Harapan, Badak Sumatera yang Patut Kita Banggakan

 

 

Hampir dua tahun, Harapan berada di Suaka Rhino Sumatera (Sumatran Rhino Sanctuary, SRS) Taman Nasional Way Kambas, Lampung. Perjuangan tanpa lelah telah ditempuh untuk memulangkan badak sumatera jantan ini dari Cincinnati Zoo, Ohio, Amerika Serikat, pada 2 November 2015. Bagaimana perkembangannya saat ini?

Zulfi Arsan, Dokter Hewan Suaka Rhino Sumatera (SRS), menuturkan, sejauh ini, Harapan menunjukkan perkembangan yang sangat baik. Masa karantina selama tiga bulan, di awal kedatangannya, berjalan tanpa hambatan. Begitu pula dengan pola makannya yang kini tidak pilih-pilih lagi. “Harapan sudah mandiri. Dia sudah beradaptasi dengan lingkungan sekitar, sebagaimana badak lainnya di SRS. Aktivitas berkubang dan mencari makan, semua normal. Beratnya sekitar 800 kilogram,” ujarnya kepada Mongabay Indonesia, di SRS, Lampung, Rabu (13/9/17).

Zulfi melanjutkan, kita berharap, Harapan segera kawin dengan badak betina guna menghasilkan keturunan. Siapa kandidat yang ia sukai, kami telah melakukan pengamatan melalui penandaan urine. Hasilnya, Harapan lebih condong memilih Ratu, ketimbang Rosa atau Bina.

“Badak akan melakukan urinasi yang biasanya disemprotkan ke daun. Nah, daun inilah yang diberikan ke Harapan untuk ditandai. Hasilnya, Harapan lebih tertarik pada urine yang dikeluarkan Ratu.”

Program ke depannya, ia akan kami kenalkan ke Ratu, untuk pertama kalinya, meski alternatif ke Rosa maupun Bina. Menurut Zulfi, kandidat untuk kawin alami yang normal memang ada pada Ratu, karena ia sudah berpengalaman. Perilaku alaminya yang kuat, diharapkan bisa membimbing Harapan. “Mudah-mudahan terlaksana secepatnya.”

 

Baca: Harapan, Badak asal Amerika yang Nyaman di Rumah Leluhurnya

 

Bagaimana dengan penyakit? Zulfi menjelaskan, berdasarkan data saat Harapan di Cincinnati Zoo, diduga ia menderita gangguan metabolisme berupa akumulasi zat besi. Penumpukan zat besi ini, dalam organ tubuh biasanya berada di hati dan ginjal. Bila terlalu parah, akan berujung kematian.

“Bila kita lihat data keseluruhan, kondisi ini memang terjadi pada badak-badak yang “dipelihara” di kebun binatang. Ini dikarenakan, faktor keterbatasan pakan, terutama dari segi jumlah dan variasi.”

 

Harapan yang kini telah memiliki dua keponakan badak di SRS, Way Kambas, Lampung. Foto: Rahmadi Rahmad/Mongabay Indonesia

 

Dengan interaksinya yang baik di Way Kambas, terutama pada pakan alami yang diberikan, diharapkan penyakit tersebut berkurang. Patut diketahui, ini penyakit metabolisme yang tidak menular.

“Untuk penyakit menular, sebelum Harapan pulang ke Indonesia, seluruh hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan dia terbebas penyakit. Semua prasyarat kepulangannya telah dipenuhi, jadi dia benar-benar sehat,” tegasnya.

 

Baca: Pesona Si Imut Delilah di Way Kambas, Siapa Dia?

 

Meski lahir di Cincinnati Zoo, Ohio, Amerika, 27 Mei 2007, sejatinya Harapan merupakan badak sumatera asal Bengkulu dari pasangan Emi (betina) dan Ipuh (jantan) yang dikirim ke Amerika pada 1991. Ipuh dan Emi secara keseluruhan memiliki tiga anak yaitu Andalas, Suci (betina), dan Harapan yang semuanya lahir di Cincinnati. Suci yang yang lahir di 2004, mati pada 31 Maret 2014. Sedangkan Emi mati pada September 2009 dan disusul Ipuh pada 2013.

Andalas yang lahir tahun 2001, telah dipulangkan ke Indonesia lebih dulu, pada 2007. Bersama pasangannya Ratu (16 tahun), ia telah memiliki dua keturunan yang lahir di SRS yaitu Andatu, badak jantan kelahiran 23 Juni 2012 dan Delilah, badak betina yang lahir 12 Mei 2016.

