Bangun Jalan Baru, Pantai Kalumata Bakal Tinggal Kenangan

 

Dua bocah, Andi dan Rudi, tengah asyik bermain air di tepi pantai.  Sambil menunggu ibu mereka Jumia Harun, yang mencari kerang di tepi  Pantai Kalumata  Kamis (1/11/17).  Dua kakak beradik ini ikut menggali pasir sambil membuat beberapa kolam kecil.

Kakak tertua mereka, Rustam Jamal  (16) memacing  ikan. Dia  melemparkan kail berisi umpan dari bibir pantai pagi  jelang siang itu. Mereka tampak begitu riang.

Tak jauh dari mereka,  ada beberapa perahu  nelayan tambat. Nelayan baru pulang melaut.  Pantai Kalumata, terbilang bersih dan salah satu tempat memancing di Ternate, Maluku Utara.

Para perempuan juga tampak mengumpulkan  pasir untuk dijual kepada warga yang sedang membangun rumah. Pengambilan pasir dengan cara seadanya.

Fatimah Untung, perempuan 65 tahun ini mengumpulkan pasir pantai untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dia masukkan pasir ke karung dan dijual kepada warga yang membangun rumah di sekitar Kalumata.

Sayangnya, warga bakal kehilangan pantai tempat mereka memancing dan para perempuan juga akan kehilangan lokasi mengumpulkan pasir karena Pantai Kalumata masuk dalam rencana kawasan reklamasi pemerintah Kota Ternate  pada 2018.

Pantai ini masuk dalam zona pembangunan jalan yang menghubungkan Kelurahan Bastiong, Kayu Merah hingga Kalumata. Rencana reklamasi juga dari  Kalumata hingga Kelurahan Fitu,  Kota Ternate Selatan.

Dengan rencana ini  warga terutama nelayan  suatu bakal kehilangan tempat menambatkan perahu di  pantai. Mereka juga bakalan tak bisa lagi memancing.

“Setiap hari kami mencari ikan dan  kerang  di pantai ini,” kata Jumia. Dia tak tahu kalau pantai kena reklamasi, bakal susah cari ikan. “Torang (kami-red) , cuma dengar begitu (ada reklamasi-red) tapi belum ada sosialisasi langsung ke masyarakat,” katanya.

Dia tahu karena ada lihat pemasangan patok batas lahan yang bakal kena reklamasi di tepi pantai. Jumia berharap,  reklamasi tak menyusahkan warga.

“Sekarang kami masih  bisa mencari kerang atau memancing ikan. Perahu juga masih bisa ditarik ke pantai. Jika ada reklamasi,  pasti  perahu susah tambat,” katanya.

Fatimah juga mendengar rencana ini. “Dorang (mereka-red) bilang begitu, tapi kita tak tahu kapan akan direklamasi,” ujar perempuan yang biasa disapa Nenek Makeang ini.

Kala pantai kena reklamasi, dia tak tahu bakal mencari pasir di mana. “Ya kalau sudah ditimbun berarti kita tak bisa mengumpulkan pasir lagi,” katanya seraya berharap mereka tak ikut tergusur.

Mohtar Rahman,  warga  setempat  juga mendengar rencana reklamasi pantai ini. Mohtar tinggal bersama orangtuanya yang membangun rumah tak jauh dari pantai ini.

Dia bilang, sudah ada patok maupun pemberitahuan rencana reklamasi kepada warga. Namun, dia tahu apakah sudah ada pertemuan antara warga dengan pemerintah membicarakan rencana reklamasi itu.

“Selama saya di sini belum mendengar ada pertemuan dengan warga bahas rencana reklamasi ini. Kami ini hanya warga biasa,  kalau pemerintah reklamasi kita mau apa? Paling kita meminta tak menyusahkan.”

 

Dulu ini hutan mangrove di Kelurahan Mangga Dua. Kini sudah direklamasi untuk bangun beberapa fasilitas umum. Foto: Mahmud Ichi/ Mongabay Indonesia

 

Bagi Pemerintah Kota Ternate, reklamasi jadi pilihan buat penyediaan lahan, buat pembangunan infrastruktur seperti jalan. Salah satu lokasi reklamasi di Pantai Kalumata, Kecamatan Ternate Selatan itu. Rencananya, Pemerintah Ternate  akan menimbun pantai ini sekitar empat hektar ke arah laut dengan anggaran Rp40 miliar.

