Ajak Warga Merauke Beralih ke Pupuk Organik dari Bahan di Sekitar

 

Yoram Burki, 23, warga Senggo, Kabupaten Mappi, Papua, tinggal di Asrama Politeknik Yasanto. Asrama ini dirikan untuk mereka dari luar Merauke. Di sana, dia dan teman-temannya punya kebun bersama. Mereka rajin merawat tumbuhan-tumbuhan.

Tanah itu milik Keuskupan Agung Merauke dengan luas sekitar satu hektar. Mereka memanfaatkan waktu luang dengan bertanam kol, sawi, kangkung, terung sampai jagung. Pupuk alami dipakai menyuburkan beragam tanaman ini.

Sekitar 50 orang di sana dapat latihan bikin pupuk cair organik.  Rohaniwan Katolik Bruder Johanes Kilok MTB, sebagai pelatih. Mereka memasang tenda lengkap dengan peralatan seperti blender besar, sisa mangga, wadah bekas cat 20 kg, botol minum bekas, jerigen lima liter, botol air kemasan 1.500 ml berlubang bagian penutup.

Di sebelah tempat pelatihan,  tampak segunung sampah, ada kotoran binatang, bonggol pisang  atau rebung bambu dan lain-lain. “Cara buat pupuk organik dicampur dengan satu kg gula merah, air kelapa seliter, air beras, lalu dicampur menjadi satu,’’ katanya.

Johni Kilok, Ketua Komisi Pengembangan Ekonomi dan Sosial Keuskupan Agung Merauke menginginkan pertemuan ini terus lanjut.

Dia mengajak, warga mengembangkan pupuk cair agar mengurangi konsumsi makanan berpupuk kimia.  Pembuatan pupuk organik, katanya,  sangat sederhana dan bisa mengurangi biaya pengeluaran petani.

Kilok bahkan diundang di paroki-paroki untuk membangun ruangan khusus bagi pegiat organik seperti Paroki Bampel supaya menerapkan di sekitar gereja atau masyarakat lain.

“Para mahasiswa Poltek Yasanto menerapkan semua tips dengan sepeda sambil jualan sayur. Sangat memuaskan. Banyak orang tertarik membeli sayur organik. Banyak mahasiswa biayai makanan dan uang kuliah dari sayur ini.”

 

Johanes Kilok, biarawan Katolik, yang melatih bikin pupuk cair organik. Foto: Agapitus Batbual/ Mongabay Indonesia

 

Diana Susanti Takerubun, staf pengajar Universitas Musamus Fakultas Pertanian, Merauke,  sangat mendukung ini. Dia mengajak semua mahasiswa mengurangi pupuk kimia,  beralih ke organik.

Menurut dia, pupuk kimia malah merusak tanah, dan kesehatan manusia, termasuk warga Merauke. “Lebih bagus pupuk organik, sehat. Pupuk kimia bisa jadi racun mematikan bagi manusia,” katanya.

Dia mengimbau, para petani juga sadar bahaya racun pupuk kimia. Penggunaan pupuk kimia pelahan membunuh orang.

Senada Esau M. Kahol, Kepala Bidang Sarana dan Prasarana Dinas Pertanian Merauke. Dia mengatakan, petani jangan terus memakai pupuk non organik hingga tak ada lagi cerita kelangkaan pupuk.

Meskipun instansinya belum berpikir ke arah pengembangan pupuk cair organik tetapi dia sangat mendukung inisiatif-inisiatif warga.

Kahol mengaku terkendala soal kerja sama instansi terkait, misal dalam membangun ruangan khusus menampung pupuk cair organik.

Sekarang, katanya, Dinas Pertanian Merauke telah membangun rumah pupuk disingkat MOL (microorganisme local).

 

Bahan baku pupuk cair organik dari sampah buah-buahan dan sampah sekitar. Foto: Agapitus Batbual/ Mongabay Indonesia

 

Lahan tani cabai PSE Kame, berpupuk organik. Foto: Agapitus Batbual/ Mongabay Indonesia

 

 

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,