Menyelamatkan Potensi Kerbau Rawa dari Dampak Kerusakan Gambut, Bagaimana Caranya?

 

 

Kecamatan Pampangan, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan, adalah salah satu sentra peternakan kerbau rawa. Selain daging, para peternak juga menjual susu kerbau. Namun, perubahan lahan gambut di Kawasan Hidrologis Gambut (KHG) Sungai Sibumbung-Sungai Batok, menyebabkan kerbau banyak yang sakit dan mati. Bagaimana menyelamatkannya?

“Kerbau mengalami kekurangan pakan. Sebab lahan pengembalaan yang ada di Desa Bangsal dan desa tetangga kami, Desa Kuro dan Desa Menggeris, sudah sulit memenuhi kebutuhan pakan kerbau. Ini dikarenakan, genangan air atau pasang di lahan pengembalaan itu lamanya mencapai 10 bulan, yang sebelumnya berkisar 6 bulan,” kata Hasan kepada sejumlah anggota Tim Restorasi Gambut (TRG) Sumsel, pekan pertama Oktober 2017 lalu.

“Lamanya genangan air ini menyebabkan rumput sebagai sumber pakan kerbau sulit tumbuh,” jelasnya. “Sedangkan pakan tambahan dengan mengandalkan jerami padi sangat terbatas lantaran banyak persawahan di Pampangan dan sekitarnya gagal tanam juga karena kondisi genangan air yang lama tersebut,” kata Hasan.

 

Baca: Sepucuk, Lahan Gambut yang Kini Dipenuhi Nanas dan Tidak Terbakar Lagi

 

Dijelaskan Hasan, selama tahun 2017 tercatat 83 ekor kerbau yang mengalami sakit, seperti lumpuh. “Sebagian mati dan tidak sempat dipotong,” katanya. Dengan kondisi tersebut, jumlah kerbau yang dikelola tiga kelompok peternak; Gembala, Harapan Sejahtera, dan Karya Bersama, sekitar 354 ekor.

Krisis pakan ini kemudian menimbulkan konflik kerbau dengan warga yang berkebun dan bersawah. Sebab, kerbau-kerbau tersebut masuk ke perkebunan karet, persawahan, juga pemukiman warga. “Seringkali ditemukan kerbau terkena bacokan bahkan disiram cuka parah (asam asetat) yang biasanya digunakan untuk getah karet,” jelas Hasan.

Setiap tahun, setiap kelompok peternak rata-rata menjual 4-5 ekor kerbau. Yang remaja harganya berkisar Rp7-8 juta per ekor, sementara yang dewasa sekitar Rp11-13 juta per ekor, tergantung berat kerbau.

“Tapi tahun ini, penjualan menurun sekitar 1-2 ekor dari setiap kelompok,” jelas Hasan. Selain itu, produksi susu kerbau yang umumnya dibuat menjadi puan, semacam keju dari susu kerbau, juga menurun. “Hasil susu dari kerbau yang menyusui sangat rendah karena kekurangan pakan tersebut. Untuk anaknya saja kurang,” jelasnya.

 

Kerbau juga digunakan sebagai tenaga angkutan di Desa Riding, OKI. Foto Benyamin Lakitan

 

Pengandangan dan lahan pakan

Guna mengatasi persoalan tersebut, warga Desa Bangsal, Kuro, dan Menggeris sepakat membuat lokasi pengandangan kerbau dari beberapa kelompok peternak tersebut.

“Setelah menunggu beberapa bulan, keinginan kami bakal terwujud. Kami bersyukur atas bantuan Deputi II BRG (Badan Restorasi Gambut) yang akan memfasilitasi pembiayaan pengandangan dan budidaya pakan kerbau di sini,” kata Hasan.

Adapun lahan desa yang dijadikan lokasi pengembalaan kerbau dan lahan pakan yang akan dikandang, luasnya 12 hektare. “Tahap awal ini sekitar 10 hektare yang akan dikandang, yang diperuntukan untuk pengembalaan dan pakan,” jelasnya.

 

Baca: Alasan Gubernur Sumsel Alex Noerdin Kembangkan Kerbau Rawa di OKI

 

Syahroni dari Serikat Petani Indonesia (SPI), yang melakukan pendampingan petani dan peternak di tiga desa tersebut, menjelaskan kualitas hidup masyarakat di sana mengalami penurunan dikarenakan produk andalan mereka seperti getah karet, tidak lagi mencukupi. Sebab, harga karet terus menurun atau tidak kian membaik.

“Masyarakat kemudian bergantung pada sumber pendapatan sampingan seperti kerbau dan perikanan. Tapi lantaran persoalan pakan akibat perubahan bentang alam, sebagai dampak pembukaan lahan gambut, sumber sampingan ini pun tidak mencukupi,” katanya.

 

Lokasi pengembalaan kerbau yang tidak digunakan lagi akan dikembangkan sebagai lahan perkebunan sayur dan pertambakan ikan. Foto: Taufik Wijaya/Mongabay Indonesia

 

Oleh karena itu, selain mengupayakan peternakan kerbau yang lebih tertata, seperti pengandangan, juga dikembangkan petambakan ikan hingga pengelolaannya, serta pertanian sayuran.

“Bantuan peralatan dan pelatihan terhadap kelompok perempuan di sini oleh Deputi II BRG dalam mengembangkan ikan selai atau ikan asap, serta pertambakan ikan, juga sangat membantu,” kata Syahroni.

Sementara lokasi eks pengembalaan, kata Syahroni, selain akan dikembangkan menjadi lokasi pertambakan ikan juga perkebunan sayuran. “Kita lakukan bersama masyarakat bertahap, sehingga dampak kerusakan lahan gambut di KHG Sungai Simbumbung-Sungai Batok terhadap kehidupan masyarakat dapat berkurang. Syukur jika dikemudian hari kualitas hidupnya kian membaik seperti yang kita harapkan. Yang lebih penting restorasi lahan gambut yang rusak juga berjalan lancar,” lanjutnya.

Keberadaan ribuan kerbau di Kabupaten OKI, yang tersebar di Kecamatan Pampangan, Pangkalan Lampan, dan sebagian kecil di Pedamaran dan Tulung Selapan dan sedikit di Kabupaten Banyuasin, merupakan potensi yang akan dikembangkan Pemerintah Sumatera Selatan.

“Sejumlah investor Indonesia maupun international, seperti dari Italia, sangat berminat dengan kerbau di Sumsel. Tapi kita perlu mempersiapkan diri, selain soal jumlah, kerbau yang diternakkan juga harus sehat dan tidak merusak lingkungan. Wilayah jelajahnya tidak merusak lahan gambut yang masuk dalam kawasan konservasi,” terang Dr. Najib Asmani, Koordinator TRG Sumsel.

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,