Ketika Bupati Rita Terjerat Dugaan Suap Izin Sawit di Kutai Kertanegara

 

 

Sejak pekan lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah Kantor Bupati Kutai Kertanegara dan beberapa kantor dinas  di kabupaten itu. Pada 26 September 2017, KPK pun menetapkan sang bupati, Rita Widyasari, sebagai tersangka terkait dugaan penerimaan suap dan gratifikasi perizinan perkebunan sawit.

Pada 6 Oktober 2017, Rita menjalani pemeriksaan perdana sebagai tersangka selama sembilan jam. Pada hari itu juga, KPK menahan Rita di Rumah Tahanan Gedung Merah Putih KPK, Kavling k4 selama 20 hari.

Dalam pengembangan penyelidikan dugaan tindak pidana korupsi, KPK telah menemukan bukti permulaan yang cukup untuk meningkatkan status kasus ini ke penyidikan.

Politisi Partai Golkar ini diduga menerima hadiah atau janji pada periode Bupati Kukar periode 2010-2015 berupa uang Rp6 miliar dari Hari Susanto Gun, selaku Direktur Utama PT Sawit Golden Prima (SGP). Adapun pemberian ini terindikasi untuk memuluskan pemberian izin lokasi untuk keperluan inti dan plasma perkebunan sawit di Desa Kupang Baru, Kecamatan Muara Kaman kepada SGP, sekitar Juli-Agustus 2010.

Izin lokasi SGP keluar berdasarkan Surat Keputusan Nomor 590/525.29/007/A.Ptn tertanggal 8 Juli 2010 seluas 16.000 hektar. Walhi Kaltim menduga SGP berada di kawasan gambut dan pada hulu Sungai Kedang Kepala, yang masuk ekosistem rawa gambut.

Berdasarkan catatan Walhi Kaltim, pikada 2010, Bupati Rita dilantik 30 Juni 2010. Tepat seminggu, izin lokasi SGP terbit. ”Ini izin lokasi perkebunan sawit tercepat yang diterbitkan sejak Rita resmi jadi bupati di Kutai Kartanegara pada periode pertama,” kata Fathur Roziqin, Direktur Eksekutif Kalimantan Timur kepada Mongabay.

Tak hanya itu, bupati yang akan selesai masa jabatannya tahun 2021 ini diduga bersama dengan Khairudin, Komisaris PT Media Bangun Bersama,  menerima gratifikasi berhubungan dengan jabatannya dengn nilai mencapai US$775.000 atau setara Rp6,97 miliar.

Basaria Panjaitan, Wakil Ketua KPK mengatakan, akan terus mengusut kasus ini sebagai pengembangan dugaan gratifikasi untuk menjerat pihak lain, antara lain kepala dinas yang memberikan gratifikasi atau setoran kepada Rita sebagai kepala daerah.

Sebagai penerima suap, Rita diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Basaria mengatakan, tak menutup kemugkinan KPK menjerat UU Nomor 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang untuk Rita.

Sebagai pemberi suap, Hari Susanto disangka melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Soal dugaan penerimaan gratifikasi, Rita dan Khairudin disangka melanggar Pasal 12 B UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Penyidik KPK pun mendalami penerimaan gratifikasi keduanya dari sejumlah proyek di lingkungan Pemerintah Kukar dan dari satuan kerja perangkat daerah (SKPD) itu.

Sementara laporan hasil kekayaan penyelenggaraan negara (LHKPN) milik Rita mengalami lonjakan signifikan, tertanggal 29 Juni 2011, Rita melaporkan harta kekayaan Rp25,8 miliar, pada 29 Juni 2015, harta kekayaan mencapai Rp236,7 miliar.

 

Danau bekas kolam tambang batubara yang belum reklamasi dan menjadi ancaman tersendiri bagi warga. Foto: Tommy Apriando/ Mongabay Indonesia

 

 

Pintu masuk

Walhi bersama 20-an organisasi masyarakat sipil, tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil (KMS) Kaltim menyerukan kehadiran KPK bisa jadi angin segar pemberantasan korupsi di Kaltim.

”Kasus ini menjadi pintu masuk untuk membongkar perizinan khusus sektor tata kelola sumber daya alam di Kaltim,” kata Fathur.

Koalisi mendesak KPK mengembangkan dugaan kasus suap dan gratifikasi di Kutai Kartanegara, tak berhenti hanya penetapan tersangka terhadap tiga orang.

KMS juga meminta seluruh masyarakat Kaltim mendorong, mengawal dan mengawasi tata kelola sumber daya alam yang partisipatif, berkeadilan, pro-rakyat, ramah lingkungan, terbuka, transparan dan tidak membunuh akses serta ruang-ruang kehidupan rakyat.

“KPK harus telusuri korupsi sektor sumber daya alam di Kaltim menyeluruh. Kami akan selalu bersama KPK,” katanya.

