Kucing Bakau Terpantau di Hutan Mangrove Wonorejo, Bagaimana Perlindungan Habitatnya?

 

 

Tim Wildlife Photography Surabaya (WPS) dan Birds Consultant (BC) berhasil memotret satwa liar dilindungi yang belum pernah tercatat sebelumnya di Jawa Timur. Adalah kucing bakau (Prionailurus viverrinus) atau biasa disebut kucing ikan yang terpantau di hutan mangrove Wonorejo, Surabaya, tersebut.

Sejatinya, kucing bakau ini sempat tertangkap kamera foto Agus Azhari pada 2016. Namun, saat itu belum berani ditunjukkan, sebelum benar-benar ada kepastian jenis itu memang kucing bakau.

Selanjutnya, tim WPS dan BC memasang kamera trap/jebak pada 5 September hingga 3 Oktober 2017, di lima titik hutan mangrove Wonorejo. Hasilnya, berbagai jenis satwa terdeteksi, termasuk hewan yang diduga kucing bakau.

“Awalnya, kami belum bisa memastikan itu kucing bakau. Tapi, setelah kami dapat pinjaman kamera dari Bogor yang hasilnya kami komunikasikan dengan teman-teman Fishing Cat Group Asia, 3 dari 5 ahli menyatakan satwa itu positif kucing bakau,” terang Iwan Febrianto, anggota WPS dan BC, kepada Mongabay Indonesia, Kamis (21/10/17).

 

Baca: Foto: Inilah Jenis-Jenis Kucing yang Ada di Asia Tenggara (Termasuk di Indonesia)

 

Iwan Londo, demikian disapa, menyebut kamera trap awalnya ditujukan untuk memetakan rantai makanan dari siklus burung-burung di Wonorejo. Wilayah ini didominasi jenis burung pantai dan burung air. Namun, dari kamera itu terpantau juga musang, garangan, biawak, serta kucing bakau.

“Kita berharap, perlindungan habitat Wonorejo segera dilakukan Pemkot Surabaya. Karena, kalau kucingnya dilindungi tapi kawasannya tidak, sama saja, jadi harus keseluruhan.”

Pentingnya perlindungan hutan mangrove Wonorejo, menurut Iwan, terkait dengan statusnya yang merupakan lokasi ekowisata. Perlindungan bukan hanya melindungi satwa dan tumbuhan, melainkan juga manusia yang hidup tidak jauh dari mangrove.

“Sejak 1998 hingga sekarang, terpantau ada penurunan jumlah burung migran. Dulu, saya bisa lihat sekitar 3.000 individu singgah, sekarang sekitar 1.000 individu. Disekitar hutan mangrove ini juga sudah banyak perumahan,” lanjut Iwan.

 

Baca juga: Kucing Merah Itu Terekam Kamera di Hutan Kalimantan Tengah

 

Anton Ario, dari Conservation International Indonesia, memastikan bahwa foto itu memang kucing bakau. Ini diidasarkan pada morfologinya yang sesuai ciri-ciri kucing bakau. “Saya lihat, memang itu positif kucing bakau atau kucing ikan. Itu menarik, karena setahu saya memang belum ada catatannya di wilayah Jawa Timur,” terangnya, akhir pekan lalu.

Anton mengatakan, catatan mengenai kucing bakau sangat minim, sehingga belum banyak informasi yang bisa diberikan. Publikasi terakhirnya tahun 1996. Persebarannya terlihat di Ujung Kulon, serta pesisir utara atau selatan Jawa sampai ke arah Cilacap.

“Belum ada catatan sampai ke Jawa Timur, ini unik. Survei yang dilakukan beberapa rekan kami di Ujung Kulon dan pesisir Jawa bagian utara dan selatan, tidak pernah menemukannya. Hanya ada kucing hutan biasa,” ujarnya.

 

Jejak kaki yang diduga kucing bakau di hutan mangrove Wonorejo, Surabaya, Jawa Timur.
Foto: Agus Azhari/WPS

 

Anton menerangkan, perbedaan kucing bakau dengan kucing hutan terletak pada postur tubuhnya. Walau sama-sama bertotol, postur kucing bakau lebih besar mulai dari leher hingga panggul. Sementara kucing hutan, ukurannya sama dengan kucing rumahan.

“Kalau kucing bakau, bagain kepala lebih mengecil, dari leher ke panggul gemuk besar, seperti lebih gempal. Ekornya tidak seberapa panjang. Kalau kucing hutan, ukurannya kecil tapi bertotol.”

Kucing bakau, lanjut Anton, memiliki kuku yang tidak bisa masuk ke dalam, fungsinya sebagai kail untuk mencari ikan. Keberadaan kucing bakau, menandakan ekosistem mangrove Wonorejo cukup baik, keseluruhan.

“Perhatian serius dari pemerintah daerah, agar satwa dilindungi itu tidak sampai punah dan ekosistem yang selama ini terjaga tidak rusak, harus dilakukan. Harapan ini didasari kondisi pesisir Jawa yang sudah banyak pencemaran dan pembangunan,” jelasnya.

Di Indonesia, bila merujuk Peraturan Pemerintah No 7 Tahun 1999, ada enam jenis kucing yang dilindungi. Jenis tersebut adalah kucing merah (Catopuma badia), kucing hutan (Prionailurus bengalensis), kucing batu (Pardofelis marmorata), kucing dampak (Felis planiceps), kucing emas (Catopuma temmincki), dan kucing bakau (Prionailurus viverrinus).

 

Jenis burung ini ada di ekosistem mangrove Wonorejo, Surabaya. Foto Petrus Riski/Mongabay Indonesia

 

Ekosistem esensial

Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alama (BKSDA) Jawa Timur, Ayu Dewi Utari mengatakan, mangrove Wonorejo merupakan kawasan ekosistem esensial yang termasuk dalam kawasan lindung. Wilayah ini dikelola Pemerintah Kota Surabaya. Terpantaunya kucing bakau, menandakan ekosistem mangrove Wonorejo masih bagus.

“Kita harus jaga kawasan itu, meskipun, sebagian dibuka untuk wisatawan. Sebagian kita tutup agar satwanya tidak bersentuhan dengan manusia,” kata Ayu.

Keberadaan permukiman maupun aktivitas manusia di hutan mangrove, dikhawatirkan akan menggusur habitatnya. “Saya tidak tahu persis kawasan pengembangan perumahannya di sisi mana, seberapa jauh jaraknya. Pemerintah daerah pasti sudah memperhitungkannya,” lanjutnya.

Ayu menekankan, kesadaran dan peran serta semua pihak dalam menjaga kawasan adalah kunci sebuah ekosistem terlindungi baik. “Ketika kawasan berfungsi untuk melindungi, baik lingkungan, ekosistem, dan satwa, siapa pun dari kita, ditetapkan atau tidak dengan surat resmi, wajib menjaganya,” terangnya.

 

Perlindungan habitat harus dilakukan agar kehidupan satwa yang ada di hutan mangrove Wonorejo, Surabaya, Jawa Timur, terlindungi. Foto: Petrus Riski/Mongabay Indonesia

 

Kepala Bagian Humas Pemerintah Kota Surabaya, Mohammad Fikser mengatakan, keberadaan kucing bakau di mangrove Wonorejo telah diketahui Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini. “Informasi itu sudah diketahui dari warga dan komunitas pencinta lingkungan,” katanya.

Sebagai salah satu ruang terbuka hijau, kawasan mangrove Wonorejo telah ditetapkan sebagai kawasan konservasi yang menjamin perlindungan satwa dan flora di dalamnya. Pemkot Surabaya, telah berupaya membeli lahan-lahan warga yang berpotensi dapat dialihfungsikan. “Perlindungan juga dilakukan dengan tidak mengizinkan kegiatan yang dapat mengganggu ketenangan kawasan serta pembatasan perahu bermotor.”

Terkait perumahan dekat mangrove Wonorejo, Fikser menegaskan, pembangunan itu tidak melanggar batas koordinat ruang terbuka hijau mangrove yang diatur dalam peraturan daerah. “Dipastikan tidak ada lagi pembangunan perumahan. Sementara perumahan Semanggi, tidak masuk daerah konservasi dan itu terakhir. Lepas daerah itu ke timur, sudah kawasan konservasi. Pemasangan papan pengumuman juga dilakukan, dan masyarakat sekitar sudah tahu bahwa di kawasan itu tidak boleh ada perburuan,” tandasnya.

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,