Secara keseluruhan, saat ini ada tujuh badak yang menghuni SRS yaitu tiga badak jantan (Andalas, Andatu dan Harapan) serta empat badak betina (Ratu, Bina, Rosa, dan Delilah).

 

Harapan yang sudah beradaptasi dengan baik hidup di hutan tropis. Foto: Rahmadi Rahmad/Mongabay Indonesia

 

Belajar dari kematian Puntung

Saya sempat bertanya pada Zulfi, apakah penyakit kanker sel squamosa yang menyebabkan kematian Puntung, badak sumatera betina di BORA (Borneo Rhino Alliance), Sabah, Malaysia, 4 Juni 2017, berpotensi menyerang badak di SRS?

Zulfi menuturkan, kasus kematian Puntung memang baru terjadi kali ini yang penyebabnya masih diteliti. Menurutnya, bila bicara kemungkinan penyakit tersebut menyerang badak sumatera, prevalensi atau kans terjangkit memang ada. Hanya saja peluang besar atau kecilnya belum bisa dijawab, perlu riset lebih lanjut. “Secara teoritis bisa saja terjadi, tumor merupakan gangguan perkembangan sel sehat yang berubah menjadi sel sakit.”

 

Baca: Kanker Itu Merenggut Kehidupan Puntung untuk Selamanya

 

Justru, yang kami khawatirkan adalah penyakit yang tidak spesifik, yang berkembang dari lingkungan. Kita masih ingat akan Program Penyelamatan Badak Sumatera ke Kebun Binatang di Indonesia, Malaysia, Eropa, dan Amerika periode 1985-1992. Melalui program tersebut, sekitar 18 badak sumatera yang ditangkap dari habitat aslinya di Riau dan Bengkulu dikirim ke sejumlah kebun binatang tersebut.

Namun, berdasarkan catatan hingga tahun 2000, sebanyak 13 individu badak yang tersebar di kebun binatang itu mati. Dari lima badak tersisa, tiga individunya (Torgamba, Bina, dan Dusun) dikirim ke SRS, dan hanya dua individu yang berada di Cincinnati Zoo, Ohio Amerika Serikat (Ipuh dan Emi) yang berhasil berkembang biak. “Sebagian besar badak mati akibat gangguan saluran pencernaan.”

Kondisi itu bisa terjadi dari makanan atau bakteri yang memang menyerang saluran pencernaan seperti Escherichia coli atau salmonella. Tidak tertutup kemungkinan bisa menjangkiti badak di SRS. Begitu juga dengan parasit darah, Trypanosoma evansi, yang begitu mematikan serta kehadiran endoparasit yang mesti diwaspadai.

“Penyakit-penyakit ini, tidak spesifik ada pada badak namun saling menularkan. Untuk Trypanosoma, ia membutuhkan hewan vektor yaitu lalat penghisap darah yang penularannya bisa dari hewan sakit ke hewan sehat.”

Zulfi mengatakan, seluruh badak di SRS, sudah tentu diperiksa kesehatannya yang disertai langkah pencegahan penyakit. Misalnya dengan selalu menjaga kualitas pakan, menyiapkan disinfektan, serta membatasi siapa saja yang ingin berinteraksi langsung dengan badak. Tidak sembarang orang.

“Untuk mencegah penyakit kecacingan, pemeriksaan rutin semua badak, termasuk Harapan, dilakukan setiap minggu. Bila ada temuan baru, segera kami lakukan treatment. Pastinya, setiap empat atau enam bulan, setiap badak akan diberikan obat cacing atau deworming,” terangnya.

Terpisah, Dr. Terri Roth dari Cincinnati Zoo, melalui surat elektroniknya mengatakan, kematian Ipuh tidak dikarenakan penyakit kelebihan zat besi. Ipuh merupakan badak produktif yang sehat, hidup selama 22 tahun di Cincinnati Zoo. Ia mati di usia 30-an tahun akibat kanker tiroid.

Sementara Harapan, adalah individu badak sehat yang tumbuh kembangnya di Cincinnati Zoo tidak menunjukkan gejala penyakit kelebihan zat besi. Kondisi ini terpantau sebelum ia dipindahkan ke SRS, Way Kambas, Lampung, Sumatera, Indonesia.