Penetapan Rita sebagai tersangka, katanya, bukanlah sesuatu yang mengejutkan. Dugaan korupsi sektor sumber daya alam, terutama pertambangan dan perkebunan dianggap sudah lama beredar di kalangan masyarakat.

Langkah KPK menetapkan tersangka dan penahanan ini diharapkan menjadi momentum dalam membongkar audit perizinan di Kalimantan Timur. Mulai izin usaha pertambangan di kawasan konservasi, perkebunan sawit yang merampas tanah-tanah rakyat, pengawasan terhadap ketaatan pemegang izin yang abai, alih fungsi lahan pertanian besar-besaran dan rumitnya dokumen perizinan yang dapat diakses publik.

Fathur menilai, Kaltim merupakan rakus perizinan sumber daya alam. Jika ada konflik, disitu ada dugaan izin bermasalah. Paling banyak sepanjang 2014-2017,  terjadi di dua kabupaten, yakni Kutai Kartanegara dan Mahakam Ulu.

Berdasarkan catatan Walhi, terdapat 25 konflik perkebunan antara masyarakat dan perusahaan, sejak 2014-2016 didominasi konflik wilayah kelola rakyat dengan konsesi perusahaan, juga masyarakat dengan pemerintah sebagai pemberi izin dan regulator.

Kondisi ini menyebabkan masyarakat kehilangan akses wilayah kelola.  ”Lahan pertanian produktif dan sumber air hilang hingga kriminalisasi.”

Ada 408 desa atau kampung berkonflik langsung karena wilayah berkonflik dengan konsesi HPH dan HTI dengan luas mencapai 3 juta hektar. Jika dibandingkan luas hutan Kaltim mencapai 8,3 juta hektar, lebih 71% hutan Kaltim dikuasai korporasi.

Hingga kini, HPH 59 perusahaan menguasai 3.980.816 hektar, HTI sebanyak 42 perusahaan seluas 1.590.184 hektar dan Restorasi Ekosistem dua perusahaan menguasai 86.000 hektar.

Maryati Abdullah, Koordinator Nasional Publish What You Pay (PYWP) merekomendasikan, dari kasus ini bisa mendorong pengembangan sektor lain seperti pertambangan juga aktor yang terkait.

Soal peningkatan kekayaan pribadi perlu ditelusuri apakah wajar atau karena ada praktik-praktik korupsi. Salah satunya, terkait kepemilikan izin tambang oleh bupati itu sendiri.

Masak bupati mengeluarkan izin tambang untuk diri sendiri, ini kan tidak wajar dan terdapat benturan kepentingan antara pejabat publik pembuat kebijakan dengan kepentingan pribadi sebagai pemilik usaha atau bisnis,” katanya.

Sementara itu, Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim, Pradarma Rupang kepada Mongabay di Yogyakarta, mengatakan, penetapan Rita menjadi angin segar bagi proses agenda penuntasan pemberantasan korupsi di Indonesia terutama Kaltim.

Persoalan korupsi di Kaltim sudah sangat lama, dan terakhir tahun 2006 terkait izin sejuta hektar oleh Gubernur Suwarna Abdul Fatah.

“Penangkapan Rita, Khoirudin dan Abun merupakan komitmen KPK untuk menyelamatkan sumber alam di Kaltim.”

Rupang, mendesak KPK tak hanya berhenti mengungkap korupsi di Kukar. Sektor perizinan pertambangan di Kaltim terbesar di Indonesia, yakni ada 1.404 izin usaha pertambangan batubara. KPK juga harus menelusuri hingga perizinan pertambangan di Kaltim. Janji kesejahteraan di Kaltim dengan kehadiran penambangan, merupakan kebohongan, bukti kerusakan alam dan kematian 28 anak di Kaltim dampak lubang tambang.

Jika pemerintah Kaltim mengklaim, ada langkah maju tata kelola pertambangan, Jatam Kaltim melihat hal itu belum ada perubahan. Pemprov, katanya harusnya melihat perubahan tata kelola dari dampak di masyarakat, terkait lubang tambang, kerusakan lingkungan, konflik agraria, tumpang tindih dan limbah tambang.

“Jatam sudah mengindikasikan dugaan tindak pidana korupsi di Kaltim, d iurusan perizinan, dari gratifikasi dan suap. KPK tidak berhenti pada perizinan perkebunan sawit, juga tambang dan migas,” kata Rupang.

Saat ini sangat hangat persoalan semen di Sangkulirang Mangkalihat dan perkebunan sawit. Izin-izin ini keluar ketika pemerintah dengan lantang menyampaikan moratorium izin tambang. Jatam Kaltim dan aliansi sudah menggugat Perda Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kaltim ke Mahkamah Agung.

