Masa Darurat Gunung Agung Diperpanjang

 

 

Peneliti menyimpulkan aktivitas vulkanologi Gunung Agung, Bali, masih tinggi. Namun belum meletus. Status awas kini sudah 23 hari sejak ditetapkan 23 September lalu, dan masa tanggap darurat pun diperpanjang.

Warga Bali masih bertanya-tanya apakah Gunung Agung akan meletus? Sejumlah peristiwa yang memicu adalah kepulan asap setinggi 1,5 km dari kawah dan tremor non-harmonik, terakhir sebanyak 4, amplitudo : 1-4 mm, durasi : 70-160 detik. Disebut tremor jika gempa bersusulan.

PVMBG mencatat, saat ini gempa didominasi aktivitas gempa vulkanik (lebih dangkal dan dekat ke kawah) dimana magnitudo gempa banyak di bawah 2 SR. Gempa vulkanik jumlahnya belum menurun. Pada Sabtu (14/10/2017) pagi dalam 6 jam (pukul 00:00-06:00 Wita) sudah terekam 360 gempa vulkanik. Potensi untuk meletus tetap tinggi tetapi tidak dapat dipastikan secara pasti kapan akan meletus ataukah tidak jadi meletus.

(baca : Kebakaran Lahan Saat Naiknya Status Gunung Agung Jadi Siaga)

Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dalam siaran pers menyebut daerah yang harus dikosongkan tetap sama yaitu di radius 9 kilometer dari puncak kawah dan 12 kilometer di sektor utara – timur laut dan sektor tenggara – selatan – barat daya.

Tercatat pengungsi 139.199 jiwa di 389 titik pengungsian yang tersebar di 9 kabupaten/kota di Bali. Namun data pemerintah menyebut sekitar 1200 orang masih bertahan di rumahnya walau masuk KRB.

 

BNPB merilis peta kawasan rawan bencana (KRB) terbaru untuk memetakan desa yang harus mengungsi. Sumber : BNPB

 

Untuk memberikan kemudahan akses dalam penanganan darurat maka Gubernur Bali kembali memperpanjang masa keadaan darurat penanganan pengungsi 14 hari yang berlaku 13/10/2017 hingga 26/10/2017. “Perpanjangan masa darurat adalah hal yang biasa. Status keadaan darurat pasti akan diperpanjang selama Gunung Agung masih status Awas,” jelasnya.

Selesainya masa keadaan darurat tergantung pada ancaman bencananya. Selama PVMBG masih menetapkan status Awas dan radius berbahaya yang harus dikosongkan ada penduduknya maka keadaan darurat pasti akan diberlakukan untuk memberikan kemudahan akses bagi pemerintah dan pemda dalam administrasi penanganan darurat.

Sebagai perbandingan, di Gunung Sinabung di Kabupaten Karo Sumut,  status Tanggap Darurat Bencana sudah berlaku lebih dari 2 tahun sejak Gunung Sinabung statusnya Awas pada 2-6-2015. Setiap 2 minggu Bupati Karo memperpanjang surat pernyataan tanggap darurat.

(baca : Sistem Peringatan Dini Siaga Bencana Gunung Agung Belum Bagus. Kenapa?)

 

Menerbangkan drone khusus

BNPB menyatakan tidak adanya peralatan di puncak kawah menyebabkan tidak dapat diketahui kondisi visual terus menerus. Sementara itu puncak kawah berbahaya dan tidak boleh ada aktivitas masyarakat. Oleh karena untuk melakukan pemantauan puncak kawah dan lingkungan sekitar Gunung Agung, BNPB bersama PVMBG menerbangkan drone atau pesawat tanpa awak.

Kepala BNPB Willem Rampangilei menginisiasi penggunaan drone untuk memantau kawah Gunung Agung. “Kita harus kerahkan drone yang memiliki spesifikasi khusus terbang tinggi yang mampu mendokumentasikan semua fenomena di kawah,” sebutnya.