“Pergerakan dan periode adaptifnya bisa mengakibatkan penurunan berat badan signifikan karena dia tidak menyukai wilayah jelajahnya yang baru. Butuh waktu juga untuk mengenal lingkungan sekitar. Namun, kondisi Harapan saat dikirim ke Indonesia sangat baik kesehatannya,” terangnya.

Terkait faktor makanan yang diduga sebagai awal meningkatnya penumpukan zat besi, Terri menuturkan, kondisi ini masih diteliti lebih lanjut. Badak yang berada di Cincinnati Zoo, tidak semuanya sakit karena zat besi. Kemungkinan ada komponen genetik. Berkurangnya paparan parasit, tentunya berperan dalam prevalansi penyakit tersebut di kebun binatang, yang dihuni banyak jenis satwa liar.

“Kita memang harus menjaga agar zat besi tetap rendah dalam makanan, namun tidak berarti juga penyakit ini muncul dikarenakan makanan,” tuturnya.

 

Kesehatan dan kebersihan Harapan selalu diperhatikan setiap hari. Perkembangannya sudah sangat baik dan diharapkan bisa dikawinkan dengan badak betina lainnya yang ada di SRS, Way Kambas, Lampung. Foto: Rahmadi Rahmad/Mongabay Indonesia

 

Badak terakhir yang dipulangkan

Widodo S. Ramono, Direktur Eksekutif Yayasan Badak Indonesia (YABI), menjelaskan Harapan merupakan badak sumatera terakhir yang dipulangkan ke Indonesia. “Dia yang terakhir, menyusul Andalas 2007 lalu,” terangnya di Bogor, Rabu, 20 September 2017.

Pemulangan Harapan memakan waktu dan proses panjang. Lebih dua tahun, terkait banyaknya pihak yang mengkhawatirkan kesehatannya. “Banyak berkembang isu, ada yang mengatakan Harapan itu badak betina tua buta, juga penyakitan.”

 

Baca juga: Opini: Kelahiran Badak Sumatera yang Sungguh Membanggakan

 

Widodo melanjutkan, pada Februari 2015, berdasarkan rekomendasi lokakarya “Population Viability Analysis for the Sumatran Rhino in Indonesia” diputuskan, penyelamatan badak sumatera, jantan maupun betina, harus dilakukan, dimanapun keberadaannya. Dari sini, ketegasan pemulangan Harapan ke Indonesia kian menggema.

“Kalau tetap di Amerika, ia mau dikawinkan dengan siapa? Hanya Harapan, satu-satunya badak sumatera tersisa di sana. Hidup atau mati, Harapan harus dipulangkan. Sekitar 53 jam perjalanan harus ia tempuh dari Cincinnati Zoo hingga tiba di SRS, Way Kambas, Lampung.”

Mengapa sampai badak-badak sumatera dikirim ke luar negeri? Kembali Widodo menjelaskan. Menurunnya populasi badak sumatera di alam liar, membuat sejumlah pihak, dalam negeri dan internasional, menginginkan upaya serius penyelamatannya. Terlebih, ada kawasan hutan di Sumatera yang akan dikonversi menjadi kebun melalui skema Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK).

 

Harapan, saat dua bulan kedatangannya di SRS, Way Kambas, Lampung. Harapan yang lahir dan besar di Cincinnati Zoo, Ohio, Amerika Serikat, pulang ke Indonesia 2 November 2015. Foto: Rahmadi Rahmad/Mongabay Indonesia

 

Saat itu, periode 1985-1992, Pemerintah Indonesia bekerja sama dengan Sumatran Rhino Trust memiliki program penangkaran badak sumatera di luar habitat atau ex situ. Program ini dicanangkan untuk menghindari punahnya badak sumatera akibat hancurnya habitat hidup mereka, terutama di Sumatera bagian tengah dan Riau. “Inilah sejarah panjang mengapa Harapan bisa lahir di Amerika,” terangnya.

Widodo berharap, kehadiran Harapan di SRS akan memberikan kondisi lebih baik untuk pertambahan populasi badak sumatera, terutama sebagai pejantan tangguh yang siap memberikan keturunan. “Sudah ada dua kelahiran badak di SRS yang kita harapkan akan terus bertambah,” tandasnya.

Selamat Hari Badak Sedunia!

 

*Catatan: tulisan ini telah ditambahkan informasinya tanpa mengurangi isi keseluruhan

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , ,