Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional: Bukan Hanya Bangga, Lindungi Juga Satwa Indonesia

 

 

Memperingati Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional yang jatuh setiap 5 November, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Utara (BBKSDA Sumut), melepasliarkan sejumlah satwa liar dilindungi. Ada elang hitam, elang bondol, kukang sumatera, dan 100 individu burung kecil.

Satwa-satwa tersebut, menurut Hotmauli Sianturi Kepala BBKSDA Sumut, kepada wartawan, merupakan hasil sitaan. Namun, ada juga hasil serahkan sukarela masyarakat yang datang langsung ke Kantor BBKSDA Sumut di Jalan Sisingamaraja, Medan.

“Pelepasliaran satwa dilakukan oleh BBKSDA Sumut bersama mitra konservasi, seperti ISCP. Satwa-satwa tersebut telah menjalani proses habituasi dan tes kesehatan. Sifat liarnya juga sudah muncul kembali,” jelas Hotmauli, Rabu (8/11/17), usai kegiatan di Taman Wisata Alam Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang, Sumut

Hotamuli menjelaskan, sepanjang Januari hingga awal November 2017, satwa yang paling banyak diburu adalah trenggiling, disusul kukang sumatera. Terkhusus kukang, kerap diburu karena dianggap lucu dan unik. Persoalan lain yang tengah dihadapi saat ini adalah hilangnya habitat satwa dikarenakan beralih fungsi, salah satunya menjadi perkebunan sawit, yang mengakibatkan terfragmentasinya jalur jelajah satwa.

Contoh kasus adalah ditemukannya satu individu harimau sumatera di Kabupaten Simalungun, persisnya di pinggiran Danau Toba. Diduga, karena terpregmentasinya hutan, akhirnya harimau mencari makan ke pinggiran perkampungan dan masuk jerat pemburu babi. “Kami akan menjaga kawasan hutan dan patroli akan terus dilakukan guna mencegah perburuan satwa,” terangnya.

 

Kukang sumatera yang ada di Karantina ISCP, dirilis kembali ke habitatnya di TWA Sicike Cike, Dairi, Sumut. Foto: Ayat S Karokaro/Mongabay Indonesia

 

Tiga kukang

Rabu malam, Indonesian Speciest Conservation Program (ISCP) merilis tiga individu kukang sumatera ke dalam kawasan Taman Wisata Alam di kawasan Si Cike-Cike, Kabupaten Dairi, Sumut. Rudianto Sembiring, Direktur Eksekutif ISCP, mengatakan, dokter hewan telah melakukan pemeriksaan kondisi fisik satwa ini. Semua giginya utuh, sehingga direkomendasikan untuk segera dilepasliarkan kea lam dan BBKSDA Sumut menyetujuinya.

“Kukang merupakan binatang nokturnal, atau yang beraktivitas malam hari, sehingga rilis dilakuka sekitar jam 19.15 WIB,” terangnya.

Rudianto menjelaskan, total kukang sumatera (Nycticebus coucang) yang dirilis ke alam sepanjang Januari hingga 9 November 2017, adalah 14 individu. Pada 2016, ISCP telah merilis kukang sebanyak 16 individu ke kawasan Taman Wisata Alam Sicike Cike, Taman Wisata Alam Sibolangit, dan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL).

“Selama ini, kukang yang dititipkan di kandang karantina ISCP berasal dari sitaan dan serahan masyarakat. Kesadaran masyarakat kami anggap mulai muncul untuk tidak memelihara maupun menjual satwa dilindungi ini.”

Kami dari ISCP berharap, penegakan hukum terus dilakukan. Sosialisasi di tingkat tapak diperkuat, karena masih banyak warga tinggal di sekitar kawasan hutan yang belum mengerti. “ISCP sendiri sudah melakukan sosialisasi dan akan terus dilakukan,” ujar Rudianto.

 

Sejumlah luka ditemukan di di tubuh harimau sumatera yang ditemukan di kawasan hutan Labura, beberapa waktu lalu. Foto: Ayat S Karokaro/Mongabay Indonesia

 

Kasus harimau

Perburuan satwa dilindungi, untuk dijual dalam kondisi hidup maupun mati dengan bagian tubuh terpotong memang beberapa kali terjadi di Sumut. Berdasarkan sejumlah liputan yang berhasil didokumentasikan Mongabay Indonesia, kasus yang paling menarik perhatian publik adalah harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) yang mati, diburu, dikuliti, dan diperdagangkan.

Akhir Agustus 2017, tim gabungan patroli satwa liar Forest Wild Patrol Unit (ForWPU) dari Yayasan Orangutan Sumatra Lestari–Orangutan Information Center (YOSL-OIC), bersama polisi kehutanan berhasil menangkap satu pemburu harimau berinisial I alias M (58), di perkebunan sawit PT. Mutiara. Lokasinya berbatasan dengan resort Cinta Raja, Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL), Langkat, Sumatera Utara (Sumut).

Kondisi harimau terluka. Darah segar mengucur dari kepalanya, diduga dipukul saat terkena jerat. Kasusnya tengah disidang di Pengadilan Negeri Medan dengan agenda pemeriksaan saksi dan barang bukti.

 

Baca: Lagi, Harimau Mati di Sosopan, Gigi Taring dan Kumis Hilang

 

Sebelumnya, Kamis (25/5/17), suasana di Dusun Kuala Indah, Desa Terang Bulan, Kecamatan Aek Natas, Kabupaten Labuhan Batu Utara (Labura), Sumatera Utara heboh akibat satu individu harimau mati mengenaskan. Tubuhnya ditombak dan darah segar keluar dari bagian mulut dan kepala. Bangkainya dibawa ke BBKSDA Sumut dan diperiksa. Hasilnya, ada sejumlah tubuh hilang, seperti alat kelamin, kulit kening, kumis, ujung ekor, serta sejumlah kuku. Hingga kini, belum ada pihak yang dianggap bertanggung jawab dalam kematian sang raja rimba tersebut.

Kasus teranyar, adanya pertukaran sepasang harimau sumatera usia satu dan tiga tahun antara Medan Zoo dengan PT. Galatta Lestarindo. Satwa tersebut diserahkan ke perusahaan, yang berdasarkan keterangan Kepala Bidang Teknis BBKSDA Sumut, Irzal Azhar, sudah mengantongi izin defenitif. Dalam pertukaran itu, pihak perusahaan menyerahkan uang Rp500 hingga 700 juta, yang menurut dokter hewan Sucitrawan, dari Medan Zoo, akan dipergunakan untuk perbaikan kandang harimau dan beberapa satwa lainnya.

 

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,