Waspadai Merkuri Pada Ikan dan Beras

 

“Tidak makan ikan, saya tenggelamkan.” Kalimat ini terlontar dari Susi Pudjiastuti, Menteri Kelautan dan Perikanan. Niat Susi  mau mendorong warga makan ikan untuk pemenuhan protein. Ikan laut memang terkenal kaya protein, seperti omega 3. Apakah konsumsi ikan sudah pasti sehat? Tunggu dulu.

Kekhawatiran mengkonsumsi ikan layak muncul mengingat di negeri ini begitu banyak sumber yang berpotensi mencemari pangan. Salah satu ancaman besar, yakni, pencemaran merkuri. Penelitian memperlihatkan, ikan dan beras di beberapa wilayah di Indonesia, tercemar berat merkuri!

Merkuri sangat berbahaya bagi kelangsungan hidup manusia. Ia bisa masuk ke manusia melalui beragam cara, antara lain pada rantai makanan.

Penelitian BaliFokus menyebutkan, pencemaran merkuri teridentifikasi pada ikan dan beras di beberapa wilayah Indonesia. Sudah muncul kekhawatiran terhadap temuan pemantuan terkait merkuri dalam ikan dan kerang di Teluk Jakarta, beras di Lombok, pepaya di Wonogiri dan pisang di Poboya.

“Secara nasional belum terlalu serius tetapi beberapa daerah atau di tingkat lokal mulai muncul kekhawatiran,” kata Yuyun Isnawati, penasihat senior BaliFokus saat dihubungi Mongabay.

Di Eropa dan Amerika Serikat, ada arahan dan saran bagi ibu hamil dan perempuan usia subur untuk membatasi konsumsi ikan tertentu, seperti  ikan predator dan berukuran besar seperti tuna, albacore, shark dan ikan gergaji. Begitu juga ikan impor, jika terdeteksi mengandung merkuri, akan dikembalikan.

”Sayangnya,  untuk pemantauan ikan, beras, buah atau sayuran yang dipasarkan di dalam negeri tidak ada mekanisme khusus,” katanya.

Kementerian terkait, katanya, seolah tak memiliki tanggung jawab atas, seperti Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Pertanian dan BPOM.

Berdasarkan penelitian Bali Fokus, emisi merkuri yang terlepas dari sektor artisanal and small-scale gold mining (ASGM) terdiri atas 60% terlepas di udara 20% ke air dan 20% ke tanah.

Penelitian ini sekaligus menemukan beras yang telah terkontaminasi merkuri, seperti di Bombana (Sulawesi Tenggara), Sekotong (Lombok Barat), Pongkor (Jawa Barat), dan Kasepuhan Cisitu (Jawa Barat).

Praktik ASGM di Bombama sejak 12 tahun, Sekotong sembilan tahun, Pongkor 20 tahun dan Cisitu 17 tahun.

”Konsentrasi merkuri tertinggi dalam beras adala 1.186 ppm (part per milion).”

Berdasakan Organisasi Pangan Dunia (FAO), ambang batas normal kandungan merkuri dalam beras 30 ppb dan Standar Nasional Indonesia (SNI) 500 ppb.

Di wilayah itupun, ikan tawar terkontaminasi merkuri terutama nila dan mujaer. Pada keseluruhan tubuh nila, ditemukan konsentrasi merkuri mencapai 1.325 ppm, daging 0.125 ppm, seluruh tubuh mujaer 0.625 ppm dan pada daging 0.212 ppm.

Etty Riani,  peneliti cemaran logam berat yang mengontaminasi ikan dan kerang di perairan Indonesia. ”Paling tinggi di Teluk Jakarta. Kerang hijau menyerap logam berat dalam jumlah sangat tinggi,” katanya.

”Ini terjadi sudah sekitar puluhan tahun, bahkan hingga ke Kepulauan Seribu. Ini disebabkan ada industri di Jakarta yang masih menggunakan bahan merkuri,” katanya.

Pada kerang hijau, konsentrasi merkuri sudah 45,41 mg/kg, padahal baku mutu konsumsi berdasarkan BPOM hanya 0,5 mg/kg. Fatalnya, jika merkuri terakumulasi dalam kerang hijau, logam berat ini sulit dilepaskan, sekalipun sudah pemanasan saat mengonsumsinya.

Etty mengatakan, kalau orang dewasa makan kerang dari Teluk Jakarta, risiko terkena kanker berkurang jika hanya makan satu sekali makan.