“Dugaan kami kuat dan berulang kami data kami berikan ke KPK, bahwa proses awal perizinan ada indikasi korupsi. Ini saatnya KPK menelusuri hilangnya kekayaan negara di Kaltim.”

Dihubungi terpisah, Dinamisator Jatam Nasional, Merah Johansyah Ismail kepada Mongabay mengatakan, penangkapan Rita bagi publik tidak begitu kaget.

Cara Rita mendapatkan kekayaan bukan rahasia umum, bisnis perizinan ekspolitasi sumber alam yakni tambang, dan perkebunan terindikasi kuat jadi kontributor harta kekayaan.

Heri Susanto Gun atau Abun, menurut Rupang juga salah satu tersangka memberikan pungli di Palaran, Tenggarong Seberang.

“Abun tak hanya pemain sawit juga batubara. Kami minta KPK juga mengembangkan korupsi sektor minerba, khusus batubara,” kata Merah.

Data yang dihimpun Jatam Kaltim, Heri Susanto Gun merupakan pemain di sektor tambang batubara dan sawit juga perhotelan. Selain di kasus Rita dan Abun, terhadap izin perkebunan sawit SGP, ada dua kasus Heri Susanto lain yang belum tuntas. Pertama, kasus jebolnya tanggul lubang tambang sekitar 2012 di Palaran, Samarinda.

Kepolisian telah menetapkan Heri Susanto Gun sebagai tersangka, namun hingga kini proses tidak ada kejelasan. Kedua, Heri Susanto Gun diduga terlibat persoalan hukum terkait kasus dugaan pungli di Terminal Petikemas Pelabuhan Palaran, Samarinda. Kasus masih proses persidangan, dan memasuki pernyataan saksi-saksi.

“Ada permainan di penegak hukum. KPK harus menelusuri permainan hukum yang dilakukan aparat di Kaltim,” kata Merah.

Sebenarnya,  KPK bisa mengembangkan korupsi yang besar, ada bancakan korupsi perizinan di Kaltim.  KPK, katanya, pasti punya data-data dan harus bisa mengungkap.

Merah juga mendesak KPK menelusuri keterlibatan tim 11, yang sebelumnya sudah diungkapkan pimpinan KPK.

Dia menduga kuat tim 11 menjadi suprastruktur korupsi, peran terindikasi kuat sebagai mafia. Tim ini mengatur perizinan, kompensasi, dan transaksi, jadi harus ada pengembangan kasus dan tersangka baru. Tim 11 selama ini mengendalikan roda pemerintahan di Kukar. Bahkan, tim diduga menjadi pengendali dan menentukan anggaran proyek-proyek besar dan kebijakan perizinan di Kukar. Dimana Komisaris PT Media Bangun Bersama Khoirudin selaku ketuanya.

Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari membantah keberadaan tim 11, yang diduga dipimpin Khoirudin selaku Komisaris PT Media Bangun Bersama. Tim ini disebut-sebut sebagai kelompok di lingkaran dekat bupati.

Menurut Rita,  tim 11 ini hanyalah isu belaka. Rita mengaku telah menjelaskan soal tim 11 ini kepada penyidik KPK.

“Tim 11 itu isu. Saya sudah jelaskan penyidik. Kata Rita, seperti dikutip dari Antara.

Kamis (28/9/17), Basaria dari KPK mengatakan, peran tim 11 sudah pasti. Ketua dan pendukung Khoirudin. “Kami tetapkan dia salah satu penerima gratifikasi.”

 

 

Kerugian lingkungan hidup

Jatam berharap, penangkapan Rita sebagai pintu masuk KPK untuk mengaitkan kerugian negara di sektor lingkungan hidup.

Menurut Merah, KPK tak boleh hanya berhenti menjerat kerugian negara, juga kerugian yang timbul oleh korporasi terhadap kehancuran dan perusakan lingkungan.

Tahun ini,  KPK menjerat Gubernur Sulawesi Tenggar Nur Alam dan mengaitkan dengan kerugian lingkungan hidup yang timbul sebagai kerugian negara.

“Pada kasus Rita dan korporasi di Kaltim seharusnya KPK juga bisa terapkan.  Kepala daerah mengeluarkan izin pertambangan dan sawit tanpa kehati-hatian dan merugikan negara,” kata Merah.

Kerugian lingkungan hidup ada yurisprudensi yakni dalam penetapan Suwarna Abdul Fatah selaku mantan Gubernur Kaltim, di mana KPK bisa menghitung kerugian negara dari tegakan pohon hilang berganti perkebunan sawit. Hilangnya tegakan pohon berakibat pada kerugian negara.

“Dalam kasus Kaltim, KPK juga bisa menghitung kerugian negara dari lubang-lubang bekas tambang baru bara yang tidak direklamasi, termasuk menghitung kerugian negara dari kawasan gambut yang jadi perkebunan sawit.”