BNPB mengerahkan 5 unit drone dengan spesifikasi berbeda. 3 unit drone fixed wing yaitu Koax 3:0, Tawon 1.8 dan Mavic, sedangkan 2 unit drone jenis rotary wing adalah multi rotor M600 dan Dji Phantom.

 

Petugas berusaha menerbangkan drone khusus yang bisa terbang mencapai ketinggian gunung Agung untuk memantau kawah. Foto: BNPB

 

Mengingat tinggi Gunung Agung sekitar 10.400 kaki maka diperlukan drone yang memiliki kemampuan terbang tinggi. Tidak banyak drone yang memiliki kemampuan terbang tinggi. Rata-rata drone didesain terbang pada ketinggian 7.000 kaki sehingga saat diperlukan untuk terbang tinggi tidak banyak yang tersedia. Drone Koax 3:0 dan Tawon 1.8 memiliki kemampuan terbang hingga 13.000 kaki. Mesin menggunakan baham bakar ethanol agar dapat terbang tinggi.

Penggunaan drone untuk penanggulangan bencana bukanlah hal yang baru. Untuk kebutuhan kaji cepat yang efektif, drone sangat bermanfaat. Keluwesan terbang drone, baik vertikal maupun horizontal dalam jangkauan tertentu, serta kemampuan mengambil gambar dari ketinggian tertentu, disebutkan drone telah menawarkan gambar atau landscape berbeda dalam melihat peristiwa bencana.

Beberapa kali BNPB bersama Lapan, BIG, BPPT, TNI, Basarnas, BPBD dan relawan menerbangkan drone untuk penanganan bencana seperti dalam penanganan letusan Gunung Sinabung, Gunung Kelud, banjir Jakarta, longsor Ponorogo, longsor Banjarnegara dan lainnya. Sebuah studi yang dilakukan Palang Merah Amerika menyebutkan bahwa drone adalah salah satu teknologi baru yang paling menjanjikan dan ampuh untuk meningkatkan respon bencana.

Drone juga digunakan oleh media massa dalam peliputan bencana karena drone memiliki potensi yang besar dalam menyiarkan berita kepada publik. Mereka dapat menggunakan perangkat ini untuk melaporkan berita dari berbagai perspektif.  Gambar dan video yang dihasilkan dari drone menjadi sumber informasi yang penting bagi pemerintah selaku pemegang keputusan, dan juga bagi masyarakat dalam angka memberikan informasi, edukasi,dan menumbuhkan kesiapsiagaan.

 

Tanda peringatan

Sejumlah informasi peringatan terlihat terpasang di area menuju kawasan rawan bencana. Namun kawasan ini tak sepenuhnya steril. Aktivitas masyarakat masih terlihat misalnya di Pempatan, Rendang sampai jelang Pura Besakih, pura terbesar di Bali yang berada di kaki Gunung Agung.

Sejumlah rumah dan warung masih dibuka di kawasan ini. Penjaga pura dan Pemangku yang membantu persembahyangan di sana juga masih ada yang bekerja.

 

Spanduk peringatan memasuki kawasan rawan bencana menuju Desa Besakih. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Salah satunya Pemangku senior Jro Mangku Lingsir Suweca. Ia mengatakan sudah mendapat informasi soal kawasan rawan bencana dan ia siaga saja. Menurutnya saat ini untuk evakuasi akan lebih mudah karena sudah ada kendaraan. Sementara ketika peristiwa letusan 1963, warga masih jalan kaki.

Selain spanduk peringatan area-area KRB, juga dipasang 6 sirine yang akan dibunyikan jika ada kondisi darurat seperti mau meletus.

(baca : Bagaimana Nasib Hewan yang Terdampak Awas Gunung Agung?)

Sutopo menyebut gunungapi pasti akan meletus dalam periode tertentu. Tapi pascaletusan memberikan berkah yang luar biasa. Lahan menjadi subur, produktivitas pertanian meningkat, melimpahnya pasir dan batu yang dapat ditambang, dan lainnya. “Masyarakat harus mengakrabi gunung. Hidup harmoni dengan gunungapi. Saat meletus masyarakat dapat mengungsi sementara,” ingatnya.

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,