Pemerintah Kota Ternate melalui  Dinas Pekerjaan Umum mengatakan, reklamasi Pantai Kalumata mulai Mei 2018. Anggaran Rp30 miliar itu tak sekaligus satu tahun anggaran tetapi bertahap. “Jadi reklamasi bersifat multiyears. Tahap pertama sekitar Rp14 miliar dalam APBD 2017,” kata Totok Budiyanto, Kadis PU Kota Ternate.

Pada kawasan reklamasi pantai  ini, katanya, akan dibangun pusat perekonomian baru. “Reklamasi Pantai Kalumata untuk pembangunan infrastruktur jalan, dan fasilitas seperti outdoor, cafe, tempat jajanan kuliner khas daerah, dan pusat kajian Islam.”

Dia bilang konsep macam itu karena Pulau Ternate identik dengan kota pantai hingga perencanaan pembangunan sesuai ketersediaan lahan.

Sejauh ini, katanya, dalam kota telah reklamasi sepanjang pantai dari Utara hingga ke Selatan memanjang hampir 20 kilometer. Reklamasi di Ternate sejak 2001.

Pantai yang telah direklamasi di dalam kota  dari Kelurahan Tarau hingga ke  Kelurahan Bastiong.  Di Utara kota yang belum reklamasi tersisa Pantai Kelurahan Sangaji, Sangaji Utara dan Kasturian . Arah Selatan hingga Kelurahan Bastiong semua sudah reklamasi.

Apa  tanggapan DPRD Kota Ternate? Mereka tampak memberikan angin segar. Junaidi Bahrudin, anggota Komisi C DPRD Ternate mengatakan,  DPRD mendukung langkah pemerintah Ternate untuk reklamasi  di beberapa tempat.

Reklamasi dilakukan karena keterbatasan lahan. Bangun infrastruktur seperti jalan dan lain-lain mesti lewat reklamasi terlebih dahulu.

Menurut dia, reklamasi  Kelurahan  Kayu Merah ke Pantai Kalumata tinggal menunggu sidang dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (amdal). “Saat ini proses penyusunan dan sidang dokumen,” katanya.

Soal reklamasi masif bakal berdampak buruk bagi lingkungan, Junaidi tak bisa berbuat banyak.  “Sudah dipastikan ada pengaruh negatif dari sisi lingkungan  terutama ekosistem pesisir pantai,” katanya.

Sayangnya, kata Junaidi, lahan di Ternate  terbatas hingga reklamasi jadi pilihan.

Ismet Soelaiman,  Direktur Eksekutif Walhi Maluku Utara, melihat reklamasi di Ternate terutama di utara hingga selatan kota,  sudah begitu masif dengan mengabaikan  prosedur seharusnya.

Standar prosedural tak berjalan. Kalaupun ada, katanya, sekadar menggugurkan kewajiban.

Dia sadar, kebutuhan lahan mendesak  tetapi jangan sampai kepentingan ekonomi mengalahkan kepentingan ekologi.

Selama ini, katanya, kalau sudah ada kepentingan ekonomi akan mengalahkan kepentingan ekologi. “Kadangkala reklamasi hanya memenuhi kebutuhan investor terutama dalam perspektif ekonomi.  Dalam prespektif  ekologi, terabaikan soal hubungan antara ekosistem pesisir dengan laut dan darat,” katanya.

Ekosistem pesisir, katanya,  adalah ekosistem primer,  ada lamun, mangrove,  sampai terumbu karang. “Semua ini punya hubungan erat. Kami selama ini menolak  reklamasi  pantai karena standar  prosedural tak jalan.”

Reklamasi, katanya, sudah dipastikan  merusak dari sisi lingkungan jadi perlu ada kajian menyeluruh.  “Yang harus diperhatikan, misal, pola arus. Ini karena ekosistem pantai adalah ekosistem primer  menjadi penyuplai bahan makanan.”

Kala reklamasi, bakal terjadi penimbunan di suatu tempat, tetapi mengikis tempat lain.  “Ini karena pengaruh pola arus.”  Belum lagi benteng alam bakal terkeruk untuk material reklamasi.

Selain itu, katanya, warga tempatan  bakal jadi korban.” Sosial, ekonomi dan budaya mereka akan terganggu.”

 

Dulu ini hutan mangrove di Kelurahan Mangga Dua. Kini telah jadi jalan dan Pelabuhan Speedboat jalur Ternate-Sofifi. Foto: Mahmud Ichi/ Mongabay Indonesia
Pantai Kalumata, tempat mencari ikan sekaligus tempat hidup anak-anak laut ini bakal hilang terkena reklamasi. Foto: Mahmud Ichi/ Mongabay Indonesiia

 

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , , ,