Kala Harimau Benggala Sirkus Mati di Asahan

 

Kabar mengejutkan datang dari Kota Kisaran, Kabupaten Asahan, Sumatera Utara (Sumut). Satu harimau benggala betina diperkirakan berusia lima tahun, mati saat beratraksi di sircus.

“Benar, satu harimau Benggala mati di area sirkus di Kisaran, Minggu sore ” kata Seno Pramudito, Kepala Bidang Wilayah II Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam Sumatera Utara (BBKSDA Sumut), kepada Mongabay Rabu (20/9/17).

Dari pemeriksaan, kematian harimau diduga gagal ginjal namun penyebab pasti masih menunggu pemeriksaan laboratorium.

Setelah pemeriksaan BKSDA Kisaran, mereka langsung memusnahkan bangkai harimau tak jauh dari lokasi pertunjukan sircus. Sesuai aturan, memang boleh menggelar sirkus pakai satwa seperti harimau. Izin dikeluarkan BBKSDA Sumut berdasarkan peraturan berlaku.

Menurut dia, mengantisipasi kematian satwa di sircus, bersama dokter hewan BKSDA memeriksa kesehatan empat harimau yang masih hidup.

Pemeriksaan makanan memadai dan vitamin guna menjaga kesehatan tubuh satwa agar tak mal nutrisi. BKSDA juga pemantauan ketat pengelola sircus dalam memperlakukan satwa.

“Mati murni sakit. Kita langsung musnahkan dengan dibakar, mengantisipasi apabila ada virus atau bakteri yang ditinggalkan tak menular pada harimau dan binatang lain,” katanya seraya bilang pemeriksaan pengelola sircus oleh BBKSDA Sumut.

Russian Circus,  menggelar pementasan di Kota Kisaran, Asahan, Sumut sejak 9 September-2 Oktober 2017. Selain lima harimau jadi tontonan, satu mati, ada beberapa satwa dilindungi lain seperti gajah dan kakatua.

Satwa-satwa ini dipertontonkan kepada anak-anak dan orang dewasa dengan mengutip sejumlah uang mulai Rp50.000 kelas ekonomi hingga Rp150.000 VVIP.

 

Kakatua jadi sirkus. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia

 

Menanggapi kematian harimau sircus ini Kiki Taufik, Kepala Kampanye Global Hutan Indonesia Greenpeace, kepada Mongabay, mengatakan, seharusnya sircus tidak boleh ada karena tak ada unsur pendidikan. “Yang ada hanya pertunjukan buat manusia tetapi menyakiti hewan,” katanya, seraya bilang satwa liar seharusnya hidup di habitat asli mereka.

Dia bilang,  seharusnya pemerintah tegas. Peraturan yang masih memperbolehkan sircus memanfaatkan hewan  liar ikut mendorong warga berburu satwa-satwa ini.

“Harusnya jajaran KLHK (Kementerian Lingkugan Hidup dan Kehutanan-red) dalam hal ini BKSDA, jadi benteng terakhir agar masyarakat dididik tak memburu hewan liar karena tempatnya di hutan.”

Pelajaran yang diambil penonton sircus satwa, katanya, juga bisa negatif. Masyarakat, katanya,  akan melihat hewan liar itu bisa dijinakkan, ditangkap, dan menghasilkan uang.

“KLHK hingga turunannya malah memberikan pelajaran negatif kepada masyarakat dengan memberikan izin sircus hewan liar. Anak-anak yang menonton juga akan dididik negatif soal satwa liar,” ucap Kiki.

Diapun mendesak KLHK merevisi aturan dengan melarang sirkus satwa liar. “Kita menolak sircus pakai hewan liar. Hidup mereka bukan dieksploitasi, biarkan mereka hidup di alam.”

 

Gajah jadi sirkus di Asahan. Foto: Ayat S Karokaro/Mongabay Indonesia

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,