Begitupula pada sedimentasi di Teluk Jakarta, dia meneliti dari titik 1.000-2.000 meter, rata-rata kandungan merkuri mencapai 110,47 mg/kg. Tak hanya itu, Teluk Banten seperti  Pulau Tunda dan Pulau Panjang pun ditemukan terumbu karang terkontaminasi kadar 0,002 mg/kg di Pulau Tunda.

Selain Teluk Jakarta dan Banten, juga penelitian di perairan sekitar Pongkor (Jawa Barat), Teluk Palu (Sulawesi Tengah), Berau (Kalimantan Timur), perairan di Kabupaten Sorong dan Timika.

”Kalau Teluk Palu, itu dari Sungai Pondoh dan Poboya karena banyak tambang emas skala kecil,” katanya.

Temuan di Berau, sedimentasi mengandung merkuri, di Sorong pada ikan, biota laut, dan lamun. ”Kelihatannya disebabkan beberapa industri dan kegiatan manusia, misal, pertambangan migas, sawit.”

Meski demikian, dia masih belum dapat menyebutkan angka karena penelitian masih berjalan.

Menurut Etty, di perairan Indonesia banyak ditemukan senyawa metil merkuri. Prosesnya, senyawa merkuri mudah menguap di udara,  bersifat anorganik dan mampu berubah menjadi organik saat di tanah dan air, dalam bentuk metilmerkuri (MeHg).

”MeHg ini sangat berbahaya karena bersifat paling toksik.”

Alur itulah yang membuat tanaman dan ikan menjadi terkontaminasi. Senyawa ini menyerap dalam tanah dan air.

Sekitar 90% dari metil merkuri diserap ke sel darah merah dalam tubuh dan banyak dijumpai pada rambut.

 

Amankah beras yang anda konsumsi dari paparan merkuri? Foto: Eko Rusdianto/ Mongabay Indonesia

 

 

Kesehatan

Paparan merkuri paling berat berada pada pernapasan, lalu alur makanan, terakhir saat bersentuhan langsung. Dampak ini tak hanya bagi para penambang, juga masyarakat sekitar.

Budi Haryanto, Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia menyebutkan, 50-75% merkuri lepas di lingkungan karena aktivitas manusia.

Kontaminasi merkuri dapat melalui udara, makanan dan minuman dan penyerapan melalui kulit. Merkuri organik dapat masuk ke tubuh melalui paru-paru, kulit dan juga lambung.

”Penyerapan merkuri dalam tubuh melalui makanan dan minuman hingga 15%, saluran pernapasan 60-80%,” katanya.

Anak-anak lebih rentan terserang keracunan logam merkuri dibandingkan dewasa.  Pasalnya, kepekaan dan penyerapan saluran pencernaan anak-anak lebih besar daripada orang dewasa. Begitu juga perempuan hamil, racun merkuri yang masuk ke tubuh dapat keluar salah satu lewat janin.

“Senyawa metil merkuri yang lebih toksik mampu melintasi membran sel dan lebih mudah diserap dan berpenetrasi menuju sistem syaraf.”

Kematian karena merkuri, katanya, memang lebih sedikit dibandingkan kecacatan. Namun, katanya, pengaruh merkuri pada kesehatan masyarakat belum terdeteksi signifikan karena data Puskesmas soal penyakit dari merkuri berbaur dengan penyakit lain. ”Jadi sulit, apa ini karena merkuri atau kausalitas penyakit lain.”

Meski begitu, dampak kesehatan ini bisa terditeksi jika ada perbandingan antarwilayah dekat dan jauh dari penambangan emas skala kecil. Dampak paparan merkuri inipun, katanya,  berbeda-beda, sekitar 10 tahun.

Efeknya antara lain, tekanan darah, sakit kepala, variabilitas jantung rendah, memori, spasial cacat visual, defisit dalam fungsi motorik halus, hingga keterbelakangan mental. Bahkan,  korban mengalami kehilangan kedasaran dan kegilaan.

”Jika setiap hari kita terpapar logam berat, obat-obatan tidak akan menghentikan racun.”

Dampak lain yang sangat menyeramkan adalah sedimentasi karena pertambangan ini tak bisa hilang hingga 150 tahun, perlu pemulihan komprehensif.

Menurut Yuyun, National Implementation Plan (NIP) soal dampak merkuri pada rantai makanan perlu ada.  Juga, perlu nasehat konsumsi ikan dan beras (fish and rice advisory) pada kabupaten yang ada tambang emas, terutama bagi anak-anak, ibu hamil dan perempuan usia subur.

”Setop sumber merkuri, penyulingan, perdagangan dan penggunaan di semua sektor agar tidak mencemari lingkungan dan meningkatkan risiko kesehatan terhadap masyarakat.”

 

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , ,