Soal Perbakin Tanah Datar Tembak Burung di Cagar Alam, Bagaimana Proses Hukumnya?

 

Pasca penembakan burung dilindungi oleh anggota Perbakin Tanah Datar di Cagar Alam Beringin Sakti, Lapangan Cindua Mato, Kota Batusangkar, Sumatera Barat, Sabtu (14/10/17), BKSDA sudah melimpahkan kasus ke Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (PPLHK).

Erly Sukrismanto, Kepala Balai KSDA Sumbar, mengatakan, pasca penembakan, BKSDA berkoordinasi dengan Polda Sumbar.

Baca juga: Dianggap Hama, Perbakin Tanah Datar Tembaki Burung di Cagar Alam Beringin Sakti

Saat itu,  Diskrimsus Polda Sumbar menanyakan bagaimana tindak lanjut ke depan,  apakah ditangani Polda atau BKSDA. BKSDA menyatakan akan menangani sendiri.

“Kita punyai Balai Gakum. Saya meminta Balai Gakum menangani, saya sudah berkirim surat kepada Gakum tindak lanjut. Kami personil terbatas, terbatas kewenangan.”

“Penyelidikan masih kami tetapi pada penyidikan kami tak punya kewenangan lagi,” katanya

Dalam pertemuan antara Seksi Konservasi Wilayah II, Eka Dhamayanti dengan Kapolres Tanah Datar, Bayuaji Yudha Prajas selaku Ketua Perbakin, menyatakan penyesalan. Alasan penembakan karena laporan  masyarakat. Meski begitu, pengusutan kasus tetap dilakukan apalagi penembakan satwa di cagar alam.

Cagar alam, katanya,  ranking tertinggi di kawasan hutan. “Orang masuk mau apapun sangat susah.” Lalu, satwa tertembak ada yang dilindungi. “Menyangkut dua hal. Kita sampaikan, kasus ini penanganan kisa limpahkan ke penegakan hukum, tinggal  nunggu proses lebih lanjut,” katanya.

Saat ini, kata Erli, BKSDA bersama Balai Gakum sudah melakukan penyelidikan antara lain siapa saja yang ikut dalam penembakan daan mencari barang bukti.

Eka Damayanti,  Seksi Konservasi Wilayah II, mengatakan, akan mencari langkah penyelamatan agar burung ini tak dianggap hama oleh masyarakat.

“Kita rencanakan tahun depan, kita pelajari populasi gimana, baru bisa menentukan bagaimana langkah-langkah perlindungan.”

Soal keluhan para penambak ikan, dia perlu kajian lebih lanjut.  Kalau dibilang merugikan, katanya,  harus jelas juga seperti apa.

“Jangan hanya mengambil ikan satu dibilang merugikan.”

Untuk jenis burung itu sendiri, katanya,  merupakan burung migran,  dengan wilayah jelajah luas. Jadi, langkah penanganan burung-burung ini dalam kontek penyelamatan satwa. “ Tidak dengan dilumpuhkan seperti ini,” katanya.

Ferry Hasudungan, Biodiversity & Conservation Specialist Burung Indonesia mengatakan,  harus melihat konteks yang disebut pencemaran oleh kawanan burung kuntul ini.

Semua kegiatan terlebih di cagar alam, katanya, berkaitan satwa dilindungi harus berkoordinasi dengan LIPI dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Selain itu, katanya, dari foto-foto penembakan burung ini, ada tiga jenis burung yakni kuntul kecil (Egretta garzetta), kuntul kerbau (Bubulcus ibis), dan cangak merah (Ardea purpurea). Dari tiga jenis burung ini, kuntul kecil dan cangak merah pemakan ikan.  Sedangkan kuntul kerbau pemakan serangga hingga cukup membantu mengurangi hama serangga.

Untuk burung pemakan ikan, kuntul kecil di beberapa tempat hanya memakan ikan-ikan lemah dengan ukuran sekitar 10 sentimeter.

 

Anggota Perbakin Tanah Datar berfoto usai menembak burung-burung di Cagar Alam Beringin Sakti, Lapangan Cindua Mato, Kota Batusangkar, Tanah Datar, Sumatera Barat, Sabtu (14/10/17). Foto: istimewa/ Mongabay Indonesia

 

Sedangkan cangak merah memakan ikan ukuran lebih besar, sekitar 15 sentimeter karena ukuran lebih besar.

Sebenarnya, kedua burung ini hanya menangkap ikan-ikan lemah. Ikan lincah bisa menghindar. Kalau dibilang mengganggu tambak, katanya, bisa jadi perdebatan. “Kalau orang paham tak akan terlalu masalah jika beberapa ikan dimakan burung.”

Untuk perilaku, burung-burung jenis ini tak selalu berada di pohon.  Mereka mencari tempat bertengger pada malam hari, umumnya di tempat-tempat—menurut mereka—aman.

“Kemungkinan, alasan beringin jadi cagar alam karena keberadaan burung itu, seperti cagar alam di Jawa. Di Jawa, ada dua daerah lindung yang khusus melindungi burung-burung air berbiak, yaitu Cagar Alam Pulau Dua dan Pulau Rambut. Kedua tempat ini menjadi berbiaknya burung-burung seperti ini,” katanya.

Di Pulau Dua, saat musim berbiak bisa penuh satau cagar alam itu. Saat tak berbiak,  mereka menyebar.

Berdasarkan penelitian Ferry di Cagar Alam Pulau Dua, ada lebih 20.000 burung air. Mereka seperti bertahap, terjadi rotasi.

Ada juga di Batusangkar, Kebun Raya Bogor, Jalan Ganesha depan Kampus ITB, dan lain-lain.

Untuk kawanan burung di keramaian, kata Ferry,  bisa ke kawasan yang tak banyak manusia. Cara mengusir, bisa  dengan alat-alat tak membahayakan atau mencari pohon alternatif.

Ode K, Wildlife Protection Unit-IAR Indonesia mengecam tindakan ini. Menurut dia, tak sepatutnya pembantaian dilakukan. “Ini kejahatan yang dilakukan kalangan terpelajar. Padahal sudah jelas, obyek itu satwa termasuk jenis-jenis dilindungi,” katanya seraya bilang UU Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya menegaskan itu.

Mereka menilai, penembakan pakai senapan angin marak dijumpai dan jadi hobi tersendiri.

“Kami berharap pengawasan peredaran dan penggunaan senapan angin, berdasarkan Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2012 harus dijaga ketat dan diberlakukan sanksi tegas bagi para pelanggar,” katanya.

“Sekalipun, pelaku anggota Perbakin. Kami mengutuk teror senapan angin terhadap satwa liar, oleh siapapun.”

Edward Hutapea, Kasi Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Wilayah II Riau, Kepulauan Riau dan Sumatera Barat, menyayangkan kejadian ini. Terlebih, katanya,  dari informasi BKSDA Sumatera Barat sudah ada upaya mengingatkan dari staf BKSDA saat kejadian.

Saat ini, Direktorat Jenderal Penegakan Hukum melalui Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum masih mengumpulkan keterangan untuk tindak lanjut kasus ini.

 

Petisi

Animals Indonesia Sumatera Barat mengeluarkan petisi agar Polres Tanah Datar mengusut tuntas kasus penembakan burung dilindungi di Cagar Alam Beringin Sakti,  Kota Batusangkar. Petisi dibuat sejak 18 Oktober 2017 di change.org telah ditandatangani oleh lebih dari 8.984.

Novi Rovika Representative Animals Indonesia Sumbar mengatakan,   petisi ini agar Kapolres Tanah Datar menegakkan hukum dan mengadili semua pelaku penembakan burung. Penembakan ini, katanya, karena ada perintah Bupati Tanah Datar.

“Mari kita dukung Kepolisian Indonesia yang dalam hal Polres Tanah Datar untuk menjalankan tugas sebagai penegak hukum, dengan segera mengusut kasus ini hingga tuntas, dan menyeret para pelaku ke penjara.” Petisi ini akan dikirim ke Kapolres Tanah Datar, Polda Sumbar dan Kapolri.

 

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,