Ada ancaman penjara maksimal lima tahun dan denda maksimal Rp2 miliar.

Ngasih makan ikan silakan, menangkap ikan jangan!” begitu bunyi salah satu tulisan. Ada lagi banner menyebut selokan penuh ikan itu seperti di Jepang.

Di sudut lain ada poster bertuliskan waktu barang terurai, seperti kertas perlu lima bulan untuk terurai.

 

Nenek Warsiah membeli umpan ‘kejujuran’ untuk ikan. Foto: Nuswantoro/ Mongabay Indonesia

 

Selokan lalu diberi nama “Tansah Bedjo”, berarti selalu beruntung. Logo dibuat. Ada gambar pohon, burung, ikan, dan kincir air.

Tiga bulan lalu 10.000 bibit nila ditebar ke selokan. Beberapa ratus lain ikan tawes, lele, dan ikan lokal seperti wader.

Efektifkah menaburi selokan dengan ikan? “Efektif,” kata Ahmad. “Dengan ditaburi ikan, warga jadi sungkan membuang sampah di selokan. Sudah apik, banyak ikan, eman-eman kalau dikasih sampah.”

Akhirnya,  sungai menjadi media warga bersahabat dengan makhluk hidup dan menjaga lingkungan.

“Ada nilai edukasi bagi warga untuk menjaga lingkungan tetap bersih dan sehat,” katanya.

“Di atas sampah kita saring, kita pilah. Yang tidak terurai seperti plastik kita buang ke TPA Piyungan.  Hampir semua warga terlibat. Setiap dua hari dibersihkan. Bahkan kalau ada sampah yang terlihat ada saja langsung memungut.”

Alhamdulillah, kalau dari RT sini, kesadaran warga tidak membuang sampah di selokan sudah bagus,” kata Asnan.

Terkadang,  masih saja ada sampah hanyut di selokan tetapi dipastikan bukan dari RT mereka. “Kita harapkan, selokan ini bisa bersih tanpa kita harus membersihkan.”

Dia bilang, banyak masukan memperpanjang pelihara ikan. “Kalau diperpanjang bagus. Jadi ada kemungkinan diperluas. Tujuannya agar kampung-kampung menjadi lebih cantik. Petani juga untung saat mengairi sawah tak terganggu sampah.”

Setelah sukses membuat lingkungan selokan lebih asri, ada tetangga kampung tertarik membuat hal serupa. “Dari kampung sebelah, Dukuh Manggung juga ingin membuat. Dari RT bawah juga sudah mau ikut.”

Katanya, kalau sudah besar ikan akan panen. Pada musim hujan populasi ikan akan dikurangi. Sebagian lain untuk pembibitan, yang masih kecil dibiarkan berkembang.

Agar ikan tak hilang terbawa arus, selokan diberi pembatas berupa kincir yang diberi kawat kasa. Fungsinya sebagai penyekat.

“Tujuannya agar sampah kecil tetap bisa hanyut, sementara ikan tidak,” kata Mutohar. Dia bersama pemuda desa membuat kincir dari bahan-bahan bekas.

Untuk menghentikan sampah besar hanyut, beberapa meter sebelum kincir, sengaja dipasang penyaring. Secara berkala sampah-sampah tersangkut dibuang.

Sebenarnya, dia berharap bisa melanjutkan rancangan untuk membuat kincir sekaligus bisa mengangkat sampah dari selokan.

“Rencana saya air dipusatkan lalu jadi tenaga. Ditambah gigi, dan jari-jari pengambil sampah, sampah bisa diangkut convayer, lalu kita buang ke sana,” kata Mutohar.

Sayang, keinginan itu terhenti karena tak ada dana. Mutohar pernah mendapat award dari salah satu stasiun TV swasta berkat menciptakan pembangkit listrik tenaga air, juga pakai air selokan pada 2012. Kincir pembangkit listrik terletak sekitar 500 meter dari selokan penuh ikan itu bisa mengaliri lampu penerang jalan di desa. Ia juga untuk bubut kayu dan memarut kelapa.

 

Kincir yang berfungsi sebagai sekat agar ikan tak terbawa arus. Foto: Nuswantoro/ Mongabay Indonesia

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,