Ribuan Burung dari Ekosistem Batang Toru Berakhir di Pasar Satwa, Ada Jenis Dilindungi

 

Hasil penelitian J. Berton C. Harris tentang pengamatan singkat perdagangan burung pada ekosistem Batang Toru, Sumatera Utara (Sumut), menemukan setidaknya ada 98 jenis burung hidup di hutan lindung diburu dan diperdagangkan ilegal di sejumlah pasar satwa.  Chairunas Adha Putra dan Desy Hikmatullah, tim yang melakukan penelitian ini.

Chairunas Adha Putra atau dikenal dengan Ncay, kepada Mongabay mengatakan,  metoda pengamatan secara langsung selama lima hari di sepanjang jalan raya utama dan kota-kota besar di sekitar hutan Batang Toru, seperti di Jalan Lintas Tarutung-Sibolga, Sibolga-Pandan, Pandan-Padang Sidempuan, Padang Sidempuan-Sipirok, dan Sipirok-Tarutung.

“Jadi kios yang menjual berbagai jenis burung baik dilindungi atau tidak ini ada yang dekat markas TNI, ada juga dekat kantor Dinas Kehutanan,” kata Ncay.

Mereka mencatat sekitar 98 spesies burung, terdiri dari 28 famili, antara lain,  Ardeidae, ada jenis Egretta garzetta, kemudian Phasianidae burung jenis Coturnix chinensis. Lalu Rallidae ada jenis Amaurornis phoenicurus; Columbidae jenis Ducula aeneaMacropygia ruficeps, Streptopelia chinensis, Geopleia striata dan Chalcophaps indica.

Dia mengatakan, dalam penelurusan mereka, di pasar satwa menjual berbagai jenis burung dilindungi dari ekosistem Batang Toru dan sekitar, seperti jenis Actenoides concretus.  Mereka juga menemukan jenis burung famili Timalidae yaitu, Garrulax bicolor, Garrulax mitratus, Garrulax palliatus, Garrulax lugubris, Heterophasia picaoides, Macronous gularis, Stachyris chrysaea, Stachyris nigriceps dan Stachyris striolata.

Untuk spesies dominan, dari wawancara dengan penjual, burung liar ini tertangkap dari hutan di luar desa, seperti Hutan Batang Toru, Hutan Gunung Tua, Cagar Alam Dolok Sibual-Buali yang masuk hutan lindung.

 

Perangkat jebak dan jerat burung. Foto: Chairunas Adha Putra/ Mongabay Indonesia

 

Menurut Ncay, beberapa spesies dominan ditemukan di pasar burung yaitu Gracula religiosa, Acridohteres javanicus dan A. Tristis. Selanjutnya,  Garrulax bicolor, Garrulax mitratus, Garrulax palliatus, Garrulax lugubris.

“Selain spesies ini, spesies dominan lain adalah Copsychus malabaricus dan Gracula religiosa. Spesies ini tak tertangkap dari hutan di luar Sibolga, namun dari pulau-pulau kecil terdekat seperti Kepulauan Nias, Poncan, Mursala dan Mentawai, ” ucap Ncay.

Dari hasil penelusuran, dalam seminggu,  pulau-pulau ini dapat memasok lebih dari 2.000 burung atau sesuai permintaan. Namun, katanya, sudah pasti burung-burung ini tak hanya dipasarkan di sekitar Sibolga, juga ke pasar burung di Medan.

Untuk harga, di dekat ekosistem Batang Toru, umumnya lebih rendah dari ketika sudah dikirim ke Kota Medan, misal, Copsychus malabaricus berkisar Rp400.000-Rp1,2 juta. Harga itu, katanya, satu contoh di Pandan, diasumsikan merupakan pemberhentian pertama dari pulau-pulau terdekat.

Dari penelusuran tim, hampir ada jerat yang dipasang di setiap desa, tetapi sebagian hanya untuk hobi, bukan profesi. Bagi pemburu profesional, menjual hasil tangkapan ke beberapa tempat, seperti di Jalan PSP-SBG Tapanuli Selatan, Batang Toru, Jalan Lintas Sipirok lewat Aek Latong, persis di Sarullah, Desa Bulu Kecamatan Payung Sipirok. Ada juga di Jalan Simarjarunjung, di Desa Urung Pane.

“Dari pengamatan singkat lima hari, kami menganggap lokasi ini daerah potensial bagi burung tangkapan liar kemudian dikirim ke kota-kota besar, salah satu ke Kota Medan. Mungkin ada lebih banyak toko. Kita belum menghitung perangkapnya. Beberapa pemilik toko di Pandan juga sudah mengenal pemilik toko di Pasar Bintang di Kota Medan, kemungkinan rekan bisnis dalam jual beli satwa jenis burung. ”

Irzal Azhar, Kepala Bidang Teknis Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam Sumatera Utara (BBKSDA Sumut), belum lama ini menyatakan, terkait temuan sejumlah pihak dan para peneliti soal berbagai jenis burung dilindungi dijual ilegal di pasar burung, langkah yang harus dilakukan identifikasi terlebih dahulu.

Jika temuan itu benar, mereka akan menggelar operasi dan memberikan tindakan sesuai aturan hukum, termasuk di pasar burung Jalan Bintang dan pasar burung lain di Sumatera Utara.”

“Sejauh ini kita belum temukan adanya penjualan satwa jenis burung dilindungi. Pengawasan terus dilakukan, jika ada akan ditindak tegas. ”

Sedangkan Herbert Aritonang, Kepala Seksi Wilayah II, BBKSDA Sumut, menyatakan, ada berbagai kegiatan mengawasi mitra usaha bidang konservasi  yaitu pengecekan persediaan menurut kuota yang sudah ditetapkan. Ada juga bimbingan teknis,  memeriksa berkas dan syarat kepada mitra usaha apakah sesuai aturan atau tidak.

Saat ditanya berapa banyak mitra usaha KSDA bidang konservasi yang memiliki bisnis penjualan berbagai jenis satwa, tak satupun bisa menjelaskan.

 

Jalak kerbau dan jalak kapas di Pasar Burung Sipirok (Tapanuli Selatan) dan Pandan (Tapanuli Tengah). Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia

 

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,