Ketika Laut jadi Alternatif Transportasi Mitigasi Bencana

 

Apa yang terjadi jika bencana alam berdampak pada transportasi darat di sebuah pulau? Transportasi laut menjadi skenario penting dalam upaya pengurangan dampak buruk bencana.

Laut pula yang menjadi alternatif penyelamatan saat para pihak menyiapkan skenario mitigasi bencana jika Gunung Agung meletus. Saat ini statusnya adalah awas, level tertinggi dari aktivitas kesiagaan dari meningkatnya aktivitas vulkanologi gunung berapi.

(baca : Gunung Agung Status Awas, Radius Evakuasi Jadi 9-12 km)

Presiden Joko Widodo saat mengunjungi kesiapsiagaan dan puluhan ribu pengungsi di sejumlah pos menyebut prioritas terpenting adalah keselamatan warga. “Prioritas terpenting adalah keselamatan rakyat kita. Oleh karena itu saya meminta kepada seluruh warga di sekitar Gunung Agung patuh pada seluruh instruksi petugas, Gubernur, Bupati, BNPB agar kita semuanya sekuat tenaga bisa meminimalisir seluruh dampak yang ada,” ujarnya dalam pidato di pos pengungsian GOR Swecapura, Kabupaten Klungkung.

Menangani gunung api, menurutnya tak mudah karena tak ada kepastian kapan meletus atau jadi meletus atau tidak. “Kita tak bisa prediksi kapan persis dan seberapa besar intensitasnya. Pemerintah pusat, Pemkab dan Provinsi berusaha sekuat tenaga agar kerugian masyarakat bisa diminimalisir sekecil mungkin,” tambahnya. Termasuk kerugian ekonomi yang terhenti di tengah ketidakpastian akibat rakyat mengungsi.

Presiden membawa bantuan kepada para pengungsi erupsi Gunung Agung senilai Rp7,2 miliar, terdiri dari selimut, matras, masker, beras, alat-alat keperluan mandi dan perlengkapan untuk anak.

Dalam rapat koordinasi penanganan sebelumnya di kantor Bupati Karangasem, penyelamatan lewat laut menjadi salah satu hal yang akan dipersiapkan. Masuk akal karena melihat peta kawasan rawan bencana dari Gunung Agung meletus pada 1963, daerah Bali Timur terisolir. Evakuasi korban terhambat. Terutama setelah gelombang lahar dingin lewat aliran sungai yang memutus sarana transportasi.

Dandim 1623 Karangasem Letkol Inf Fierman Sjafrial yang kini Komandan Satgas Siaga Tanggap Darurat Erupsi Gunung Agung memperkirakan apabila erupsi, akses ke rumah sakit di Amlapura, ibukota Karangasem juga tertutup. “Ada timbunan lahar, tak bisa menuju ke sini. Pelayanan tak efektif. Posko dan pos pengungsi terpisah, alternatifnya laut,” katanya. Langkah yang dilakukan saat ini adalah inventarisir kapal laut di Pelabuhan di Padangbai.

 

Peta kawasan rawan bencana dalam 3 dimensi. Sumber : BNPB/Mongabay Indonesia

 

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Willem Rampangilei menanyakan bagaimana jika bandara tutup? “Bagaimana agar yang terjebak? Idenya transportasi laut. Titiknya mana saja, Benoa, Padangbai, Celukan Bawang. Saya akan koordinasi AL, Dishub, kapal rumah sakit,” urainya. Kemungkinan jika transportasi laut digunakan akan diarahkan ke Surabaya.

Misranedi, Airport Operation Airsite Section Head PT Angkasa Pura Ngurah Rai dalam rapat ini menyebut sudah menyiagakan pos pemantau dan informasi Gunung Agung. Pihaknya sudah membuat rencana jika bandara buka tutup. Koordinasi dengan BMKG untuk cuaca dan arah angin terutama terkait abu vulkanik yang berbahaya bagi mesin pesawat dan kesehatan. “Alternatif bandara Juanda dan Lombok jika di sini tutup,” ujarnya. Penumpang yang stuck karena pembatalan, akan disiapkan transport darat untuk menuju pelabuhan lewat transportasi laut. Hal ini pernah dilakukan saat gunung Agung dan Rinjani erupsi.

I Wayan Rasta, Manager usaha ASDP Pelabuhan Padangbai. Pihaknya mengaku siap mengalokasikan kapal laut untuk evakuasi darurat. Saat ini mengoperasi kapal 32 unit dan siap menerima jika darat terputus. “Kita akan operasionalkan semua kapal, 2 dermaga siap bongkar muat kapal,” tambahnya.

Kementerian Perhubungan menyebut menyiapkan 10 Bandara untuk mengantisipasi peningkatan aktifitas Gunung Agung. Bandara tersebut di Jakarta, Makassar, Surabaya, Balikpapan, Solo, Ambon, Manado, Praya, Kupang, dan Banyuwangi. Kesepuluh bandara tersebut sebagai bandara alternatif bagi pesawat yang melayani rute penerbangan ke Bandara Ngurah Rai yang ditutup apabila terdampak debu vulkanik.

Kasbani, Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) meminta early warning tiap hari diupdate dan disebarkan. Tempat pengungsian dan jalur evakuasi harus mempertimbangkan itu bebas abu tebal, awan panas, dan lahar.

(baca : Sistem Peringatan Dini Siaga Bencana Gunung Agung Belum Bagus. Kenapa?)

Untuk membantu memenuhi kebutuhan air bersih dan sanitasi para pengungsi akibat meningkatnya aktivitas vulkanik Gunung Agung di Bali, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dalam siaran persnya menyebut mendistribusikan berbagai perlengkapan air minum dan sanitasi. Sebagian besar perlengkapan didatangkan dari tempat penyimpatan perlengkapan tanggap darurat Kementerian PUPR yang ada di Surabaya dan Bekasi yang dikirim sejak Minggu malam (24/9).

Menurut Kordinator Pos Siaga Bencana Pusat Kementerian PUPR yang juga Staf Ahli Menteri PUPR Bidang Teknologi Industri dan Lingkungan Khalawi AH, penambahan berbagai peralatan tersebut sangat mungkin dilakukan bila dibutuhkan.

 

Kondisi pengungsi di salah satu pos pengungsian utama di pusat kota Semarapura, Kabupaten Klungkung, Bali pasca status awas Gunung Agung pada Jumat (22/9) malam. Foto: Luh De Suriyani

 

Untuk mendukung Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Bali, juga telah dibentuk Pos Siaga Bencana Gunung Agung yang diketuai oleh Kepala Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) VIII Ketut Darmawahana dan Ketut Jayada sebagai Kordinator Lapangan.

Pos Siaga Gunung Agung tersebut berada di Balai Wilayah Sungai Bali Penida sebagai Pos Utama dan Pos Taktis Lapangan (PT) di Kantor O & P Tukad Unda.

“Saat ini, tim telah bergerak dengan penyiapan pos siaga dan organisasi, inventarisasi infrastruktur PUPR terdampak dan evaluasi kerentanan, penyiapan peralatan dan sumber daya manusia, dukungan sarana prasarana air bersih dan sanitasi, dan penyiapan peringatan dini banjir lahar berbasis prediksi hujan”, jelas Khalawi.

Sementara itu Kepala BBPJN VIII Ketut Darmawahana mengatakan telah melakukan inventarisasi infrastruktur yang kemungkinan terkena dampak apabila terjadi letusan Gunung Agung terutama luncuran lahar dingin. Prakiraan infrastruktur jalan dan jembatan yang terdampak yakni 61 km jalan nasional, 29 buah jembatan dimana 8 jembatan berada pada sungai utama.

Jalan provinsi sepanjang 88 km dan 28 jembatan. Untuk jalan kabupaten yang akan terdampak 598 km dan 21 buah jembatan. Infrastruktur air minum yang akan terdampak yakni SPAM Desa Tianyar Timur, Desa Kubu, Desa Sebudi, dan Desa Selat.

Untuk infrastruktur sumber daya air yang akan terkena dampak yakni 9 Daerah Aliran Sungai (DAS) yaitu di Tukad Unda, Tukad Buhu, Tukad Jangga, Tukad Batuniti, Tukad Nusu, Tukad Sringin/Daya, Tukad Ringuang, Tukad Peninggungan, dan Tukad Abu.

Kepala BWS Bali Penida Ketut Jayada mengatakan, dari 12 embung di lereng sekitar Gunung Agung, 9 diantaranya berada dalam zona berbahaya sehingga tidak bisa dimanfaatkan maksimal untuk kebutuhan air bersih bagi para pengungsi.

Untuk itu, tim akan memanfaatkan sistem air baku lokal yang ada di daerah pengungsian seperti Manggis dan Ulakan. Mengingat lokasi pengungsian yang tersebar, dalam kondisi tertentu akan dilakukan pengeboran untuk mendapatkan air.

Jumlah pengungsi terus bertambah, data per 27 September pagi menyebut ada lebih dari 82 ribu jiwa di 437 titik tersebar di seluruh kabupaten dan kota di Bali.

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, ,