Untuk kasus Rita bisa dihitung kerugian negara dari lahan gambut yang beralih fungsi jadi sawit. Rita juga punya lubang-lubang bekas tambang dari perusahaan dia, termasuk lubang bekas tambang yang dimiliki Abun.

Data Jatam, di Samarinda ada 232 lubang bekas tambang dan lehih dari 625 lubang bekas tambang di seluruh Kaltim. Semua carut marut ini tentu merugikan negara.

Rita selaku Bupati Kukar diduga kuat melakukan kolusi dengan memberikan izin usaha tambang batubara untuk kalangan keluarga.

Data Dinas Pertambangan 2016, ada 1.430 pemegang izin tambang di Kaltim dengan luas konsesi 5,134 juta hektar atau 40,3% luas wilayah ini mencapai 12,737 juta hektar.

Dari data perusahaan di Dirjen AHU, ada penguasaan sejumlah tambang lewat beberapa perusahaan, terlihat dari orang-orang dekat Rita duduk di jajaran direksi.

Perusahaan tambang batubara PT Sinar Kumala Naga. Perusahaan ditengarai meninggalkan 15 lubang bekas tambang tetapi hanya melaporkan tiga void ke Dinas Pertambangan Kaltim dimiliki keluarga Rita.

Dari tulisan di Mongabay, ibu kandung Rita, yakni Dayang Kartini, tercatat sebagai pemegang saham terbesar di perusahaan itu sekaligus menjabat komisaris.

Ada juga kakak Rita, Silvi Agustina, yang juga menduduki posisi komisaris. Politikus Golkar, Azis Syamsuddin, juga tercatat sebagai komisaris di sana.

Dayang Kartini juga tertulis memiliki saham PT Lembu Swana Perkasa, yang memiliki dua lubang tambang tak aktif, dan PT Beringin Jaya Abadi, meninggalkan satu void.

Sedangkan Silvi Agustina tercatat sebagai pemilik sekaligus Komisaris Utama PT Alam Jaya Bara, yang menurut Dinas Pertambangan punya tujuh lubang bekas tambang. Semua perusahaan ini beroperasi di Kutai Kartanegara.

Merah mengatakan,  KPK harus mengembangkan penyelidikan ke bisnis dinasti milik Rita. KPK harus telusuri binis pertambangan dan sawit milik Rita, baik kemana saja aliran dana mengalir.

Tidak hanya itu, katanya, kedekatan Rita dengan petinggi Partai Golkar juga harus ditelusuri KPK. Partai ini pengusung Rita selaku calon Gubernur dari Partai Golkar.

“Kemungkinan aliran dana korupsi mengalir ke banyak pihak. KPK harus selusuri, bahkan ke partai pengusung Rita sekaligus,” katanya.

Pengajar Hukum Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah di Yogyakarta mengatakan, terkait kerugian negara dari kerusakan lingkungan, bisa dikaitkan dengan dana jaminan reklamasi, jual beli clean and clear (CnC) sampai ketaatan lingkungan pemegang izin. Adapun pada kasus-kasus lubang tambang memang ke soal pidana umum dan perdata.

“Perizinan sektor tambang dan kebun sangat rentan dibisniskan dan korupsinya,” kata Hendriansyah.

Perizinan sumber daya alam cenderung menjadi bancakan dan rente ekonomi politik yang kerap kali dieksploitasi. Bahkan,  kuat dugaan, setiap momentum elektoral pemilihan kepala daerah, sumber dana dari transaksi bisnis lisensi atau perizinan sektor ini.

Hendriansyah menambahkan, KPK harus kejar terutama izin-izin di Kaltim yang diduga bermasalah, misal SGP di wilayah gambut atau izin keluar di kawasan konservasi. Termasuk izin-izin yang belakangan non CnC dan jaminan reklamasi bermasalah. Situasi ini, katanya, bisa jadi peganga awal dalam pengembangan penyelidikan.

“Begitu banyak dokumen-dokumen perizinan sulit diakses. Tata kelola perizinan tak terbuka dan transparan, tentu potensi transaksi juga besar. Rumusnya begitu.”

Dikonfirmasi terpisah, Direktur Utama PT Sawit Golden Prima (SGP), Heri Susanto Gun, membantah telah melakukan penyuapan kepada Bupati Kutai Kartanegara, Rita Widyasari, dalam pengurusan izin perkebunan. Menurut da,  dana Rp6 miliar merupakan bisnis jual-beli emas dan bukan uang suap.

“Bukan untuk suap kebun, itu jual-beli emas,” kata Heri.

Rita juga membantah menerima uang Rp6 miliar dari Heri. Dia mengklaim, lakukan transaksi jual beli emas. Jual beli emas itu pada 2010. Dia menjual emas 15 kilogram pemberian ayahnya kepada Heri.

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , ,