Meski Ditentang, Uji Coba Jalan Aspal Campur Plastik Tetap Jalan

 

Pemerintah menyebut penyampuran plastik dengan aspal untuk jalan adalah inovasi mengurangi plastik. Setelah Bali, dua daerah lain yang akan menggunakan proyek plastic tar road ini adalah Cilincing, Jakarta Utara sepanjang 1 km dan Bekasi sekitar 2,6 km.

Hal ini disampaikan Nani Hendiarti, Asisten Deputi Pendayagunaan Iptek Kementrian Koordinator Bidang Maritim dalam sebuah wawancara singkat dengan Mongabay di Bali. Ia mengatakan ketiga lokasi uji coba memiliki karakteristik berbeda. Uji coba pertama di sekitar 700 meter ruas jalan dalam kompleks kantor rektorat Universitas Udayana di Jimbaran, Badung, Bali, Juli lalu. Ini bukan jalan umum, hanya dilalui kendaran internal pegawai Unud. Beban jalan tidak berat.

Kedua, di jalan lintas kecamatan di Cilincing, Jakarta Utara sekitar 1 km. Ini juga bukan jalan nasional, namun beban jalan mulai meningkat. Ketiga jalan nasional sekitar 2,6 km yang memiliki 4 jalur. Beban jalan jauh lebih berat dengan aneka kendaraan yang melintas.

“Formula plastic tar road disesuaikan dengan kebutuhan jalan, kerentanan tanah. Fokus kekuatan atau stabilitas jalan,” kata Nani, doktor perempuan ini. Jumlah plastik yang dicampur ke tiap formula dan jalan berbeda. Campuran plastik di kurang dari 3 km untuk jalan Sultan Agung, Kota Bekasi lebih sedikit dibanding di jalan rektorat Unud. Dari sejumlah info media, di Bekasi sudah dimulai 16 September lalu.

(baca : Limbah Plastik Digunakan untuk Aspal Jalan, Ternyata Berisiko. Kenapa?)

Menanggapi sejumlah kritik soal jalan aspal dari campuran plasik ini, Nani menjelaskan dengan ringkas. Pertama, yang dipakai adalah kresek putih atau bening karena yang berwarna atau hitam kualitasnya jelek. Di sisi lain ia mengakui plastik kresek juga dicari pemulung untuk dipadatkan jadi pelet.

Kedua, dari uji laboratorium dan tes ia meyakini jalan aspal campur plastik ini tidak mengganggu lingkungan. Misalnya saat produksi, kerikil-kerikil dicampur bijih plastik. Lelehan plastik ini menurutnya menutupi lubang sela kemudian dicampur bitumen atau aspal. Plastik ini menurutnya akan mengikat material sehingga tak akan lepas jadi mikroplastik.

“Mikroplastik tidak mungkin terikat dengan aspal,” katanya. Insinerator yang memproduksi panasnya sekitar 150-160 derajat celcius, dan menurutnya di bawah ambang batas polusi udara.

 

Sebuah ruas jalan di kampus Universitas Udayana, Jimbaran, Badung, Bali diujicobakan aspal campur limbah plastik oleh pemerintah pusat pada Sabtu (29/07/2017). Foto: Biro Komunikasi Publik Kementerian PUPR/Mongabay Indonesia

 

Ketiga, soal infrastruktur yang akan malah menambah biaya tinggi. Yang perlu ditambah menurut Nani hanya pencacah plastik. Sementara sarana prasarana pemanas aspal dan penyampuran sudah dimiliki Kementrian Pekerjaan Umum.

Dalam websitenya, disebutkan Kemenko Kemaritiman melalui Inpres No.12/2016 tentang Gerakan Nasional Revolusi Mental, telah ditunjuk oleh Presiden untuk menjadi Koordinator Gerakan Indonesia Bersih. Menko Maritim Luhut Pandjaitan dalam berbagai kesempatan selalu mengingatkan tentang bahaya sampah plastik.

Indonesia memiliki masalah pengelolaan sampah plastik. Sampah plastik yang tidak bisa didaur ulang disebut harus dimusnahkan dengan cara dibakar. Dalam prosesnya pemusnahan sampah plastik dengan cara ini menimbulkan residu karsinogenik yang berbahaya bagi kesehatan.

Pada tanggal 7-10 Maret 2017 delegasi Kemenko Maritim dipimpin Asdep Iptek Nani Hendiarti mengunjungi inventor Plastic Tar Road, Professor R.Vasudevan di Thiagarajar College of Engineering India. Tahun 2006, the Thiagarajar College of Engineering menerima paten atas teknologi ini. Teknologi ini disebut plastic tar road atau jalan raya plastik karena formulasi tar yang digunakan menggunakan plastik dengan komposisi 10-18% plastic tiap 1 liter tar. Estimasi plastik yang digunakan adalah 50 ton tiap 1 km jalan. Hal ini ditengarai bisa menjadi opsi pemanfaatan plastik yang tidak bisa didaur ulang.

Proses ini dinilai lebih ekonomis, karena bisa menghemat 6,5% dari jalan yang biasa dibuat dengan aspal murni. Juga diyakini memiliki sisi ketahanan yang lebih lama karena maintenance-nya sederhana dan karakter plastik yang tidak korosif. Tahan terhadap banjir dan genangan.

 

Ditentang

Dalam sebuah diskusi dengan wartawan yang dilaksanakan di kantor Yayasan Bali Fokus 6 September lalu, Yuyun Ismawati memaparkan konsep dasar munculnya kritik atas proyek ini yang sudah disebarkan melalui Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI).

(baca : Aliansi Zero Waste Menilai Jalan Aspal Plastik Belum Bisa Jadi Solusi Berkelanjutan. Kenapa?)

Ia mengingatkan Peraturan UU No 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah. Mengatur pembuangan akhir ke pengolahan sampah. Dari dulu pihaknya menolak thermal atau insenerator karena sampah mayoritas basah, tidak ekonomis kalau dibakar.

Regulasi awalnya memandang sampah sebagai sumberdaya tak berguna. Lalu “paradigma baru” pengelolaan sampah yang komprehensif sejak sebelum sampah dihasilkan. “Kalau thermal perlu sampah sebanyaknya, ini bertentangan dengan mengurangi sampah,” kata perempuan penerima penghargaan lingkungan Goldman Prize ini mengingatkan.

 

Inilah contoh paving dan aspal jalan yang menggunakan campuran limbah plastik buatan tim peneliti Institut Teknologi Surabaya. Foto: Petrus Riski/Mongabay Indonesia

(baca : Sampah Plastik, Harus Ada Inovasi Pemanfaatannya)

 

Dalam UU ditegaskan pengelolaan sampah dilakukan dengan metode dan teknik ramah lingkungan. Pasal 29 ayat 1 huruf g melarang pembakaran sampah yang tidak sesuai persyaratan teknis. “Kalau dibakar harus dengan suhu tinggi dan alat pengukur emisi ketat. Secara teknik sampah Indonesia tak layak dibakar,” katanya.

Jika Indonesia fokus pada insenerator, ini menurutnya kesuksesan lobi penjual incinerator yang bergandengan tangan dengan supplier batu bara. “Enak sekali bisnisnya,” kata Yuyun.

Produksi plastik memang meningkat pesat 60 tahun terakhir, pada 2015 paling tinggi sekitar 448 juta ton kebanyakan untuk kemasan, wadah sampo, air, dll. Karena tidak ada yang bisa mengangkut sampah sepenuhnya, sisanya lari ke laut.

(baca : Begini Aliansi Pemerintah dengan Swasta untuk Solusi Sampah Plastik di Laut)

Ancaman sampah di laut sudah terbukti berdampak pada flora dan fauna di dalamnya. Kemudian pada manusia. Perputaran arus laut dunia menyebarkan sampah ke lima samudera. Zat kimia dalam seafood makin banyak terbukti dari sejumlah penelitian, masuk ke rantai makanan.

Mikroplastik sangat karsinogenik (bahan penyebab kanker) mengandung bahan kimia juga polutif di udara karena bisa menguap. Yuyun mengingatkan pernah ada riset kualitas udara di Jalan Thamrin, Jakarta, hasilnya polutan 100% lebih tinggi dibanding jalan lainnya karena banyak perkantoran, penggunaan computer dengan kandungan zat kimia kemudian mikrodebris-nya tercampur udara. Ukuran polutan ini sangat kecil.

AZWI mendorong ekonomi melingkar (circular economy) karena sumberdaya makin terbatas. Semua produk yang dibuang, bisa daur ulang lagi. Yuyun lebih setuju jika plastik didaur ulang jadi plat seperti bemper mobil.

“Kalau di jalan (plastik) berakhir dan tak bisa ekonomi melingkar lagi,” tambah Yuyun yang sedang merampungkan studi Medical Research-International Health di Inggris sehingga diskusi dilakukan via video conference. Jika ekonomi melingkar bisa mendorong usaha daur ulang, terutama skala kecil.

Ia berharap proyek plastic tar road ini lebih dikaji dulu sebelum diimplementasikan lebih luas. Semua kementerian terkait isu sampah berkoordinasi, tak hanya Kemenko Maritim. Apakah solusinya berkelanjutan? Apa dampaknya? Melelehkan plastik juga bisa terdampak ke pekerja, lalu saat jadi pelapis bisa jadi ada bocoran dari kimia plastik ke air tanah.

Pengurangan plastik dengan model jadi bahan baku jalan juga dinilai tidak mendorong pengusaha berubah. Tidak ada solusi berkelanjutan dari konsumsi dan produsen.

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,